Bantu Kami Share Info Menarik dan Dapatkan Rp350.00 per Kunjungannya Menarik Mudah dan Asik Kunjungi 8Share.co.id

Makalah Perpajakan

Wednesday, 18 November 2015

Silahkan Download Makalahnya


Contoh Makalah Tentang Perpajakan


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelsaikan tugas makalah PERPAJAKAN yang berjudul "Dasar-dasar Perpajakan di Indonesia ".

Penyusunan makalah ini di maksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah PERPAJAKAN pada semester satu.Pada kesempatann ini saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosedi selaku dosen mata kuliah PERPAJAKAN atas bimbingannya sehingga penyusuan makalah ini dapat terselsaikan.Didalam makalah ini akan di uraikan mengenai Dasar-dasar perpajakan,mulai dari sejarah,pengertian,ciri-ciri, fungsi,teori-teori,pengelompokan,system pemungutan,perhitungan tarif hingga  keberatan,banding dan sanksi yang berlaku dalam perpajakan.

Saya menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya.Saya mohon  kritik dan saran dari rekan-rekan ke arah kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan pembaca pada umumnya.



Jakarta,21 Juni 2015
Salam Penulis

Nurfatimah



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1   Latar belakang.............................................................................. 1
1.2   Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3   Tujuan............................................................................................ 2
1.4   Manfaat.......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 4
2.1   Sejarah Perpajakan di Indonesia.............................................. 4
2.2   Pengertian Pajak.......................................................................... 5
2.3   Dasar-dasar Hukum Perpajakan di Indonesia........................ 6
2.4   Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak.................. 6
2.5   Ciri-ciri Pajak................................................................................. 7
2.6   Fungsi Pajak................................................................................. 8
2.7   Pengelompokan Pajak................................................................ 9
2.8   Perbedaan Pajak dengan Pungutan Lainnya........................ 10
2.9   Sistem Pemungutan Pajak......................................................... 11
2.10 Tarif Pajak..................................................................................... 12
2.11 Keberatan dan Banding Dalam Perpajakan........................... 16
2.12 Sanksi Dalam Pajak.................................................................... 23
BAB III PENUTUP................................................................................ 28
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 28
3.2 Saran................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 30
LAMPIRAN............................................................................................ 31



 BAB I
PENDAHULUAN

             1.1     Latar Belakang

Dewasa ini pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas
Negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.Oleh karena itu sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahtera bangsa.Namun tak biasa dipungkiri bahwa sulitnya Negara melakukan pemungutan pajak,karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan.Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP).Akan tetapi masih banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak,bahkan cenderung  menghindari kewajiban tersebut.
           
Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan daya pemaksaan bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum.Salah satu mekanismenya adalah Gijzeling atau lembaga paksa badan,keberadaan lembaga ini masih controversial,beberapa kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang berlebihan.Di lain pihak muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk member efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang nakal.Agar lebih memahami mengenai perpajakan dalam makalah ini akan membahas mengenai Dasar-dasar perpajakan di Indonesia.



             1.2     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka
dapatdirumuskan masalah sebagai berikut :
A.   Sejarah perpajakan di Indonesia
B.   Pengertian pajak di Indonesia
C.   Dasar-dasar hukum Pajak di Indonesia
D.   Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak
E.   Ciri-ciri pajak
F.    Fungsi pajak
G.   Pengelompokan pajak
H.   Perbedaan pajak dengan jenis pungutan lainya
I.      Sistem pemungutan pajak
J.    Tarif pajak
K.   Apa yang dimaksud keberatan dan banding dalam pajak ?
L.    Sanksi dalam pajak

             1.3     Tujuan

Berdasarkan rumusan makalah yang telah dipaparkan diatas,maka pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
A.   Memenuhi tugas mata kuliah “PERPAJAKAN”
B.   Mengetahui sejarah dan definisi perpajakan
C.   Pengelompokan pajak
D.   Tata cara penagihan pajak
E.   Fungsi pajak
F.    Ciri-ciri pajak
G.   Perbedaan pajak dengan pungutan lainya
H.   Tarif pajak
I.      Keberatan dan banding dalam pajak
J.    Sanksi dalam pajak



