Bantu Kami Share Info Menarik dan Dapatkan Rp350.00 per Kunjungannya Menarik Mudah dan Asik Kunjungi 8Share.co.id

Makalah PKN Tentang Wilayah Negara

Friday 20 November 2015

Download makalahnya disini






Wilayah Negara

BAB I PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yaitu tanah sekitar 1,937 juta km2, luas laut kedaulatan 3,1 juta km2, dan luas laut ZEE (Zona Ekonomi  Eksklusif) 2,7 juta km2. Jarak dari barat ke timur lebih panjang dari pada jarak antara London dan Siberia sebagaimana yang pernah digambarkan oleh Multatuli. Indonesia merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 18.108 pulau besar dan kecil. Termasuk dalam kawasan kepulauan ini adalah pulau-pulau besar seperti Sumatra, Jawa, sekitar tiga perempat Borneo, Sulawesi, kepulauan Maluku dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, dan separoh bagian barat dari pulau Papua dan dihuni oleh ratusan suku bangsa. Pulau-pulau ini terbentang dari timur ke barat sejauh 6.400 km dan sekitar 2.500 km jarak antara utara dan selatan. Garis terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 81,000 km dan sekitar 80 persen dari kawasan ini adalah laut. Jadi di dalam daerah yang demikian luas ini terkandung keanekaragaman baik secara geografis, ras maupun kultural yang seringkali menjadi kendala bagi proses integrasi nasional.
Wilayah perbatasan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting dan peran strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lain yang berbatasan, baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Oleh karena peran strategis tersebut, maka pengembangan wilayah perbatasan Indoensia merupakan prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang dimagsud dengan wilayah negara?
2.    Bagaimana batas wilayah negara?
3.    Apa saja dasar hukum pengaturan wilayah negara di laut?
4.    Bagaimana cara memperoleh wilayah?
C.       TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui apa yang dimagsud dengan wilayah negara.
2.    Untuk mengetahui bagaimana batas wilayah negara.
3.    Untuk mengetahui apa saja dasar hukum pengaturan wilayah negara di laut
4.    Untuk mengetahui bagaimana cara memperoleh wilayah.
5.        MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mempermudah pembaca untuk belajar atau menambah pengetahuan tentang wilayah negara




















BAB II PEMBAHASAN
A.      WILAYAH NEGARA
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara  berdasarkan UU No.48 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang yang menganut sistem:
1.         pengaturan suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.         pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
3.         desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan kecil yang bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
4.         kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam rangka mengejawantahkan maksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan kewilayahan secara nasional, antara lain pengaturan mengenai:
1.         perairan;
2.         daratan/tanah;
3.         udara dan ruang; serta
4.         sumber kekayaan alam dan lingkungannya.

Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat. Negara berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional.
Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan navigasi. Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan.
Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan. Mengingat Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga keutuhan Wilayah Negara maka diperlukan pengaturan secara tersendiri dalam Undang-Undang. Pengaturan Batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai Wilayah Negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat.

B.       BATAS WILAYAH NEGARA
Pendefinisian Batas wilayah Negara dari UU No.43 TAHUN 2008 Tentang Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Di dalam hukum internasional berdasarkan Treaty Montevideo 1932, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yaitu:
1.         rakyat atau penduduk;
2.         wilayah;
3.         pemerintahan;
4.         pengakuan dari dunia internasional serta dapat melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya (ini tidak mutlak).

Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara itu tidak berdiri Wilayah sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada batas yang bersifat alami, ada batas-batas yang buatan manusia. Batas yang bersifat alami, misalnya sungai, pohon, danau, sedangkan yang bersifat buatan manusia, bisa berupa tembok, tugu, termasuk juga perjanjian-perjanjian internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan sebagai pagar-pagar yuridis, pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional Indonesia dan yurisdiksi nasional Indonesia.
Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum.
Begitu juga perubahan yang terjadi atas wilayah-wilayah, seperti berkurang, bertambah, faktor-faktor yang menentukan adalah faktor politis dan faktor hukum, seperti hilangnya Pulau Sipadan-Ligitan. Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang penetapan batas wilayah suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sebagian besar batas wilayahnya terditi atas perairan yang tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negara-negara tetangganya. Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah perbatasan terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah NKRI yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Batas- batas wilayah di indonesia :
1.    Wilayah darat. Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2.    Wilayah Laut. Wilayah suatu Negara yang disebut lautan atau perairan territorial. Pada umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut di luar perairan territorial disebut lautan bebas (mere liberium). Terdapat dua pandangan dalam sejarah hokum laut international:
a.    Res Nuilis adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta dimiliki tiap Negara.
b.    Res Communis adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil dan dimiliki oleh suatu Negara. Menurut traktat multilateral yang diselenggarakan tahun 1982 di montego Bay Jamaika batas lautan ditentukan berdasarkan sebagai berikut:
-       Ketentuan Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang ditarik sari pantai luar.
-       Ketentuan Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial.
-       Ketentuan Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari pantai sejauh 2000 mil.
-       Landasan kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak 2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.
3.    Wilayah Udara. Merupakan daerah udara yang berada di atas daerah Negara di permukaan bumi baik di atas wilayah perairan maupun diatas wilayah daratan.
4.    Wilayah Ekstra territorial (Wilayah konvensional). Wilayah yang menurut hokum International di akui sebagai wilayah kekuasaan suatu Negara, walaupun sebetulnya wilayah itu secara nyata berada di wilayah Negara lain.
C.       DASAR HUKUM PENGATURAN WILAYAH NEGARA DI LAUT
Berikut Undang-Undang dan Peraturan yang telah mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional:
1.    Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982
Pada tanggal 31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982. Menurut UNCLOS, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim dengan batas-batas maksimum ditetapkan sebagai berikut:
-       Laut Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut;
-       Zona Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut;
-       Zona Ekonomi Eksklusif : 200 mil-laut, dan
-       Landas Kontinen : antara 200 – 350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil-laut dari isobath (kedalaman) 2.500 meter.
Pada ZEE dan Landas Kontinen, Indonesia memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alamnya. Di samping itu, sebagai suatu negara kepulauan Indonesia juga berhak untuk menetapkan:
-       Perairan Kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya,
-       Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya.
Berbagai zona maritim tersebut harus diukur dari garis-garis pangkal atau garis-garis dasar yang akan menjadi acuan dalam penarikan garis batas.
2.    Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Pada tanggal 8 Agustus 1996, Pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang lebih mempertegas batas-batas terluar (outer limit) kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut, juga memberikan dasar dalam penetapan garis batas (boundary) dengan negara negara tetangga yang berbatasan, baik dengan negara-negara yang pantainya berhadapan maupun yang berdampingan dengan Indonesia.
