Download makalahnya disini
Wilayah Negara
BAB
I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yaitu
tanah sekitar 1,937 juta km2, luas laut kedaulatan 3,1 juta km2, dan luas laut
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 2,7 juta
km2. Jarak dari barat ke timur lebih panjang dari pada jarak antara London dan
Siberia sebagaimana yang pernah digambarkan oleh Multatuli. Indonesia merupakan
kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 18.108 pulau
besar dan kecil. Termasuk dalam kawasan kepulauan ini adalah pulau-pulau besar
seperti Sumatra, Jawa, sekitar tiga perempat Borneo, Sulawesi, kepulauan Maluku
dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, dan separoh bagian barat dari pulau Papua
dan dihuni oleh ratusan suku bangsa. Pulau-pulau ini terbentang dari timur ke
barat sejauh 6.400 km dan sekitar 2.500 km jarak antara utara dan selatan.
Garis terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia adalah sepanjang kurang lebih
81,000 km dan sekitar 80 persen dari kawasan ini adalah laut. Jadi di dalam
daerah yang demikian luas ini terkandung keanekaragaman baik secara geografis,
ras maupun kultural yang seringkali menjadi kendala bagi proses integrasi
nasional.
Wilayah
perbatasan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting dan peran
strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan peningkatan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah,
memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lain yang berbatasan,
baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai
dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Oleh karena peran
strategis tersebut, maka pengembangan wilayah perbatasan Indoensia merupakan
prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang
dimagsud dengan wilayah negara?
2. Bagaimana
batas wilayah negara?
3. Apa saja
dasar hukum pengaturan wilayah negara di laut?
4. Bagaimana
cara memperoleh wilayah?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui apa yang dimagsud dengan wilayah negara.
2. Untuk
mengetahui bagaimana batas wilayah negara.
3. Untuk
mengetahui apa saja dasar hukum pengaturan wilayah negara di laut
4. Untuk
mengetahui bagaimana cara memperoleh wilayah.
5.
MANFAAT PENULISAN
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah mempermudah pembaca untuk belajar atau
menambah pengetahuan tentang wilayah negara
BAB II PEMBAHASAN
A.
WILAYAH NEGARA
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan
Wilayah Negara berdasarkan UU No.48
Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan
satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di
atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri
nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di
luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang yang menganut
sistem:
1.
pengaturan suatu Pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.
pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
3.
desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar
dan kecil yang bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
4.
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam rangka mengejawantahkan maksud Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan kewilayahan
secara nasional, antara lain pengaturan mengenai:
1.
perairan;
2.
daratan/tanah;
3.
udara dan ruang; serta
4.
sumber kekayaan alam dan lingkungannya.
Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan
Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara,
maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan
batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum
mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara,
dan hak–hak berdaulat. Negara
berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas
dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional.
Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan
alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan navigasi. Pengelolaan
Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan
kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti
upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang tinggal di
Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara
untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan
segenap bangsa. Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti
pembangunan Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan.
Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi
daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan. Mengingat
Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga keutuhan Wilayah
Negara maka diperlukan pengaturan secara tersendiri dalam Undang-Undang. Pengaturan
Batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai
Wilayah Negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat.
B.
BATAS WILAYAH NEGARA
Pendefinisian Batas wilayah Negara dari UU No.43 TAHUN 2008 Tentang Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah
kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Di dalam hukum internasional berdasarkan Treaty
Montevideo 1932, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal terdapat
tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat yaitu:
1.
rakyat atau penduduk;
2.
wilayah;
3.
pemerintahan;
4.
pengakuan dari dunia
internasional serta dapat melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya (ini
tidak mutlak).
Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara
itu tidak berdiri Wilayah sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada
batas yang bersifat alami, ada batas-batas yang buatan manusia. Batas yang
bersifat alami, misalnya sungai, pohon, danau, sedangkan yang bersifat buatan
manusia, bisa berupa tembok, tugu, termasuk juga perjanjian-perjanjian
internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan sebagai pagar-pagar yuridis,
pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional Indonesia dan yurisdiksi
nasional Indonesia.
Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah
tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory"
atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas
wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi
historis, politis, atau hukum.
Begitu juga perubahan yang terjadi atas
wilayah-wilayah, seperti berkurang, bertambah, faktor-faktor yang menentukan
adalah faktor politis dan faktor hukum, seperti hilangnya Pulau
Sipadan-Ligitan. Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang
penetapan batas wilayah suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam
bentuk perundang-undangan nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai
negara kepulauan yang sebagian besar batas wilayahnya terditi atas perairan
yang tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan
sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negara-negara tetangganya.
Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan satu daerah
dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah perbatasan
terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus
dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah
NKRI yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Batas- batas
wilayah di indonesia :
1. Wilayah
darat. Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi,
misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan
suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya
berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam,
perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2. Wilayah
Laut. Wilayah suatu Negara yang disebut lautan atau perairan territorial. Pada
umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut
di luar perairan territorial disebut lautan bebas (mere liberium). Terdapat dua
pandangan dalam sejarah hokum laut international:
a. Res Nuilis
adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta
dimiliki tiap Negara.
b. Res Communis
adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil
dan dimiliki oleh suatu Negara. Menurut traktat multilateral yang
diselenggarakan tahun 1982 di montego Bay Jamaika batas lautan ditentukan
berdasarkan sebagai berikut:
- Ketentuan
Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang
ditarik sari pantai luar.
- Ketentuan
Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial.
- Ketentuan
Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari
pantai sejauh 2000 mil.
- Landasan
kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga
kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan
yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak
2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.
3. Wilayah
Udara. Merupakan daerah udara yang berada di atas daerah Negara di permukaan
bumi baik di atas wilayah perairan maupun diatas wilayah daratan.
4. Wilayah
Ekstra territorial (Wilayah konvensional). Wilayah yang menurut hokum
International di akui sebagai wilayah kekuasaan suatu Negara, walaupun
sebetulnya wilayah itu secara nyata berada di wilayah Negara lain.
C. DASAR HUKUM PENGATURAN WILAYAH NEGARA DI LAUT
Berikut
Undang-Undang dan Peraturan yang telah mengacu pada Konvensi Hukum Laut
Internasional:
1. Undang-Undang
No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982
Pada tanggal
31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 17 tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi PBB tentang Hukum Laut) untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum
Laut pada tahun 1982. Menurut UNCLOS, Indonesia berhak untuk menetapkan
batas-batas terluar dari berbagai zona maritim dengan batas-batas maksimum
ditetapkan sebagai berikut:
- Laut
Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut;
- Zona
Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut;
- Zona Ekonomi
Eksklusif : 200 mil-laut, dan
- Landas
Kontinen : antara 200 – 350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil-laut dari isobath
(kedalaman) 2.500 meter.
Pada ZEE dan
Landas Kontinen, Indonesia memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber
kekayaan alamnya. Di samping itu, sebagai suatu negara kepulauan Indonesia juga
berhak untuk menetapkan:
- Perairan
Kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya,
- Perairan
pedalaman pada perairan kepulauannya.
Berbagai
zona maritim tersebut harus diukur dari garis-garis pangkal atau garis-garis
dasar yang akan menjadi acuan dalam penarikan garis batas.
2. Undang-Undang
No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Pada tanggal
8 Agustus 1996, Pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia, yang lebih mempertegas batas-batas terluar (outer limit)
kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut, juga memberikan dasar dalam
penetapan garis batas (boundary) dengan negara negara tetangga yang
berbatasan, baik dengan negara-negara yang pantainya berhadapan maupun yang
berdampingan dengan Indonesia.
