Bantu Kami Share Info Menarik dan Dapatkan Rp350.00 per Kunjungannya Menarik Mudah dan Asik Kunjungi 8Share.co.id

Makalah Pajak Penghasilan Pasal 24 dan Pasal 25

Friday 20 November 2015



Download Makalahnya Disini



Ini Untuk Power pointnya

PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 DAN PASAL 25
BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang prhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.
Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas pengasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar ngeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghaasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary method dengan menerapkan per country limitation. Ketentuan pasal 25 UU PPh mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
B.  Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas di dalam makalah ini adalah :
1.    Apa pengertian pajak penghasilan menurut Pasal 24?
2.    Bagaimana cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri?
3.    Apa batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)?
4.    Apa pengertian pajak penghasilan menurut Pasal 25?
5.    Bagaimana angsuran PPh menurut Pasal 25?
6.    Bagaimana cara menghitung PPh 25?
7.    Bagaimana cara pengurangan angsuran PPh 25?
C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan menurut Pasal 24.
2.    Untuk mengetahui cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.
3.    Untuk mengetahui batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
4.    Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan menurut Pasal 25.
5.    Untuk mengetahui angsuran PPh menurut Pasal 25.
6.    Untuk mengetahui cara menghitung PPh 25.
7.    Untuk mengetahui cara pengurangan angsuran PPh 25.
D.  Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mempermudah pembaca untuk belajar atau menambah pengetahuan tentang pajak penghasilan pasal 24 dan pajak penghasilan pasal 25.






BAB II
PEMBAHASAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
a.    Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1.    Penggabungan   penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2.    Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasian tersebut (cash basis).
3.    Penggabungan penghasilan yang berupa dividen  (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh :
PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.    Hasil usaha di Negara Jerman dalam tahun pajak         2009 sebesar Rp 700.000.000,00
2.    Dinegara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Corp”sebesar Rp 1.000.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yang ditetapkan RUPS tahun 2007, dan baru dibayarkan tahun 2009.
3.    Dinegara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp” sebesar Rp 2.000.000.000,-. Saham tersebut tidak diperdagangkan dibursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2008 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh yahun 2009.
4.    Penghasilan berupa bunga semeter II tahun 2009 sebesar Rp500.000.000.000,- dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima dibulan April 2010.
Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3. Sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam tahun pajak 2010.
b.   Batas Maksimum Kredit Pajak
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber peghasilan ditentukan sebagai berikut :
1.    Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah ngra tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2.    Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar ata dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3.    Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4.    Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.    Penghasilan bentuk usaha tetap aadalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.    Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7.    Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
8.    Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga unsur berikut :
1.    Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2.    (Penghasilan Luar Negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
3.    Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena pajakk adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri.
Catatan
1.    Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2.    Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa negara maka jumlah maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara.
3.    Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4.    Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat : Diminta Kembali Di Kompensasikan Sebagai Pengurang Penghasilan.
Contoh :
PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 40 %
2.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 3.000.000.000,00
maka jumlah penghasilan itu adalah :
Rp 5.000.000.000,00+Rp 3.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur atau perhitungan berikut:
1.      PPh terutan atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp 5.000.000.000,00 = Rp 2.000.000.000,00
2.      (Rp 5.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 1.400.000.000,00
3.      PPh terutang ( menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28%
 =  Rp 2.240.000.000,00
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.400.000.000,00
c.    Batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara (per country limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Contoh :
PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.    Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 700.000.000,00).
2.    Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 200.000.000,00).
3.    Penghasilan usaha di Indonesia Rp 5.000.000.000,00.
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagi berikut:
1.      Penghasilan luar negeri
a.       Laba dinegara A                                                   Rp 2.000.000.000,00
b.      Laba dinegara B                                                    Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan luar negeri                             Rp 3.000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp 5.000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan neto atau penghasilan kena pajaknya  adalah:
Rp 3.000.000.000,00 + Rp 5.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut tariff pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28 %
= Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing Negara adalah:
a.       Untuk Negara A:
(Rp 2.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 560.000.000
Pajak terutang dinegara A sebesar Rp700.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp560.000.000,00.
b.      Untuk Negara B
(RP 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 280.000.000,00.
Pajak terutang dinegara B sebesar Rp200.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp200.000.000,00.
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar:
Rp 560.000.000,00 + Rp 200.000.000,00 = Rp 760.000.000,00


