KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan
yang maha Esa atas rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelsaikan tugas
makalah PERPAJAKAN yang berjudul
"Dasar-dasar Perpajakan di Indonesia ".
Penyusunan makalah ini di maksudkan untuk
memenuhi tugas mata kuliah PERPAJAKAN
pada semester satu.Pada kesempatann ini saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Rosedi selaku dosen mata kuliah PERPAJAKAN
atas bimbingannya sehingga penyusuan makalah ini dapat terselsaikan.Didalam
makalah ini akan di uraikan mengenai Dasar-dasar perpajakan,mulai dari
sejarah,pengertian,ciri-ciri, fungsi,teori-teori,pengelompokan,system
pemungutan,perhitungan tarif hingga
keberatan,banding dan sanksi yang berlaku dalam perpajakan.
Saya
menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangannya.Saya mohon kritik dan
saran dari rekan-rekan ke arah kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta,21
Juni 2015
Salam
Penulis
Nurfatimah
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR
ISI........................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1
Latar belakang.............................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3
Tujuan............................................................................................ 2
1.4
Manfaat.......................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................ 4
2.1 Sejarah
Perpajakan di Indonesia.............................................. 4
2.2 Pengertian
Pajak.......................................................................... 5
2.3 Dasar-dasar
Hukum Perpajakan di Indonesia........................ 6
2.4 Teori-teori
yang Mendukung Pemungutan Pajak.................. 6
2.5 Ciri-ciri
Pajak................................................................................. 7
2.6 Fungsi
Pajak................................................................................. 8
2.7 Pengelompokan
Pajak................................................................ 9
2.8 Perbedaan
Pajak dengan Pungutan Lainnya........................ 10
2.9 Sistem
Pemungutan Pajak......................................................... 11
2.10
Tarif Pajak..................................................................................... 12
2.11
Keberatan dan Banding Dalam Perpajakan........................... 16
2.12
Sanksi Dalam Pajak.................................................................... 23
BAB
III PENUTUP................................................................................ 28
3.1
Kesimpulan..................................................................................... 28
3.2
Saran................................................................................................ 28
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................. 30
LAMPIRAN............................................................................................ 31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini pajak merupakan salah satu
sumber pemasukan kas
Negara
yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.Oleh karena itu sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan
kesejahtera bangsa.Namun tak biasa dipungkiri bahwa sulitnya Negara melakukan
pemungutan pajak,karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar
pajak merupakan suatu tantangan.Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan
memberikan peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak
(SPP).Akan tetapi masih banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar
pajak,bahkan cenderung menghindari
kewajiban tersebut.
Hal
ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan daya
pemaksaan bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum.Salah satu mekanismenya
adalah Gijzeling atau lembaga paksa
badan,keberadaan lembaga ini masih controversial,beberapa kalangan beranggapan
bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang berlebihan.Di lain
pihak muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk member efek jera
yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang nakal.Agar lebih memahami
mengenai perpajakan dalam makalah ini akan membahas mengenai Dasar-dasar
perpajakan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas maka
dapatdirumuskan masalah sebagai berikut :
A. Sejarah
perpajakan di Indonesia
B. Pengertian
pajak di Indonesia
C. Dasar-dasar
hukum Pajak di Indonesia
D. Teori-teori
yang mendukung pemungutan pajak
E. Ciri-ciri
pajak
F. Fungsi
pajak
G. Pengelompokan
pajak
H. Perbedaan
pajak dengan jenis pungutan lainya
I. Sistem
pemungutan pajak
J. Tarif
pajak
K. Apa
yang dimaksud keberatan dan banding dalam pajak ?
L. Sanksi
dalam pajak
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan makalah yang telah dipaparkan diatas,maka pembuatan makalah ini
bertujuan untuk :
A. Memenuhi
tugas mata kuliah “PERPAJAKAN”
B. Mengetahui
sejarah dan definisi perpajakan
C. Pengelompokan
pajak
D. Tata
cara penagihan pajak
E. Fungsi
pajak
F. Ciri-ciri
pajak
G. Perbedaan
pajak dengan pungutan lainya
H. Tarif
pajak
I. Keberatan
dan banding dalam pajak
J. Sanksi
dalam pajak
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah
A. Dapat
mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.
B. Meningkatkan
pengetahuan tentang perpajakan di Indonesia.