Pada dasarnya Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang hak dan kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum dari berbagai zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar laut teritorial Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis pangkal yang dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang No. 4/Prp. tahun 1960 yang disesuaikan dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam UNCLOS.
3.    Peraturan Pemerintah, No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menentukan bahwa Daftar Koordinat tersebut harus didepositkan di Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-undang No. 6 tahun 1996 tersebut kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, dengan melampirkan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Daftar koordinat ini tidak dimasukkan sebagai ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini dengan tujuan agar perubahan atau pembaharuan (updating) data dapat dilakukan dengan tidak perlu mengubah ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini. Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Selain itu terdapat pula beberapa Undang-Undang yang dikeluarkan sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS pada tahun 1985 yang belum diubah yaitu:
-       Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
Undang-Undang ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tahun 1958 yang menganut penetapan batas terluar landas kontinen berbeda dengan UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang ini dengan menyesuaikan sebagaimana mestinya ketentuan tentang batas terluar landas kontinen.
-       Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Menurut Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.
Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi Undang-Undang.
Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.
Setiap wilayah yang dimiliki pasti ada batasnya. Rumah yang kalian tempati juga tentunya mempunyai batas, begitupun dengan sekolah kalian pasti mempunyai batas wilayah seperti dibatasi oleh bangunan yang lain, jalan dan sebagainya. Wilayah lainnya seperti desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga negara juga memiliki batas kewilayahan. 
Batas wilayah itu untuk menunjukkan atau menandai luas yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Bentuk dari batas wilayah bermacam-macam, ada yang dibatasi oleh sungai, laut, hutan, atau juga hanya berupa tugu perbatasan saja apabila wilayah tersebut berbatasn langsung dengan wilayah lainnya.
Bagaimana dengan batas wilayah Indonesia? Sama halnya dengan negaranegara lainnya, Indonesia yang memiliki batas-batas tertentu untuk wilayahnya. Kalian sudah mengetahui bahwa Indonesia adalah negara maritim, dimana dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan. Jadi, tidaklah mengherankan jika batas-batas wilayah laut Indonesia berhubungan dengan 10 negara sedangkan perbatasan wilayah darat Indonesia hanya berhubungan dengan tiga negara.
Berikut ini dipaparkan batas-batas wilayah Indonesia di sebelah utara, barat, timur dan selatan.
a.    Batas-batas wilayah Indonesia sebelah utara
Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia (bagian timur), tepatnya disebelah utara Pulau Kalimantan. Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah darat Indonesia. Wilayah laut Indonesia sebelah utara berbatasan langsung dengan laut lima negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina.
b.    Batas-batas wilayah Indonesia sebelah barat
Sebelah barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan perairan negara India. Tidak ada negara yang berbatasan langsung dengan wilayah darat Indonesia disebelah barat. 
Walaupun secara geografis daratan Indonesia terpisah jauh dengan daratan India, tetapi keduanya memiliki batas-batas wilayah yang terletak dititik-titik tertentu disekitar Samudera Hindia dan Laut Andaman. Dua pulau yang menandai perbatasan Indonesia-India adalah Pulau Ronde di Aceh dan Pulau Nicobar di India.
c.    Batas-batas wilayah Indonesia sebelah timur
Wilayah timur Indonesia berbatasan langsung dengan daratan Papua Nugini dan perairan Samudera Pasifik. Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati hubungan bilateral antar kedua negara tentang batas-batas wilayah, tidak hanya wilayah darat melainkan juga wilayah laut. Wilayah Indonesia sebelah timur, yaitu Provinsi Papua berbatasan dengan wilayah Papua Nugini sebelah barat, yaitu Provinsi Barat (Fly) dan Provinsi Sepik Barat (Sandaun).
d.   Batas-batas wilayah Indonesia sebelah selatan
Indonesia sebelah selatan berbatasan langsung dengan wilayah darat Timor Leste, perairan Australia dan Samudera Hindia. Timor Leste adalah bekas wilayah Indonesia yang telah memisahkan diri menjadi negara sendiri pada tahun 1999, dahulu wilayah ini dikenal dengan Provinsi Timor Timur.  