                     1.4     Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah
A.   Dapat mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.
B.   Meningkatkan pengetahuan tentang perpajakan di Indonesia.
C.   Dapat mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di Indonesia.
D.   Dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang perpajakan



BAB II
PEMBAHASAAN
             2.1     Sejarah Perpajakan di Indonesia

Pada awalnya pajak merupakan suatu upeti (pemberin secara Cuma
Cuma).Namun sifatnya suatu kewajiban yang dpat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat ) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu,rakyat memberikan upeti kepada raja atau penguasa berbentuk natural berupa padi,ternk,atau hasil tanaman lainnya seperti pisang,kelapa,dan lain-lainya.Pemberian yang dilakukan rakyat saat ini digunakan untuk keperluaan untuk keperluan dan kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat,karena memang sifatnya hanta untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukana raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.       

Dalam perkembanganya sifat upeti yng diberikan oleh rakyat tidak lag hanya untuk kepentinganraja saja,tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri.Artinya pemberian kepada raja atau pengusaha digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat,memelihara jalan,pembangunan jalan,pembangunan saluran air,membangun sarana sosila lainnya,serta kepentingan umum lainnya.

Kemudian dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa  tetap ada,namun ada unsur keadilan lebih diperhatikan untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak,yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.Di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak.




             2.2     Pengartian Pajak

A.   Menurut Prof.DR.P.J.A.Adriani
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peratran,dengan tidak dapt prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan dan gunanya untuk membiayai pengaluaran-pegeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan.

B.   Menurut Rochmad Sumitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara,berdasarkan Undang-undang
yang dapat dipaksakan,dengan tidak mendapatkan jasa timbale balik (kontra Prestasi) yang langsung ditunjukan untuk pengeluaran umum.

C.   Menurut pasal 1 angka 1 UU No.16 Tahun 2009
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara untuk keakmuran rakyat.

D.   Menurut Remsky K.Judisseni (1997:5)
Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaanya diatur dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan untuk kesejahteraan Negara.

E.   Secara Umum
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintahan dari masyarakat       (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin Negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.



             2.3      Dasar-Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia

Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkanya kembali kepada masyarakat,dengan melalui kas Negara.Kembalinya kepada masyarakat dapat berwujud sarana pisik atau non pisik,yang dapat bermanfaat untuk kemakmuran rakyat.

Dalam Naskah asli UUD 1945 pasal 23 ayat 2 mengatur :” Segala pajak untuk
Keperluan Negara berdasarkan UU “ sedangkan dalam UUD 1945 ( hasil amandemen ) termuat dalam pasal 23A : “Pajak adalah pungutan lain yang besifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan UU”

Beberapa UU yang mengatur tentang pajak yaitu :
A.   UU No.7 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.36 Tahun 2008.
 Tentang Pajak Pengahasilan ( PPh).
B.   UU No.8 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.42 Tahun 2009.
Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM ).
C.   UU No.12 Tahun 1985 terakhir di ubah menjadi UU No.12 Tahun 1994
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
D.   UU No.13 Tahun 1985.
Tentang Bea Materai.
E.   UU No.28 Tahun 2009.
Tentang Pajak Daerah dan Restribusi.

             2.4     Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Teori-teori pendukung pemungutan pajak diantaranya :

A.   Teori Asuransi
Teori ini mengatakan bahwa pajak itu ibaratkan sebagai premi yang harus dibayarkan oleh setiap orang.
B.   Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa pembagian beban pajak harus didasarkan atas masing-masing kepentingan orang dalam tugas pemerintahan.

C.   Teori Gaya Pikul
Teori ini mengatakan bhwa setiap orang wajib membayar pajak sesuai daya pikul masing-masing.

D.   Teori Bhakti
Teori ini di sebut juga “teori kewajiban pajak mutlak “ mengatakan bahwa pembayaran pajak merupakan tanda bhakti seseorang kepada Negara.

E.   Teori Asas Gaya Beli
Teori ini pajak di ibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang yang kemudian dikembalikan kepada masyarakat melalui saluran lain.