C. Dapat
mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di Indonesia.
D. Dapat
menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang perpajakan
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Sejarah Perpajakan di
Indonesia
Pada
awalnya pajak merupakan suatu upeti (pemberin secara Cuma
Cuma).Namun
sifatnya suatu kewajiban yang dpat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat ) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu,rakyat
memberikan upeti kepada raja atau penguasa berbentuk natural berupa padi,ternk,atau
hasil tanaman lainnya seperti pisang,kelapa,dan lain-lainya.Pemberian yang
dilakukan rakyat saat ini digunakan untuk keperluaan untuk keperluan dan
kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi
yang dikembalikan kepada rakyat,karena memang sifatnya hanta untuk kepentingan
sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukana raja
yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Dalam
perkembanganya sifat upeti yng diberikan oleh rakyat tidak lag hanya untuk
kepentinganraja saja,tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu
sendiri.Artinya pemberian kepada raja atau pengusaha digunakan untuk
kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat,memelihara
jalan,pembangunan jalan,pembangunan saluran air,membangun sarana sosila
lainnya,serta kepentingan umum lainnya.
Kemudian
dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada,namun ada unsur keadilan lebih
diperhatikan untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan
dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak,yang nantinya akan
dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.Di Indonesia sejak
zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang
yang mengatur mengenai pembayaran pajak.
2.2 Pengartian Pajak
A.
Menurut
Prof.DR.P.J.A.Adriani
Pajak
adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peratran,dengan tidak dapt prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjukan dan gunanya untuk membiayai pengaluaran-pegeluaran umum yang
berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan.
B.
Menurut
Rochmad Sumitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara,berdasarkan
Undang-undang
yang
dapat dipaksakan,dengan tidak mendapatkan jasa timbale balik (kontra Prestasi) yang langsung
ditunjukan untuk pengeluaran umum.
C.
Menurut
pasal 1 angka 1 UU No.16 Tahun 2009
Pajak
adalah Kontribusi wajib kepada yang terhutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara untuk keakmuran rakyat.
D.
Menurut
Remsky K.Judisseni (1997:5)
Pajak
adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa
pembangunan nasional yang pelaksanaanya diatur dalam Undang-undang dan
peraturan-peraturan untuk kesejahteraan Negara.
E.
Secara
Umum
Pajak
adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintahan dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran
rutin Negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
2.3 Dasar-Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia
Hukum
pajak adalah keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkanya kembali kepada masyarakat,dengan
melalui kas Negara.Kembalinya kepada masyarakat dapat berwujud sarana pisik
atau non pisik,yang dapat bermanfaat untuk kemakmuran rakyat.
Dalam
Naskah asli UUD 1945 pasal 23 ayat 2 mengatur :” Segala pajak untuk
Keperluan
Negara berdasarkan UU “ sedangkan dalam UUD 1945 ( hasil amandemen ) termuat
dalam pasal 23A : “Pajak adalah pungutan lain yang besifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan UU”
Beberapa UU yang mengatur tentang pajak
yaitu :
A. UU
No.7 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.36 Tahun 2008.
Tentang
Pajak Pengahasilan ( PPh).
B. UU
No.8 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.42 Tahun 2009.
Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM ).
C. UU
No.12 Tahun 1985 terakhir di ubah menjadi UU No.12 Tahun 1994
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
D. UU
No.13 Tahun 1985.
Tentang Bea Materai.
E. UU
No.28 Tahun 2009.
Tentang Pajak Daerah dan Restribusi.
2.4 Teori-teori yang Mendukung
Pemungutan Pajak
Teori-teori
pendukung pemungutan pajak diantaranya :
A.
Teori
Asuransi
Teori ini mengatakan bahwa pajak itu
ibaratkan sebagai premi yang harus dibayarkan oleh setiap orang.
B.
Teori
Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa pembagian
beban pajak harus didasarkan atas masing-masing kepentingan orang dalam tugas
pemerintahan.
C.
Teori
Gaya Pikul
Teori ini mengatakan bhwa setiap orang
wajib membayar pajak sesuai daya pikul masing-masing.
D.
Teori
Bhakti
Teori ini di sebut juga “teori kewajiban pajak mutlak “ mengatakan
bahwa pembayaran pajak merupakan tanda bhakti seseorang kepada Negara.