Pada
dasarnya Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang hak dan
kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum dari berbagai
zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar laut teritorial
Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis pangkal yang
dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan pengaturan dalam
Undang-Undang No. 4/Prp. tahun 1960 yang disesuaikan dengan ketentuan baru sebagaimana
diatur dalam UNCLOS.
3. Peraturan
Pemerintah, No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis
Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Untuk
memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menentukan bahwa Daftar Koordinat
tersebut harus didepositkan di Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Undang-undang No. 6 tahun 1996 tersebut kemudian dilengkapi dengan Peraturan
Pemerintah No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, yang kemudian
dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang
Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia,
dengan melampirkan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal
kepulauan Indonesia. Daftar koordinat ini tidak dimasukkan sebagai ketentuan
dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini dengan tujuan agar perubahan atau
pembaharuan (updating) data dapat dilakukan dengan tidak perlu mengubah
ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini. Lampiran-lampiran
tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Selain itu
terdapat pula beberapa Undang-Undang yang dikeluarkan sebelum Indonesia
meratifikasi UNCLOS pada tahun 1985 yang belum diubah yaitu:
- Undang-undang
No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
Undang-Undang
ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tahun
1958 yang menganut penetapan batas terluar landas kontinen berbeda dengan
UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang ini dengan
menyesuaikan sebagaimana mestinya ketentuan tentang batas terluar landas
kontinen.
- Undang-undang
No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Menurut
Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia mempunyai hak-hak
berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati
dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Batas terluar
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.
Sampai saat
ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun
tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang
berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional
dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan
suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini
belum menjadi Undang-Undang.
Menurut
ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah
ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam
peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan
posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik
yang secara jelas memerinci datum geodetik.
Setiap
wilayah yang dimiliki pasti ada batasnya. Rumah yang kalian tempati juga
tentunya mempunyai batas, begitupun dengan sekolah kalian pasti mempunyai batas
wilayah seperti dibatasi oleh bangunan yang lain, jalan dan sebagainya. Wilayah
lainnya seperti desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga negara juga
memiliki batas kewilayahan.
Batas
wilayah itu untuk menunjukkan atau menandai luas yang dimiliki oleh wilayah
tersebut. Bentuk dari batas wilayah bermacam-macam, ada yang dibatasi oleh
sungai, laut, hutan, atau juga hanya berupa tugu perbatasan saja apabila
wilayah tersebut berbatasn langsung dengan wilayah lainnya.
Bagaimana
dengan batas wilayah Indonesia? Sama halnya dengan negaranegara lainnya, Indonesia
yang memiliki batas-batas tertentu untuk wilayahnya. Kalian sudah mengetahui
bahwa Indonesia adalah negara maritim, dimana dua pertiga luas wilayah
Indonesia adalah lautan. Jadi, tidaklah mengherankan jika batas-batas wilayah
laut Indonesia berhubungan dengan 10 negara sedangkan perbatasan wilayah darat
Indonesia hanya berhubungan dengan tiga negara.
Berikut ini
dipaparkan batas-batas wilayah Indonesia di sebelah utara, barat, timur dan
selatan.
a. Batas-batas wilayah Indonesia sebelah utara
Indonesia berbatasan
langsung dengan Malaysia (bagian timur), tepatnya disebelah utara Pulau
Kalimantan. Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah
darat Indonesia. Wilayah laut Indonesia sebelah utara berbatasan langsung
dengan laut lima negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan
Filipina.
b. Batas-batas wilayah Indonesia sebelah barat
Sebelah
barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia dan perairan negara India. Tidak ada negara yang berbatasan
langsung dengan wilayah darat Indonesia disebelah barat.