F.    Pungutan Pajak Menurut Pancasila
Menurut teori ini pungutan pajak dibenarkan.Pembayaran pajak adalah pengorbanan setiap anggota keluarga untuk kepentingan keluarga tanpa mendapati imbalan.
             2.5     Ciri-ciri Pajak
Ciri-ciri yang melekat pada pajak yaitu :
A.   Iuran rakyat ke kas Negara.
B.   Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan.
C.   Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi secara langsung oleh pemerintah.
D.   Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
E.   Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,yang bila dari pemasukanya masih terdapat surplus,dipergunakan untuk membiayai Public Investement.
F.    Pajak dapat mempunyai tujuan mengatur dan tujuan budgeter.

             2.7     Fungsi Pajak
Fungsi Pajak ada 2 yaitu :

A.   Fungsi Utama

                              a.      Fungsi Penerimaan ( Budgetair )
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintahan untuk membiayai pengeluaran pemerintahan.
Contohnya          :Dimasukanya pajak dalam APBN sebagai penerimaan      dalam Negeri.

                              b.      Fungsi Mengatur ( Regulered )
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan dalam bidang social atau ekonomi.
Contohnya:Dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras,sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan.Dan pajak yang tinggi dikenakan
terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

B.   Fungsi Tambahan

                              a.      Fungsi Demokrasi
Fungsi wujud system gotong royong dalam kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia.Fungsi demokrasi pada masa sekarang sering dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari pemerintahan.
Contohnya :Apabila seseorang telah melakukan kewajiban membayar pajak kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku,maka ia mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanaan yang baik dari pemerintahan.Bila pemerintahan tidak memberikan pelayanan yang baik,pembayar bias melakukan prots ( Complaint ) terhadap pemerintahan.

                              b.      Fungsi Redistribusi
Fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
Contohnya :Adanya tarif progresif pada Undang-Undang pajak yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit atau kecil.

             2.7     Pengelompokan Pajak

A.   Menurut Golonganya

                              a.      Pajak Langsung
Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Penghasilan.

                              b.      Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai

B.   Menurut Sifatnya

a.    Pajak Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan subjeknya,dalam artian memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya : Pajak Penghasilan.

b.    Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya,tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya :Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

C.   Menurut Lembaga Pemungutannya

a.    Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dab digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contohnya : Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai,Pajak Penjualan atas Barang Meawah,Pajak Bumi dan Bangunan,dan Bea Materai.

b.    Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari :

·         Pajak Daerah Tingkat I ( Provinsi )
Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
·         Pajak Daerah Tingkat II ( Kabupaten/Kota )
Contohnya : Pajak Hotel,Pajak Restoran,Pajak Hiburan,Pajak Reklame dan Pajak Pembangunan Jalan.

             2.8     Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya

A.   Retribusi
Restribusi adalah pemungutan yang pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi tertentu dari pemerintah.Pungutan retribusi di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No.28 Tahun 2009.
Contohnmya : Pembayaran Uang Kuliah,karcis masuk terminal dan lainnya.



B.   Sumbangan
Sumbangan adalah iuran kepada pihak yang menarik sumbangan,tidak dipaksakan dengantidak mendapatkan kontra prestasi dan digunakan untuk membiayai suatu kegiatan.

Tabel Perbedaan Pajak,Restribusi dan Sumbangan
No
Jenis
Pembayaran Kepada
Dasar Hukum
Sifat
Kontra Prestrasi
Fungsi
1
Pajak 
Pemerintahan Pusat  dan
Daerah
Undang-Undang
Dapat dipaksakan
Tidak langsung
Membiayai pengeluaran Negara
2
Retribusi
Pemerintah Daerah
UU Daerah
Atau PPD
Tidak dapat dipaksakan
Diterima Langsung
Membiayai pengeluaran daerah
3
Sumbangan
Pihak yang menarik Sumbangan
Tidak ada
Tidak dapat dipaksakan
Tidak dapat
Membiayai Kegiatan


             2.9     Sistem Pemungutan Pajak

A.   Official Assessment System
Suatu system pemungutan pajak dimana aparatur pajak menetapkan sendiri jumlah terutang.Dalam menghitung dan menetapkan pemungutan pajak,sepenuhnya berada pada aparatur pajak.
Contohnya :Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Ciri-ciri Official Assessment System :
a.    Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada Fiskus.
b.    Wajib Pajak bersifat pasif
c.    Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.