E.
Teori
Asas Gaya Beli
Teori
ini pajak di ibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang yang
kemudian dikembalikan kepada masyarakat melalui saluran lain.
F.
Pungutan
Pajak Menurut Pancasila
Menurut teori ini pungutan pajak
dibenarkan.Pembayaran pajak adalah pengorbanan setiap anggota keluarga untuk
kepentingan keluarga tanpa mendapati imbalan.
2.5 Ciri-ciri Pajak
Ciri-ciri yang melekat pada pajak yaitu
:
A. Iuran
rakyat ke kas Negara.
B. Pajak
dipungut berdasarkan Undang-Undang serta pelaksanaanya yang sifatnya dapat
dipaksakan.
C. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi secara langsung oleh pemerintah.
D. Pajak
dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
E. Pajak
diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,yang bila dari pemasukanya
masih terdapat surplus,dipergunakan untuk membiayai Public Investement.
F. Pajak
dapat mempunyai tujuan mengatur dan tujuan budgeter.
2.7 Fungsi Pajak
Fungsi Pajak ada 2 yaitu :
A.
Fungsi
Utama
a.
Fungsi
Penerimaan ( Budgetair )
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintahan untuk
membiayai pengeluaran pemerintahan.
Contohnya :Dimasukanya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam Negeri.
b.
Fungsi
Mengatur ( Regulered )
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintahan dalam bidang social atau ekonomi.
Contohnya:Dikenakan pajak yang tinggi
terhadap minuman keras,sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan.Dan
pajak yang tinggi dikenakan
terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
B.
Fungsi
Tambahan
a.
Fungsi
Demokrasi
Fungsi wujud system gotong royong dalam kegiatan
pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia.Fungsi demokrasi pada masa
sekarang sering dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari
pemerintahan.
Contohnya :Apabila seseorang telah
melakukan kewajiban membayar pajak kepada Negara sesuai ketentuan yang
berlaku,maka ia mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanaan yang baik dari
pemerintahan.Bila pemerintahan tidak memberikan pelayanan yang baik,pembayar
bias melakukan prots ( Complaint )
terhadap pemerintahan.
b.
Fungsi
Redistribusi
Fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat.
Contohnya :Adanya tarif progresif pada Undang-Undang pajak yang
mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar
dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih
sedikit atau kecil.
2.7 Pengelompokan Pajak
A.
Menurut
Golonganya
a.
Pajak
Langsung
Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Penghasilan.
b.
Pajak
Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai
B.
Menurut
Sifatnya
a. Pajak
Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan subjeknya,dalam
artian memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya : Pajak Penghasilan.
b. Pajak
Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya,tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya :Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
C.
Menurut
Lembaga Pemungutannya
a.
Pajak
Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dab digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contohnya : Pajak Penghasilan,Pajak
Pertambahan Nilai,Pajak Penjualan atas Barang Meawah,Pajak Bumi dan
Bangunan,dan Bea Materai.
b.
Pajak
Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari :
·
Pajak Daerah Tingkat I (
Provinsi )
Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
·
Pajak Daerah Tingkat II (
Kabupaten/Kota )
Contohnya : Pajak Hotel,Pajak
Restoran,Pajak Hiburan,Pajak Reklame dan Pajak Pembangunan Jalan.
2.8 Perbedaan Pajak Dengan Jenis
Pungutan Lainnya
A.
Retribusi
Restribusi
adalah pemungutan yang pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan
kembalinya prestasi tertentu dari pemerintah.Pungutan retribusi di Indonesia
didasarkan pada Undang-Undang No.28 Tahun 2009.
Contohnmya
: Pembayaran Uang Kuliah,karcis masuk terminal dan lainnya.
B.
Sumbangan
Sumbangan
adalah iuran kepada pihak yang menarik sumbangan,tidak dipaksakan dengantidak
mendapatkan kontra prestasi dan
digunakan untuk membiayai suatu kegiatan.