Selain itu, Indonesia juga berbatasan dengan perairan Australia. Diawal tahun 1997, Indonesia dan Australia telah menyepakati batas-batas wilayah negara keduanya yang meliputi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan batas landas kontinen.
Selain wilayah lautan dan daratan, Indonesia juga mempunyai kekuasaan atas wilayah udara. Wilayah udara Indonesia adalah ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan lautan Republik Indonesia. 
Berdasarkan Konvensi Chicago tahun 1944 tentang penerbangan sipil internasional dijelaskan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara yang ada di atas wilayah negaranya. Dengan demikian negara kita mempunyai kekuasaan utuh atas seluruh wilayah udara yang berada di atas wilayah daratan dan lautan.
Republik Indonesia juga masih mempunyai satu jenis wilayah lagi, yaitu wilayah ekstrateritorial. Wilayah ekstrateritorial ini merupakan wilayah negara kita yang dalam kenyataannya terdapat di wilayah negara lain. Keberadaan wilayah ini diakui oleh hukum internasional. Perwujudan dari wilayah ini adalah kantor-kantor pewakilan diplomatik Republik Indonesia di negara lain.
(Letak Geografis Wilayah Negara Indonesia) – Letak geografis diartikan sebagai letak suatu wilayah kaitannya dengan wilayah lain di muka bumi. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis Indonesia menempatkan Indonesia di posisi silang, sehingga Indonesia berada pada jalur transportasi perdagangan yang ramai. Bahkan sejak zaman dahulu, perairan Nusantara merupakan perairan yang ramai dilalui kapal-kapal dagang dari India, Eropa, dan Cina. Dampak dari posisi silang ini menyebabkan Indonesia kaya akan keragaman budaya dan suku bangsa.
Selain itu, letak di antara dua benua dan dua samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan samudra yang memiliki karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik memengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa.
D.      CARA MEMPEROLEH WILAYAH
1.    Hukum Internasional
Menurut hukum internasional suatu negara dapat memperoleh wilayah daratan menggunakan cara-cara:
a.    AKRESI.
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi.
b.    CESSI.
Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, atau ketika Denmark menjual beberapa daerahnya di West Indies kepada AS pada tahun 1916. Contoh lain adalah Wilayah Sleeswijk pada Perang Dunia I diserahkan oleh Austria kepada Prusia,(Jerman).
c.    OKKUPASI.
Okupasi merupakan penegakan kedaulatan atas wilayah yang tidak berada di bawah penguasaan negara manapun, baik wilayah yang baru ditemukan, ataupun yang ditinggalkan oleh negara yang semula menguasainya. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka waktu tertentu.
Dalam Eastern Greenland Case, Permanent Court of International Justice menetapkan bahwa agar okupasi berjalan secara efektif, mensyaratkan dua unsur di pihak negara yang melakukan okupasi:
1.    Suatu kehendak atau keinginan untuk bertindak sebagai yang berdaulat,
2.    Melaksanakan atau menunjukkan kedaulatan secara pantas.
Unsur kehendak merupakan masalah kesimpulan dari semua yang fakta, meskipun kadang-kadang kehendak tersebut dapat secara formal ditegaskan dalam pengumuman resmi kepada negara-negara lain yang berkepentingan. Syarat kedua yang menyebutkan bahwa pelaksanaan dan dipertunjukkannya kedaulatan dapat dipenuhi dengan bukti kongkret kepemilikan dan kontrol, atau sesuai dengan sifat kasusnya, suatu asumsi fisik dari kedaulatan dapat dipertunjukkan dengan suatu tindakan yang jelas atau simbolis. Dapat juga dengan langkah-langkah yang berlaku di wilayah yang diklaim, ataupun melalui traktat-traktat dengan negara-negara lain yang mengakui kedaulatan negara penuntut tersebut.
Suatu tindakan okupasi lebih sering mencakup tindakan penemuan di dalam tahap awalnya. Ada dua teori okupasi yang paling dianggap memeiliki arti penting dalam kaitannya mengenai klaim-klaim beberapa negara atas wilayah tak bertuan:
1.    Teori Kontinuitas (Continuity), menurut teori ini dimana suatu tindakan okupasi di suatu wilayah tertentu memperluas kedaulatan negara yang melakukan okupasi sejauh diperlukan untuk menjamin keamanan atau pengembangan wilayah terkait.
2.    Teori Kontiguitas (Contiguity), menurut teori ini kedaulatan negara yang melakukan okupasi tersebut mencakup wilayah-wilayah yang berbatasan yang secara geografis berhubungan dengan wilayah terkait.