Walaupun
secara geografis daratan Indonesia terpisah jauh dengan daratan India, tetapi
keduanya memiliki batas-batas wilayah yang terletak dititik-titik tertentu
disekitar Samudera Hindia dan Laut Andaman. Dua pulau yang menandai perbatasan
Indonesia-India adalah Pulau Ronde di Aceh dan Pulau Nicobar di India.
c. Batas-batas wilayah Indonesia sebelah timur
Wilayah
timur Indonesia berbatasan langsung dengan daratan Papua Nugini dan perairan Samudera
Pasifik. Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati hubungan bilateral antar
kedua negara tentang batas-batas wilayah, tidak hanya wilayah darat melainkan
juga wilayah laut. Wilayah Indonesia sebelah timur, yaitu Provinsi Papua
berbatasan dengan wilayah Papua Nugini sebelah barat, yaitu Provinsi Barat
(Fly) dan Provinsi Sepik Barat (Sandaun).
d. Batas-batas wilayah Indonesia sebelah selatan
Indonesia
sebelah selatan berbatasan langsung dengan wilayah darat Timor Leste, perairan
Australia dan Samudera Hindia. Timor Leste adalah bekas wilayah Indonesia yang
telah memisahkan diri menjadi negara sendiri pada tahun 1999, dahulu wilayah
ini dikenal dengan Provinsi Timor Timur.
Selain itu,
Indonesia juga berbatasan dengan perairan Australia. Diawal tahun 1997,
Indonesia dan Australia telah menyepakati batas-batas wilayah negara keduanya
yang meliputi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan batas landas kontinen.
Selain
wilayah lautan dan daratan, Indonesia juga mempunyai kekuasaan atas wilayah
udara. Wilayah udara Indonesia adalah ruang udara yang terletak di atas
permukaan wilayah daratan dan lautan Republik Indonesia.
Berdasarkan Konvensi
Chicago tahun 1944 tentang penerbangan sipil internasional dijelaskan bahwa
setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara yang
ada di atas wilayah negaranya. Dengan demikian negara kita mempunyai kekuasaan
utuh atas seluruh wilayah udara yang berada di atas wilayah daratan dan lautan.
Republik
Indonesia juga masih mempunyai satu jenis wilayah lagi, yaitu wilayah
ekstrateritorial. Wilayah ekstrateritorial ini merupakan wilayah negara kita
yang dalam kenyataannya terdapat di wilayah negara lain. Keberadaan wilayah ini
diakui oleh hukum internasional. Perwujudan dari wilayah ini adalah
kantor-kantor pewakilan diplomatik Republik Indonesia di negara lain.
(Letak Geografis Wilayah
Negara Indonesia) –
Letak geografis
diartikan sebagai letak suatu wilayah kaitannya dengan wilayah lain di muka bumi.
Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia,
serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis Indonesia menempatkan Indonesia di
posisi silang, sehingga Indonesia berada pada jalur transportasi perdagangan
yang ramai. Bahkan sejak zaman dahulu, perairan Nusantara merupakan perairan
yang ramai dilalui kapal-kapal dagang dari India, Eropa, dan Cina. Dampak dari
posisi silang ini menyebabkan Indonesia kaya akan keragaman budaya dan suku
bangsa.
Selain itu, letak di antara dua benua dan dua samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan samudra yang memiliki karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik memengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa.
Selain itu, letak di antara dua benua dan dua samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan samudra yang memiliki karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik memengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa.
D. CARA MEMPEROLEH WILAYAH
1. Hukum Internasional
Menurut
hukum internasional suatu negara dapat memperoleh wilayah daratan menggunakan
cara-cara:
a. AKRESI.
Penambahan
wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang
disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai
disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru
disebabkan oleh letusan gunung berapi.
b. CESSI.
Penyerahan
wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian
untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian
Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, atau ketika Denmark menjual beberapa
daerahnya di West Indies kepada AS pada tahun 1916. Contoh lain adalah Wilayah
Sleeswijk pada Perang Dunia I diserahkan oleh Austria kepada Prusia,(Jerman).
c. OKKUPASI.