Tabel
Perbedaan Pajak,Restribusi dan Sumbangan
No
|
Jenis
|
Pembayaran Kepada
|
Dasar Hukum
|
Sifat
|
Kontra Prestrasi
|
Fungsi
|
1
|
Pajak
|
Pemerintahan Pusat dan
Daerah
|
Undang-Undang
|
Dapat dipaksakan
|
Tidak langsung
|
Membiayai
pengeluaran Negara
|
2
|
Retribusi
|
Pemerintah Daerah
|
UU Daerah
Atau PPD
|
Tidak dapat dipaksakan
|
Diterima Langsung
|
Membiayai
pengeluaran daerah
|
3
|
Sumbangan
|
Pihak yang menarik
Sumbangan
|
Tidak ada
|
Tidak dapat dipaksakan
|
Tidak dapat
|
Membiayai
Kegiatan
|
2.9 Sistem Pemungutan Pajak
A.
Official Assessment System
Suatu system pemungutan pajak dimana
aparatur pajak menetapkan sendiri jumlah terutang.Dalam menghitung dan
menetapkan pemungutan pajak,sepenuhnya berada pada aparatur pajak.
Contohnya :Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB
)
Ciri-ciri Official Assessment System :
a. Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada Fiskus.
b. Wajib
Pajak bersifat pasif
c. Utang
Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.
B.
Self Assessment System
Suatu system pemungutan pajak yang
mmberi wewenang,kepercayan
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung,memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarannya pajak
yang harus dibayar.
Contohnya : Pajak Penghasilan ( PPh )
C.
Withholding System
Suatu system pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
Contohnya : Bank memotong Pajak atas
bunga tabungan/ Deposito.
2.10 Tarif Pajak
Pemungutan
pajak tidak terlepas dari unsur keadilan,keadilan disini dapat
diartikan
dalam prinsip ( Undang-Undang ),maupun adil dalam pelaksanaannya sehingga dapat
menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan masyarakat.Salah satu unsur
untuk mencapai keadilan melalui penetapan tarif pajak,yaitu dengan memberikan
tekanan yang sama kepada wajib pajak.Tarif Pajak adalah besaranya nilai yang
digunakan untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.Jenis-jenis tariff pajak
dalam melakukan pemungutan pajak terdapat beberapa macam cara atau system
pemungutan pajak yaitu :
A.
Tarif
Pajak Proporsional ( Proportional Flat
Tax Rate )
Pengenaan pajak dengan tariff dalam
persentase tertentu,dengan tidak melihat perubahan pendapatan individu dengan
kata lain berapapun jumlah kemampuan seorang wajib pajak jumlah pengenaan
tariff pajaknya sama.
Contohnya :Jika pendapatan seorang wajib
pajak naik sebesar 100% maka jumlah pajak yang terhutang akan naik manjadi 100%
dari pajak semula.Beberapa pajak yang menggunakan tariff pajak proporsional
menurut UU No.36 Tahun 2000 pasal 26 adalah:
a. Untuk
PPh sebesar 20%
b. Untuk
PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tariff 10%
Contoh :
Jumlah Penjualan Tarif Pajak
Rp.
500.000 10% Rp. 50.000
Rp.
1.000.000 10% Rp. 100.000
Rp.
5.000.000 10% Rp. 500.000
Rp. 10.000.000 10% Rp.
1000.000
c. Untuk
PBB manggunakan tariff 0.5%
d. Untuk
PBHTB menggunakan tariff 5%
B.
Tarif
Pajak Progresfi ( Progressive Tax Rate )
Pengenaan
pajak dengan tarif meningkat degan seiring dengan peningkatan pendapatan
individu.Dengan kata lain,jumlah pedapatan yang lebih besar yang diterima oleh
wajib pajak akan diterima yang lebih besar pula.
Contohnya
: Jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik sebesar 100% maka jumlah
pajak yang terhutang menjadi naik melebihi 100%.
Tarif
Pajak Progresif terbgi menjadi 3 yaitu :
a.
Tarif
Pajak Progresfi Proporsionl
Tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan
semakin besarnya jumlah yang digunkan sebagai dasar pengenaan pajak dan
kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
b.
Tarif
Pajak Progresif Proporsional
Adanya
tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan
semakin
besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,namun kenaikan
prosentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
c.
Tarif
Pajak Progresif Degresif
Adanya tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,
Namun kenaikan prosentase untuk setiap
jumlah tertentu setiap kali menurun.
C.
Tarif
Pajak Tetap
Tarif
pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap memperhatikan
jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak.Sistem pemungutan pajak dengan tariff
tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar
pengenaan angka pajak.oeleh karena itu besaran pajak yang terhutang tetap
Contohnya
:
No
|
Dasar
Pengenan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
1
|
Rp.