B.   Self Assessment System
Suatu system pemungutan pajak yang mmberi wewenang,kepercayan
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarannya pajak yang harus dibayar.
Contohnya : Pajak Penghasilan ( PPh )

C.   Withholding System
Suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
Contohnya : Bank memotong Pajak atas bunga tabungan/ Deposito.

           2.10   Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan,keadilan disini dapat 
diartikan dalam prinsip ( Undang-Undang ),maupun adil dalam pelaksanaannya sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan masyarakat.Salah satu unsur untuk mencapai keadilan melalui penetapan tarif pajak,yaitu dengan memberikan tekanan yang sama kepada wajib pajak.Tarif Pajak adalah besaranya nilai yang digunakan untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.Jenis-jenis tariff pajak dalam melakukan pemungutan pajak terdapat beberapa macam cara atau system pemungutan pajak yaitu :

A.   Tarif Pajak Proporsional ( Proportional Flat Tax Rate )
Pengenaan pajak dengan tariff dalam persentase tertentu,dengan tidak melihat perubahan pendapatan individu dengan kata lain berapapun jumlah kemampuan seorang wajib pajak jumlah pengenaan tariff pajaknya sama.
Contohnya :Jika pendapatan seorang wajib pajak naik sebesar 100% maka jumlah pajak yang terhutang akan naik manjadi 100% dari pajak semula.Beberapa pajak yang menggunakan tariff pajak proporsional menurut UU No.36 Tahun 2000 pasal 26 adalah:
a.    Untuk PPh sebesar 20%
b.    Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tariff 10%
Contoh :
Jumlah Penjualan         Tarif                Pajak
Rp.      500.000               10%                Rp.     50.000
Rp.   1.000.000               10%                Rp.   100.000
Rp.   5.000.000               10%                Rp.   500.000
Rp. 10.000.000               10%                Rp. 1000.000
c.    Untuk PBB manggunakan tariff 0.5%
d.    Untuk PBHTB menggunakan tariff 5%

B.   Tarif Pajak Progresfi ( Progressive Tax Rate )
Pengenaan pajak dengan tarif meningkat degan seiring dengan peningkatan pendapatan individu.Dengan kata lain,jumlah pedapatan yang lebih besar yang diterima oleh wajib pajak akan diterima yang lebih besar pula.
Contohnya : Jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik sebesar 100% maka jumlah pajak yang terhutang menjadi naik melebihi 100%.
Tarif Pajak Progresif terbgi menjadi 3 yaitu :

                              a.      Tarif Pajak Progresfi Proporsionl
Tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunkan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

                              b.      Tarif Pajak Progresif Proporsional
Adanya tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan
semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,namun kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.

                              c.      Tarif Pajak Progresif Degresif
Adanya tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,
Namun kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.

C.   Tarif Pajak Tetap
Tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap memperhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.Sistem pemungutan pajak dengan tariff tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar pengenaan angka pajak.oeleh karena itu besaran pajak yang terhutang tetap
Contohnya :

No
Dasar Pengenan Pajak
Tarif Pajak
1
Rp.  5.000.000
Rp. 6.000
2
Rp.  7.000.000
Rp. 6.000
3
Rp.10.000.000
Rp. 6.000

Dalam prakteknya tariff ini diterapkan dalam Bea Materai.