Okupasi
merupakan penegakan kedaulatan atas wilayah yang tidak berada di bawah
penguasaan negara manapun, baik wilayah yang baru ditemukan, ataupun yang
ditinggalkan oleh negara yang semula menguasainya. Penguasaan tersebut harus
dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus
terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari
kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan
simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya
dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup
kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya
memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti
yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka
waktu tertentu.
Dalam
Eastern Greenland Case, Permanent Court of International Justice menetapkan
bahwa agar okupasi berjalan secara efektif, mensyaratkan dua unsur di pihak
negara yang melakukan okupasi:
1.
Suatu kehendak atau keinginan untuk bertindak sebagai
yang berdaulat,
2.
Melaksanakan atau menunjukkan kedaulatan secara
pantas.
Unsur
kehendak merupakan masalah kesimpulan dari semua yang fakta, meskipun
kadang-kadang kehendak tersebut dapat secara formal ditegaskan dalam pengumuman
resmi kepada negara-negara lain yang berkepentingan. Syarat kedua yang
menyebutkan bahwa pelaksanaan dan dipertunjukkannya kedaulatan dapat dipenuhi
dengan bukti kongkret kepemilikan dan kontrol, atau sesuai dengan sifat
kasusnya, suatu asumsi fisik dari kedaulatan dapat dipertunjukkan dengan suatu
tindakan yang jelas atau simbolis. Dapat juga dengan langkah-langkah yang
berlaku di wilayah yang diklaim, ataupun melalui traktat-traktat dengan
negara-negara lain yang mengakui kedaulatan negara penuntut tersebut.
Suatu
tindakan okupasi lebih sering mencakup tindakan penemuan di dalam tahap
awalnya. Ada dua teori okupasi yang paling dianggap memeiliki arti penting
dalam kaitannya mengenai klaim-klaim beberapa negara atas wilayah tak bertuan:
1. Teori
Kontinuitas (Continuity), menurut teori ini dimana suatu tindakan okupasi di
suatu wilayah tertentu memperluas kedaulatan negara yang melakukan okupasi
sejauh diperlukan untuk menjamin keamanan atau pengembangan wilayah terkait.
2. Teori
Kontiguitas (Contiguity), menurut teori ini kedaulatan negara yang melakukan
okupasi tersebut mencakup wilayah-wilayah yang berbatasan yang secara geografis
berhubungan dengan wilayah terkait.
Kedua teori
tersebut sampai tingkat tertentu tercermin dalam klaim-klaim yang diajukan oleh
negara-negara terhadap wilayah kutub berdasarkan prinsip sektor (sector
principles). Praktek sejumlah kecil negara pada waktu mengajukan klaim-klaim
sektor tidak menciptakan suatu kaidah kebiasaan, bahwa suatu metode
diperolehnya wilayah kutub diperkenankan dalam hukum internasional. Yang perlu
diperhatikan disini hanyalah keberatan-keberatan dari negara-negara nonsektor
dan keraguan para yuris terhadap validitas klaim-klaim sektor, dan pendapat umum
yang disampaikan bahwa kawasan kutub harus tunduk pada rezim internasional.
Contoh dari
okupasi beberapa waktu yang lalu adalah sengketa pulau miangas. Miangas adalah
pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan
Filipina. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan
Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina. Masyarakat setempat
menamakan Mangiasa yang berarti menangis atau kasihan karena letaknya sangat
terpencil dan jauh dari jangkauan transportasi laut.
Pulau ini
merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan,
terorisme serta penyelundupan. Putusan Mahkamah Internasional /MI,
International Court of Justice (ICJ) tanggal 17-12-2002 yang telah mengakhiri
rangkaian persidangan sengketa kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan antara
Indonesia dan Malaysia mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak, karena
keputusan ICJ mengatakan kedua pulau tersebut resmi menjadi milik Malaysia.
Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas
(Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut
(Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil.
Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana
kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage
di Den Haag tahun 1928.
d. PRESKRIPSI.