5.000.000
|
Rp. 6.000
|
2
|
Rp. 7.000.000
|
Rp. 6.000
|
3
|
Rp.10.000.000
|
Rp. 6.000
|
Dalam
prakteknya tariff ini diterapkan dalam Bea Materai.
D.
Tarif
Pajak Degresif ( Degressive Tax Rate )
Tarif pemungutan yang persentasenya
semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin
besar.Sekalipun persentasenya semakin kecil,tidak berarti jumlah pajak yang
terutang menjadi kecil,tetapi bias menjadi besar karena jumlah yang dijadikan
pengenaan pajaknya juga semakin besar.Tarif ini tidak pernah digunakan dalam
praktik Perundang-Undang Perpajakan
.
Sistem pemungutan Degressive adalah menaikan
persentase pajak yang kena dan harus dibayarkan sesuai kenaikan objek
pajak,namun besarnya persentse kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke
tingkat.sistem ini mirip dengan system progresif,namun kenaikan prosentase akan
semakin kecil walaupun prosentasenya naik ( 10-18-24-28 )
Contoh
:
No
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
|
Jumlah
Pajak yang di Bayar
|
1
|
Rp.
50.000.000
|
30%
|
Rp.
15.000.000
|
2
|
Rp.
75.000.000
|
15%
|
Rp.
12.250.000
|
3
|
Rp. 100.000.000
|
10%
|
Rp.
10.000.000
|
Untuk
memudahkan pemahaman dari penentuan tariff pajak di atas di bawah ini di
sajikan table yang menerangkan penetapan tariff sebagai Berikut
No
|
Jumlah
Pendapatan yg Kena Pajak
|
Persentase
Pajak ( % )
|
|||
Proporsional
|
Progresif
|
Regresif
|
Degresif
|
||
1
|
Rp. 1.000.000
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2
|
Rp.
2.000.000
|
4
|
5
|
3,2
|
3,8
|
3
|
Rp. 3.000.000
|
4
|
6
|
2,6
|
3,5
|
4
|
Rp.
4.000.000
|
4
|
7
|
2,2
|
3,3
|
Bila
diperhitungkan dengan nilai uang maka besar pajak yang harus dibayar dalam
rupiah adalah sebagai berikut
No
|
Jumlah
Pendapatan yg Kena Pajak
|
Persentase
Pajak ( % )
|
|||
Proporsional
|
Progresif
|
Regresif
|
Degresif
|
||
1
|
Rp. 1.000.000
|
Rp. 40.000
|
Rp. 40.000
|
Rp. 40.000
|
Rp. 40.000
|
2
|
Rp. 2.000.000
|
Rp.
80.000
|
Rp.
100.000
|
Rp.
64.000
|
Rp.
76.000
|
3
|
Rp. 3.000.000
|
Rp. 120.000
|
Rp. 180.000
|
Rp. 78.000
|
Rp. 105.000
|
4
|
Rp. 4.000.000
|
Rp.
160.000
|
Rp.
280.000
|
Rp. 88.000
|
Rp.
132.000
|
Dari
penetapan tariff pajak diatas maka kita dapat menyimpulakan besar jumlah pajak
yang dibayarkan tergantung pada penggunaan system tariff pajaknya.
2.11 Keberatan dan Banding Dalam
Perpajakan
A.
Keberatan
Dalam
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan
kemungkinan
terjadi rasa kuarang atau tidak puas.Wajib pajak atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepada Wajib Pajak.Untuk mengatasi permasalahan tersebut.Wajib
Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.
Keberatan
termasuk dalam peradilan administrasi tidak murni atau disebut juga peradilan doleansi.Maksudnya dari peradilan pajak
tidak murni adalah peradilan dimana pihak yang mengadili yaiu badan atau
pejabat,termasuk sebagai pihak bersengketa.Jadi perselisihan Wajib Pajak dan
DJP seperti yang tercermin dengan adanya keberatan tersebut diputus sendiri
oleh salah satu pihak yang bersengketa yaitu
DJP.
Dengan
adanya peraturan tersebut berarti Wajib Pajak mempunyai hak untuk menolak pajak
yang terhutang yang harud dibayar,baik yang dibayar sendiri secara langsung
atau melalui pemotongn pihak lain.Keberatan yang diajukan Wajib Pajak dari
Suatu Ketetapan Pajak yang terdapat dalam Surat Tambahan,Surat Keterangan Pajak
Lebih Bayar,Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotoga oleh pihak lain.
a.