D.   Tarif Pajak Degresif ( Degressive Tax Rate )
Tarif pemungutan yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.Sekalipun persentasenya semakin kecil,tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil,tetapi bias menjadi besar karena jumlah yang dijadikan pengenaan pajaknya juga semakin besar.Tarif ini tidak pernah digunakan dalam praktik Perundang-Undang Perpajakan
.
Sistem pemungutan Degressive adalah menaikan persentase pajak yang kena dan harus dibayarkan sesuai kenaikan objek pajak,namun besarnya persentse kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke tingkat.sistem ini mirip dengan system progresif,namun kenaikan prosentase akan semakin kecil walaupun prosentasenya naik ( 10-18-24-28 )
                 
Contoh :

No
Dasar Pengenaan Pajak
Tarif
Jumlah Pajak yang di Bayar
1
Rp.   50.000.000
30%
Rp.   15.000.000
2
Rp.   75.000.000
15%
Rp.   12.250.000
3
Rp. 100.000.000
10%
Rp.   10.000.000

Untuk memudahkan pemahaman dari penentuan tariff pajak di atas di bawah ini di sajikan table yang menerangkan penetapan tariff sebagai Berikut

No
Jumlah Pendapatan  yg Kena Pajak
Persentase Pajak ( % )
Proporsional
Progresif
Regresif
Degresif
1
Rp. 1.000.000
4
4
4
4
2
Rp. 2.000.000
4
5
3,2
3,8
3
Rp. 3.000.000
4
6
2,6
3,5
4
Rp. 4.000.000
4
7
2,2
3,3

Bila diperhitungkan dengan nilai uang maka besar pajak yang harus dibayar dalam rupiah adalah sebagai berikut

No
Jumlah Pendapatan  yg Kena Pajak
Persentase Pajak ( % )
Proporsional
Progresif
Regresif
Degresif
1
Rp. 1.000.000
Rp.   40.000
Rp.   40.000
Rp.   40.000
Rp.   40.000
2
Rp. 2.000.000
Rp.   80.000
Rp.  100.000
Rp.   64.000
Rp.   76.000
3
Rp. 3.000.000
Rp.  120.000
Rp.  180.000
Rp.  78.000
Rp.  105.000
4
Rp. 4.000.000
Rp.  160.000
Rp.  280.000
Rp.  88.000
Rp.  132.000

Dari penetapan tariff pajak diatas maka kita dapat menyimpulakan besar jumlah pajak yang dibayarkan tergantung pada penggunaan system tariff pajaknya.

   2.11   Keberatan dan Banding Dalam Perpajakan

A.   Keberatan
Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan


kemungkinan terjadi rasa kuarang atau tidak puas.Wajib pajak atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak.Untuk mengatasi permasalahan tersebut.Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.

Keberatan termasuk dalam peradilan administrasi tidak murni atau disebut juga peradilan doleansi.Maksudnya dari peradilan pajak tidak murni adalah peradilan dimana pihak yang mengadili yaiu badan atau pejabat,termasuk sebagai pihak bersengketa.Jadi perselisihan Wajib Pajak dan DJP seperti yang tercermin dengan adanya keberatan tersebut diputus sendiri oleh salah satu pihak yang bersengketa yaitu DJP.

Dengan adanya peraturan tersebut berarti Wajib Pajak mempunyai hak untuk menolak pajak yang terhutang yang harud dibayar,baik yang dibayar sendiri secara langsung atau melalui pemotongn pihak lain.Keberatan yang diajukan Wajib Pajak dari Suatu Ketetapan Pajak yang terdapat dalam Surat Tambahan,Surat Keterangan Pajak Lebih Bayar,Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotoga oleh pihak lain.

a.    Syarat-syarat Mengajukan Keberatan

Ø  Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak
Atas suatu :
§  Suarat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
§  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayat Tambahan.
§  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
§  Surat Ketetapan Pajak Nihil.
§  Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan.
Ø  Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Ø  Keberatan harus diajukan dalam jangkawaktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal surat tanggal pemotongan atau pemungutansebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
Ø  Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaiman dimaksud dalam ayat ( 1 ) ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
Ø  Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jendral Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui Pos tercatat menjadi tanda buki penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentigan wajib Pajak.
Ø  Dalam penyelsaian keberatan Wajib Pajak diberi hak hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut,maka proses keberatan tetap diselesaikan.