Kedua teori tersebut sampai tingkat tertentu tercermin dalam klaim-klaim yang diajukan oleh negara-negara terhadap wilayah kutub berdasarkan prinsip sektor (sector principles). Praktek sejumlah kecil negara pada waktu mengajukan klaim-klaim sektor tidak menciptakan suatu kaidah kebiasaan, bahwa suatu metode diperolehnya wilayah kutub diperkenankan dalam hukum internasional. Yang perlu diperhatikan disini hanyalah keberatan-keberatan dari negara-negara nonsektor dan keraguan para yuris terhadap validitas klaim-klaim sektor, dan pendapat umum yang disampaikan bahwa kawasan kutub harus tunduk pada rezim internasional.
Contoh dari okupasi beberapa waktu yang lalu adalah sengketa pulau miangas. Miangas adalah pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan Filipina. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina. Masyarakat setempat menamakan Mangiasa yang berarti menangis atau kasihan karena letaknya sangat terpencil dan jauh dari jangkauan transportasi laut.
Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan, terorisme serta penyelundupan. Putusan Mahkamah Internasional /MI, International Court of Justice (ICJ) tanggal 17-12-2002 yang telah mengakhiri rangkaian persidangan sengketa kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan antara Indonesia dan Malaysia mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak, karena keputusan ICJ mengatakan kedua pulau tersebut resmi menjadi milik Malaysia. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut (Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag tahun 1928.
d.   PRESKRIPSI.
Suatu tindakan yang mencerminkan kedaulatan atau penguasaan terhadap suatu wilayah dengan cara-cara damai dalam waktu tertentu dengan tanpa adanya keberatan dari negara-negara lain. Wilayah yang dimaksud sebelumnya adalah milik negara lain Karenanya jangka waktunya lebih lama. Syarat-syarat suatu preskripsi :
1.    Tidak ada protes dari pemilik terdahulu
2.    Adanya pelaksanaan hak dan kedudukan untuk jangka waktu lama
Contoh: the Island of Palmas Case dan the East ern Greenland Case.
e.    ANEKSASI.
Menurut kamus aneksasi merupakan pengambilan dng paksa tanah (wilayah) orang (negara) lain untuk disatukan dng tanah (negara) sendiri; penyerobotan; pencaplokan
f.     REFERENDUM
Sebuah referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat dalam istilah bahasa Indonesia merupakan pemungutan suara untuk mengambil sebuah keputusan (politik). Pada sebuah referendum, biasanya orang-orang yang memiliki hak pilih dimintai pendapatnya. Hasil referendum bisa dianggap mengikat atau tidak mengikat. Jika mengikat, maka para anggota kaum eksekutif wajib menjalankan hasil jajak pendapat tersebut. Di beberapa negara tertentu seperti Belanda, referendum tidaklah harus mengikat.
Cara-cara diperolehnya wilayah ini telah banyak berkurang menjadi dipertunjukannya suatu kontrol dan kewenangan baik oleh negara yang mengklaim kedaulatan ataupun oleh suatu negara dari mana negara yang mengklaim kedaulatan dapat membuktikan bahwa hak tersebut telah dirampas.
Satu cara tambahan diperolehnya kedaulatan teritorial, yang tidak termasuk dalam kategori yang dikemukakan di atas, yang perlu diperhatikan yaitu keputusan oleh Konferensi negara-negara. Hal ini biasanya terjadi apabila suatu Konferensi negara-negara pemenang perang pada akhir peperangan menyerahkan kepada negara tertentu sehubungan dengan suatu penyelesaian perdamaian umum. Misalnya pada pembagian kembali wilayah Eropa pada waktu Konferensi Versailles tahun 1919. Menurut doktrin Soviet, kedaulatan teritorial juga dapat diperolah dengan cara plebisit (penentuan kehendak rakyat), meskipun hal ini tampaknya lebih merupakan pengurangan atas cara perolehan dibanding sebagai langkah yang mendahului diperolehnya kedaulatan.
Pendekatan cara-cara perolehan dengan penciptaan dan pengalihan kedaulatan teritorial keduanya adalah logis baik dalam hal prinsip maupun nilai praktisnya, dengan ketentuan bahwa dalam menggunakan pendekatan ini diperlukan kehati-hatian agar tidak mengacaukan cara-cara tersebut dengan unsur-unsur komponennya.














BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan
Konsep batas wilayah negara yang digunakan oleh pemerintah Indonesia bukan merupakan warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Konsep ‘tanah air’, ‘tanah tumpah darah’, ‘nusantara’ merupakan konsep-konsep yang reinvented dan reinterepreted dari konsep-konsep tradisional yang berakar dari sejarah Nusantara yang dilakukan oleh para tokoh nasionalis selama masa pergerakan nasional. Kesadaran inilah yang mengondisikan mengapa proses dekolonisasi di bidang hukum laut (maritime law) lebih cepat bila dibandingkan dengan hukum lain seperti hukum pidana.
B.       Saran
Pengaturan mengenai batas wilayah negara perlu mendapat perhatian lebih  untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Oleh karena itu batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah haruslah jelas






2 comments