Syarat-syarat
Mengajukan Keberatan
Ø Wajib
Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak
Atas
suatu :
§ Suarat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
§ Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayat Tambahan.
§ Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
§ Surat
Ketetapan Pajak Nihil.
§ Pemotongan
atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undang perpajakan.
Ø Keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang mengemukakan jumlah pajak
terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Ø Keberatan
harus diajukan dalam jangkawaktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal surat tanggal
pemotongan atau pemungutansebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaannya.
Ø Keberatan
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaiman dimaksud dalam ayat ( 1 ) ayat ( 2 )
dan ayat ( 3 ) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
Ø Tanda
penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jendral Pajak
yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui Pos
tercatat menjadi tanda buki penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentigan
wajib Pajak.
Ø Dalam
penyelsaian keberatan Wajib Pajak diberi hak hadir untuk memberikan keterangan
atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.Apabila Wajib Pajak tidak
menggunakan hak tersebut,maka proses keberatan tetap diselesaikan.
b.
Jangka
waktu keputusan keberatan
Ø Direktur
Jendral Pajak dalam jangka waktu pang lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang
dijaukan.
Ø Keputusan
Direktur Jendral Pajak atas keberatan berupa menerima seluruhnya atau sebagian
menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
Ø Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditentukan Wajib
Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak
tersebut.
Ø Apabila
jangka waktu telah lewat dan Direktur Jendaral Pajak tidak member suatu
keputusan maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
§ Terhadap
Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan penyelesaian dalam
tingkat pertama diberikan kepada Irektur Jendral Pajak dan ketentuan batasan
waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 ( dua belas ) bulan
sejak tanggal Surata Keberatanditerima.Dengan ditetukanya batas waktu
penyelesaian keputusn atas keberatan tersebut,berarti akan diperoleh suatu
kepastian hukum bagi Wajib pajak disamping terlaksananya administrasi.
§ Wajib
Pajak membuktikan ketidak benaran ketetapan pajakan dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan.Suarat Ketetapan
Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan kerena Wajib pajak tidk menyampaikan
SPT tahunan meskipun telah ditegur secara tertulis ,atau tidak memenuhi
kewajban penyelenggaraan pembukuan,menolak untuk memberikan kesempatan kepada
pejabat pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang diandang perlu dalam
rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang.Apabila
Wjib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Surat Ketetapa Pajak secara
jabatan itu maka keberatanya ditolak.Apabila Surat Keberatan tidak memenuhi
persyaratan tidak dianggap sebgai surat keberatan.
B.
Banding
Sesuai dengan Undang-Undang No.14 tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak Pasal 1 angka 6 yaitu : “ Banding adalah upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap satu keputusan
yang dapat diajukan Banding berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan
yang berlaku “.
Dalam hal Wajib pajak masih merasa belum puas terhadap
keputusan DJP atas keberatan yang diajukan maka kepada Wajib Pajak diberikan
kesempatan untuk mengajukan banding sebagai mana diatur dalam pasal 27 Undang-undang
No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007.Pengajuan
banding tersebut ditujukan kepada Badan Peradilan Pajak yaitu Pengadilan Pajak
yang pembentukanya diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.
Banding termasuk dalam peradilan administrasi murni
maksud dari peradilan Pajak administrasi murni adalah peradilan pajak yang
dilakukan oleh suatu badan pejabat tertentu,itu tidak dalam pengaruh atau
dibawah para pihak yang bersengketa.Dalam hal Wajib Pajak mengajkan
Banding,jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 ( satu ) bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Bading.
a.
Syarat-syarat
mengajukan banding
Adapun syarat mengajukan banding yang
harus dipenuhi Wajib Pajak
diatur
dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yaitu :
Ø Pasal 35
§ Banding
diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
§ Banding
diajukan dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal diterima keputusan
yang disbanding,kecuali diatur lain dalam peraturan Perundang-Undang
Perpajakan.
§ Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) tidak mengikat apabila jangka waktu
dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.
Ø Pasal 36
§ Terhadap
1 ( satu ) Keputusan diajukan 1 ( satu )
Surat Banding.