b.    Jangka waktu keputusan keberatan

Ø  Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu pang lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang dijaukan.
Ø  Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan berupa menerima seluruhnya atau sebagian menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
Ø  Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditentukan Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut.
Ø  Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jendaral Pajak tidak member suatu keputusan maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
§  Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Irektur Jendral Pajak dan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak  ditetapkan paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal Surata Keberatanditerima.Dengan ditetukanya batas waktu penyelesaian keputusn atas keberatan tersebut,berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib pajak disamping terlaksananya administrasi.
§  Wajib Pajak membuktikan ketidak benaran ketetapan pajakan dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan.Suarat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan kerena Wajib pajak tidk menyampaikan SPT tahunan meskipun telah ditegur secara tertulis ,atau tidak memenuhi kewajban penyelenggaraan pembukuan,menolak untuk memberikan kesempatan kepada pejabat pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang diandang perlu dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang.Apabila Wjib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Surat Ketetapa Pajak secara jabatan itu maka keberatanya ditolak.Apabila Surat Keberatan tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebgai surat keberatan.

B.   Banding

Sesuai dengan Undang-Undang No.14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak Pasal 1 angka 6 yaitu : “ Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap satu keputusan yang dapat diajukan Banding berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku “.

Dalam hal Wajib pajak masih merasa belum puas terhadap keputusan DJP atas keberatan yang diajukan maka kepada Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding sebagai mana diatur dalam pasal 27 Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007.Pengajuan banding tersebut ditujukan kepada Badan Peradilan Pajak yaitu Pengadilan Pajak yang pembentukanya diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Banding termasuk dalam peradilan administrasi murni maksud dari peradilan Pajak administrasi murni adalah peradilan pajak yang dilakukan oleh suatu badan pejabat tertentu,itu tidak dalam pengaruh atau dibawah para pihak yang bersengketa.Dalam hal Wajib Pajak mengajkan Banding,jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 ( satu ) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Bading.

a.    Syarat-syarat mengajukan banding

Adapun syarat mengajukan banding yang harus dipenuhi Wajib Pajak
diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yaitu :

Ø  Pasal 35
§  Banding diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
§  Banding diajukan dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang disbanding,kecuali diatur lain dalam peraturan Perundang-Undang Perpajakan.
§  Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

Ø  Pasal 36
§  Terhadap 1 ( satu ) Keputusan diajukan  1 ( satu ) Surat Banding.
§  Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan ang disbanding.
§  Pada surat Banding dilampirkan salian Keputusan yang disbanding dan ayat ( 3 ) serta pasal 35,dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang.Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% ( lima puluh persen ).
b.    Hak-hak Pemohon Banding

Ø  Pemohin banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak diterima keputusan yang disbanding.
Ø  Pemohon Banding dapat memasuki Surat Bantahan dalam jangka 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding.
Ø  Pemohon dapat hadir dalam siding terbuka guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Pengadilan Pajak.
Ø  Dapat hadir dalam siding terbuka untuk Pembacaan Putusan.
Ø  Daapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat izin Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
Ø  Dapat meminta kepada Majelis kehadiran sanksi.

c.    Pembuktian

Dalam penyelesaian suatu sengketa harus didukung dengan bukti-bukti
yang sah.Alat bukti dapat berupa :

Ø  Surat atau tulisan sebagai alat bukti.
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
§  Surat Keputusan atau Surat Ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
§  Surat surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding
§  Alat bukti berupa foto copy,rekaman,film,disket,kaset,faksimili
Teleks,keluararan cetek ( Print Out) atau tanda terima.
Ø  Pengakuan para pihak.
Tifak dapat ditarik kembali,kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh anggota siding.
Ø  Keterangan saksi.
Dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenan dengan hal yang dialami,dilihat atau didengar sendiri oleh saksi.

Ø  Keterangan ahli.
Pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dala persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengelaman dan pengetahuannya.

d.    Jenis-jenis Pemeriksaan di Pengadilan Pajak

Ø  Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan terhadap :

Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal
§  Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang dibanding diterima.
§  Pajak Terutang telah dibayar sebesar 50%, dengan melampirkan bukti pelunasan.
Ø  Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap :
§  Sengketa Pajak Tertentu.
§  Sengketa Pajak yang keputusannya tidak diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, sejak banding diterima.