Suatu
tindakan yang mencerminkan kedaulatan atau penguasaan terhadap suatu wilayah
dengan cara-cara damai dalam waktu tertentu dengan tanpa adanya keberatan dari
negara-negara lain. Wilayah yang dimaksud sebelumnya adalah milik negara lain
Karenanya jangka waktunya lebih lama. Syarat-syarat suatu preskripsi :
1. Tidak ada
protes dari pemilik terdahulu
2. Adanya
pelaksanaan hak dan kedudukan untuk jangka waktu lama
Contoh: the
Island of Palmas Case dan the East ern Greenland Case.
e. ANEKSASI.
Menurut
kamus aneksasi merupakan pengambilan dng paksa tanah (wilayah) orang (negara)
lain untuk disatukan dng tanah (negara) sendiri; penyerobotan; pencaplokan
f. REFERENDUM
Sebuah
referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat dalam istilah bahasa
Indonesia merupakan pemungutan suara untuk mengambil sebuah keputusan
(politik). Pada sebuah referendum, biasanya orang-orang yang memiliki hak pilih
dimintai pendapatnya. Hasil referendum bisa dianggap mengikat atau tidak
mengikat. Jika mengikat, maka para anggota kaum eksekutif wajib menjalankan
hasil jajak pendapat tersebut. Di beberapa negara tertentu seperti Belanda,
referendum tidaklah harus mengikat.
Cara-cara
diperolehnya wilayah ini telah banyak berkurang menjadi dipertunjukannya suatu
kontrol dan kewenangan baik oleh negara yang mengklaim kedaulatan ataupun oleh
suatu negara dari mana negara yang mengklaim kedaulatan dapat membuktikan bahwa
hak tersebut telah dirampas.
Satu cara
tambahan diperolehnya kedaulatan teritorial, yang tidak termasuk dalam kategori
yang dikemukakan di atas, yang perlu diperhatikan yaitu keputusan oleh
Konferensi negara-negara. Hal ini biasanya terjadi apabila suatu Konferensi
negara-negara pemenang perang pada akhir peperangan menyerahkan kepada negara
tertentu sehubungan dengan suatu penyelesaian perdamaian umum. Misalnya pada
pembagian kembali wilayah Eropa pada waktu Konferensi Versailles tahun 1919.
Menurut doktrin Soviet, kedaulatan teritorial juga dapat diperolah dengan cara
plebisit (penentuan kehendak rakyat), meskipun hal ini tampaknya lebih
merupakan pengurangan atas cara perolehan dibanding sebagai langkah yang
mendahului diperolehnya kedaulatan.
Pendekatan
cara-cara perolehan dengan penciptaan dan pengalihan kedaulatan teritorial
keduanya adalah logis baik dalam hal prinsip maupun nilai praktisnya,
dengan ketentuan bahwa dalam menggunakan pendekatan ini diperlukan
kehati-hatian agar tidak mengacaukan cara-cara tersebut dengan unsur-unsur
komponennya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep batas wilayah negara yang digunakan oleh
pemerintah Indonesia bukan merupakan warisan dari pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Konsep ‘tanah air’, ‘tanah tumpah darah’, ‘nusantara’ merupakan
konsep-konsep yang reinvented dan reinterepreted dari
konsep-konsep tradisional yang berakar dari sejarah Nusantara yang dilakukan
oleh para tokoh nasionalis selama masa pergerakan nasional. Kesadaran inilah
yang mengondisikan mengapa proses dekolonisasi di bidang hukum laut (maritime
law) lebih cepat bila dibandingkan dengan hukum lain seperti hukum pidana.
B. Saran
Pengaturan mengenai batas wilayah negara perlu mendapat perhatian lebih untuk menjaga
keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat
diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Oleh karena itu batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan
yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional
yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas,
perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah haruslah jelas
IZIN COPAS KAK UAT TUGAS
ReplyDeletepermisi, boleh tau daftar pustakanya?
ReplyDelete