§ Banding
diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal
diterima surat keputusan ang disbanding.
§ Pada
surat Banding dilampirkan salian Keputusan yang disbanding dan ayat ( 3 ) serta pasal 35,dalam hal
Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang.Banding hanya
dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
( lima puluh persen ).
b.
Hak-hak
Pemohon Banding
Ø Pemohin
banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak diterima
keputusan yang disbanding.
Ø Pemohon
Banding dapat memasuki Surat Bantahan dalam jangka 30 ( tiga puluh ) hari sejak
tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding.
Ø Pemohon
dapat hadir dalam siding terbuka guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti
yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Pengadilan Pajak.
Ø Dapat
hadir dalam siding terbuka untuk Pembacaan Putusan.
Ø Daapat
didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat izin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
Ø Dapat
meminta kepada Majelis kehadiran sanksi.
c.
Pembuktian
Dalam penyelesaian suatu sengketa harus
didukung dengan bukti-bukti
yang
sah.Alat bukti dapat berupa :
Ø Surat
atau tulisan sebagai alat bukti.
Surat
atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
§ Surat
Keputusan atau Surat Ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
§ Surat
surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding
§ Alat
bukti berupa foto copy,rekaman,film,disket,kaset,faksimili
Teleks,keluararan cetek ( Print Out) atau
tanda terima.
Ø Pengakuan
para pihak.
Tifak dapat ditarik kembali,kecuali
berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh anggota siding.
Ø Keterangan
saksi.
Dianggap sebagai alat bukti apabila
keterangan itu berkenan dengan hal yang dialami,dilihat atau didengar sendiri
oleh saksi.
Ø Keterangan
ahli.
Pendapat orang yang diberikan dibawah
sumpah dala persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengelaman dan
pengetahuannya.
d.
Jenis-jenis
Pemeriksaan di Pengadilan Pajak
Ø Pemeriksaan dengan Acara Biasa
dilakukan terhadap :
Surat
Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal
§ Surat Banding diajukan masih dalam
tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang dibanding diterima.
§ Pajak Terutang telah dibayar sebesar
50%, dengan melampirkan bukti pelunasan.
Ø Pemeriksaan dengan Acara Cepat
dilakukan terhadap :
§ Sengketa Pajak Tertentu.
§ Sengketa Pajak yang keputusannya
tidak diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, sejak banding diterima.
e.
Dasar
Pengembalian Keputusan
Ø Putusan di Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan:
§ Hasil penilaian pembuktian
§ Peraturan perundang-undangan
perpajakan yang bersangkutan
§ Keyakinan anggota sidang
Ø Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh ketua Sidang, dan apabila dalam
musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara
terbanyak.
f. Jenis
Putusan
Putusan
Pengadilan Pajak dapat berupa :
Ø Menolak
Ø Mengabulkan Sebagian
Ø Mengabulkan seluruhnya
Ø Menambah pajak yang harus dibayar
Ø Tidak dapat diterima
Ø Membetulkan salah tulis dan/atau
salah hitung
Putusan di Pengadilan Pajak
merupakan putusan akhir yang bersifat tetap (final), dan bukan merupakan
keputusan Tata Usaha Negara. Dan putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Jadi
Wajib Pajak dapat mencari keadilan dibidang perpajakan melalui Keberatan di DJP
dan Banding di Pengadilan Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dan
sebaiknya Pengadilan Pajak lebih mensosialisasikan keberadaannya terhadap
masyarakat luas karena banyak masyarakat terutama Wajib Pajak belum memahami
fungsi Pengadilan Pajak
2.12 Sanksi Dalam Pajak
Pengetahuan tentang sanksi dalam
perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self
assessment system dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak.Berdasarkan
sistem ini,Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor,dan
melaporkan pajaknya sendiri.Untuk dapat menjalankannya dengan baik,maka setiap
Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak,baik dari segi peraturan maupun teknis
administrasinya.Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang
diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU
Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis,pajak
memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak
dilaksanakan,maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi.Konsekuensi hukum
tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya,pengenaan sanksi
perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya,penting bagi Wajib Pajak
memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari
apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.Untuk dapat memberikan gambaran
mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi
perpajakan,di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan
dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan
1.