d.   Rugi Usaha Diluar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita diluar negeri.
Contoh 4:
PT Fiskal memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.    Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 350.000.000,00).
2.    Dinegara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 600.000.000,00).
3.    Dinegara C, menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4.    Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.    Penghasilan luar negeri
a.       Laba dinegara A                                                 Rp 1.000.000.000,00
b.      Laba dinegara B                                                 Rp 3.000.000.000,00
c.       Rugi dinegara C                                                  Rp                              
Jumlah penghasilan luar negeri                           Rp 4.000.000.000,00
2.    Penghasilan dalam negeri Rp 4.000.000.000,00
3.    Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah:
Rp 4.000.000.000,00 + Rp 4.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.    PPh terutang (menurut tariff pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28%
= Rp 2.240.000.000,00
5.    Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing Negara adalah:
a.       Untuk Negara A:
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00
= Rp 280.000.000,00
Pajak terutang di Negara A sebesar Rp 350.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkaan = Rp 280.000.000,00
b.      Untuk Negara B:
(Rp 3.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00
=Rp 840.000.000,00
Pajak terutang di Negara B sebesar Rp 600.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan Rp 600.000.000,00
c.       Di negaraa C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat dimasukka dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasi sebagai kredit pajak luar negeri.
6.    Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperlukan adalah:
Rp 280.000.000,00 + Rp 600.000.000,00= Rp 880.000.000,00
e.    Perubahan Besarnya Penghasilan Di Luar Negeri
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri. Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kelebihan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan pajak penghasilan lebih dibayar, maka atas keleihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Contoh 5:
PT. Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.    Penghasilan Luar Negeri (tariff pajak 20%)                  Rp 1.000.000.000,00
2.    Penghasilan Dalam Negeri                                            Rp 3.000.000.000,00
3.    Penghasilan Luar Negeri
(setelah dikoreksi di luar negeri)                                   Rp 2.000.000.000,00
4.    PPh Pasal 25                                                                  Rp 800.000.000,00
SPT 2009                                                                            Rp 1.000.000.000,00
Penghasilan luar negeri                                                       Rp 3.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                                   Rp 4.000.000.000,00+
PPh Terutang (menurut pasal 17)                                       Rp 1.120.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan                  Rp (200.000.000,00)
Harus dibayar di Indonesia                                                            Rp 920.000.000,00
PPh pasal 25                                                                       Rp 800.000.000,00-
PPh pasal 29                                                                       Rp 120.000.000,00
Pembetulan SPT                                                                
Penghasilan luar negeri                                                       Rp 2.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                                   Rp 3.000.000.000,00+
Penghasilan kena pajak                                                      Rp 5.000.000.000,00

PPh terutang (menurut pasal 17)                                        Rp 1.400.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan                  Rp  (400.000.000,00)
Harus di bayar di Indonesia                                               Rp 1.000.000.000,00
PPh pasal 25                                                                       Rp  (800.000.000,00)
PPh pasal 29 yang sudah disetor                                        Rp   (120.000.000,00)
Masih harus dibayar                                                           Rp     80.000.000,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000,00 tidak ditagih bunga.

f.     Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau di bayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
1.    Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2.    Fotokopi Surat Pemberitahhuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3.    Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SP Tahunan PPh.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pajak penghasilan pasal 25 adalah Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
1.    Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2.    Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
3.    Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
4.    Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

a.    Cara Mengitung PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.  Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang                                                Rp 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24                           Rp 35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang                                                Rp 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24                           Rp 35.000.000
Dasar perhitungan PPh pasal 25 tahun 2008                      Rp 15.000.000
PPh Pasal 25/bulan = 15.000.000 : 12 =    Rp 1.250.000
b.   Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru
1.    Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Contoh:
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai wajib pajak pada awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almod sebesar Rp 100.0000.000,00 dan biaya-biaya yang tejadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00
Perhitungan PPh pasal 25 untuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut:
Penjualan                                                      Rp 100.000.000,00
Biaya                                                             Rp   60.000.000,00 -
Penghasilan netto sebulan                             Rp   40.000.000,00
Penghasilan netto setahun
(12 x Rp 40.000.000,00)                               Rp 480.000.000,00
PPh terutang 28% x Rp 480.000.000,00 =   Rp 134.000.000,00
PPh pasal 25 bulan juni = Rp 134.000.000,00 : 12bulan = Rp 11.200.000,00
2.    Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a.    Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
b.    Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netoatau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netoatas peredaran atau penerimaan bruto.
c.    Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
d.   Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
c.    Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
d.   Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD
1.    Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
2.    Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
e.    Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
f.     Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OP tertentu
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pengurangan angsuran PPh Ps 25 untuk tahun berjalan jika keadaan usaha WP terjadi penurunan yang menunjukkan PPh terutang untuk tahun pajak berjalan kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya angsuran PPh Ps 25
Tatacara : Permohonan dapat diajukan sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak denga melampirkan besarnya perhitungan Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Ps 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak bersangkutan. Jangka waktu penyelesaian paling lambat 1 bulan sejak diterimanya surat permohonan
h.   PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari. Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2007.
i.      PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP
j.     PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :
1.    Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
2.    Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
3.    ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
4.    Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
5.    Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6.    Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak   Nomor Kep-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.
k.   Penentuan Sumber Penghasilan
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut :
1.    Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat berkedudukan.
2.    Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harga gerak adalah tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan berada
3.    Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan berada.
4.    Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Mengingat Undang-Undang pajak penghasilan Indonesia menganut pengertian penghasilan yang luas, maka penentuan sumber penghasilan sebagaimana diatas, menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip diatas, misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber di Singapura, karena rumah tersebut terletak di Singapura.





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 24 Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) dan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
A.  SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, perpajakan, C.V Andi Offset, Yogyakarta, 2013.






1 comment

  1. Gan, link downloadnya ga bisa di akses gan. Boleh minta link terbarunya gan?

    ReplyDelete