Sanksi
Administrasi
yang terdiri dari:
Ø Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi
yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.Terkait besarannya denda dapat
ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu atau suatu
angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran sanksi
denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana Pelanggaran yang juga dikenai
sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.Untuk
mengetahui labih lanjut dalam lampiran
Tabel 1 Dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa
denda,bentuk pengenaan denda,dan besarnya denda.
Ø Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi
administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang
pajak menjadi lebih besar.Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari suatu jumlah,mulai dari saat bunga itu menjadi hak atau kewajiban sampai
dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat
beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak.Penghitungan
bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga).Sementara,sanksi
bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya
bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak atau kurang dibayar.Tetapi,dalam
hal Wajib Pajak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang
terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan,maka sanksi bunga
tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan
lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan
perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh.Dengan kata lain,bagian
dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara
harian.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi
bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak.Dapat dilihat dalam lampiran table 2.
Ø Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika
melihat bentuknya,bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi
yang paling ditakuti oleh wajib Pajak.Hal ini karena bila dikenakan sanksi
tersebut,jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.Sanksi
berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari
jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya,sanksi
kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan
informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.Untuk
lebih jelasnya,hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan
besarnya kenaikan dapat dilihat dalam lampiran
tabel 3.
2.
Sanksi Pidana
Kita sering
mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.Dalam perpajakan pun
dikenai adanya sanksi pidana.UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya.Pengenaan
sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak.
Namun,pemerintah
masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak,yaitu
bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB
tidak dikenai sanksi pidana,tetapi dikenai sanksi administrasi.Pelanggaran
Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap,atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan
karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.Sehubungan dengan itu,di
bidang perpajakan,tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan,yaitu tidak
sengaja,lalai,tidak hati-hati,atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.Sedangkan tindak kejahatan
adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,tindak pidana di bidang perpajakan
tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka
waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak,berakhirnya masa
pajak,berakhirnya bagian tahun pajak,atau berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan
daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan
jumlah pajak yang terutang,yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia,ketentuan
mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum
pajak format.Namun,dalam UU Perpajakan lainnya,dapat juga diatur sanksi pidana.Sanksi
pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda,walaupun tidak
selalu ada.Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya
dapat juga dilihat pada lampiran table 1.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa pajak adalah pembayaran yang dilakukan rakyat,dan
merupakan sumber dana untuk pembangunan.Dasar hukum perpajakan termuat dalam
UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 23A.Ciri utama yang melekat padapajak yaitu
bersifat memaksa dan tidak adanya kontra prestasi secara langsung dari
pemerintah.Selain itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan.Dalam penetapan besaran pajak harus sesuai dengan
pancasila.Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun
beraneka ragam.Tarif pajak berbeda tergantung dasar yang digunakan.Pengelompokan pajak menurut
golonganya ada pajakk langsung dan tidak langsung,berdasarkan sifatnya ada
pajak subjektif dan objektif,berdasarkan lembaga pemungutannya ada pajak pusat
dan daerah.
Dalam pelaksanaan ketentuan
peraturan Perundang-Undang perpajakan pasti terjadi rasa kurang puas atau tidak
puas,dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.Jika Wajib
Pajak masih merasa belum puas atas keberatan yang diajukan akan diberikan
kesempatan untuk mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak
yaituPengadilan Pajak.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan
kepatuhan terhadap Wajib Pajak,diterapkan Sanksi-sanksi berupa,sanksi Pidana
disertai dengan sanksi administrasi berupa denda.
3.2 Saran
Setelah mempelajari materi ini hendaklah kita sadar akan
kewajiban kita untuk membayar pajak,agar pembangunan dapat terus berjalan. Penghasilan negara terbesar negara kita Indonesia
adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan
pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh
rakyat.Selain itu para Wajib Pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
bangsa Indonesia.Sudah seharusnya
kita sebagai warga Negara Indonesia harus memahami perpjaka serta tarif pajak
yang berlaku di Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.
Daftar Pustaka
1. ardiasmo,Perpajakan,Edisi Revisi Tahun 2001,Yayasan Badan Penerbit Andi
yogyakarta,Yogyakarta 2001.
3. Handoko, Rukiah. Pengantar Hukum
Pajak:Seri Buku Ajar.Depok:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.
4. Indonesia,Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Indonesia,Undang-Undang tentang
Pengadilan Pajak, No.14 Tahun 2002.
No comments:
Post a Comment