e.    Dasar Pengembalian Keputusan

Ø  Putusan di Pengadilan Pajak diambil berdasarkan:
§  Hasil penilaian pembuktian
§  Peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan
§  Keyakinan anggota sidang
Ø  Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh ketua Sidang, dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.

f.     Jenis Putusan

Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :
Ø  Menolak
Ø  Mengabulkan Sebagian
Ø  Mengabulkan seluruhnya
Ø  Menambah pajak yang harus dibayar
Ø  Tidak dapat diterima
Ø  Membetulkan salah tulis dan/atau salah hitung
Putusan di Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang bersifat tetap (final), dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. Dan putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Jadi Wajib Pajak dapat mencari keadilan dibidang perpajakan melalui Keberatan di DJP dan Banding di Pengadilan Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dan sebaiknya Pengadilan Pajak lebih mensosialisasikan keberadaannya terhadap masyarakat luas karena banyak masyarakat terutama Wajib Pajak belum memahami fungsi Pengadilan Pajak

   2.12   Sanksi Dalam Pajak

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka  pelaksanaan pemungutan pajak.Berdasarkan sistem ini,Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor,dan melaporkan pajaknya sendiri.Untuk dapat menjalankannya dengan baik,maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak,baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya.Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.

Dari sudut pandang yuridis,pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan,maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi.Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.

Pada hakikatnya,pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya,penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan,di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan
1.    Sanksi Administrasi yang terdiri dari:

Ø  Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.Untuk mengetahui labih lanjut dalam lampiran Tabel 1 Dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda,bentuk pengenaan denda,dan besarnya denda.

        Ø  Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar.Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah,mulai dari saat bunga itu menjadi hak atau kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak.Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga).Sementara,sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak atau kurang dibayar.Tetapi,dalam hal Wajib Pajak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan,maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh.Dengan kata lain,bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak.Dapat dilihat dalam  lampiran table 2.
Ø  Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya,bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak.Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut,jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya,sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.Untuk lebih jelasnya,hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam lampiran tabel 3.

2.    Sanksi Pidana

Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana.UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya.Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Namun,pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak,yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana,tetapi dikenai sanksi administrasi.Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.Sehubungan dengan itu,di bidang perpajakan,tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan,yaitu tidak sengaja,lalai,tidak hati-hati,atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak,berakhirnya masa pajak,berakhirnya bagian tahun pajak,atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang,yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.

Dalam UU Perpajakan Indonesia,ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format.Namun,dalam UU Perpajakan lainnya,dapat juga diatur sanksi pidana.Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda,walaupun tidak selalu ada.Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada lampiran table 1.



BAB III
PENUTUP
             3.1     Kesimpulan

Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pajak adalah  pembayaran yang dilakukan rakyat,dan merupakan sumber dana untuk pembangunan.Dasar hukum perpajakan termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 23A.Ciri utama yang melekat padapajak yaitu bersifat memaksa dan tidak adanya kontra prestasi secara langsung dari pemerintah.Selain itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan.Dalam penetapan besaran pajak harus sesuai dengan pancasila.Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun beraneka ragam.Tarif pajak berbeda tergantung dasar yang digunakan.Pengelompokan pajak menurut golonganya ada pajakk langsung dan tidak langsung,berdasarkan sifatnya ada pajak subjektif dan objektif,berdasarkan lembaga pemungutannya ada pajak pusat dan daerah.

Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan Perundang-Undang perpajakan pasti terjadi rasa kurang puas atau tidak puas,dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.Jika Wajib Pajak masih merasa belum puas atas keberatan yang diajukan akan diberikan kesempatan untuk mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak yaituPengadilan Pajak.
     
      Upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan terhadap Wajib Pajak,diterapkan Sanksi-sanksi berupa,sanksi Pidana disertai dengan sanksi administrasi berupa denda.

             3.2     Saran

Setelah mempelajari materi ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk membayar pajak,agar pembangunan dapat terus berjalan. Penghasilan negara terbesar negara kita Indonesia adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat.Selain itu para Wajib Pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.Sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus memahami perpjaka serta tarif pajak yang berlaku di Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga  Negara yang taat terhadap pajak.



Daftar Pustaka

1.    ardiasmo,Perpajakan,Edisi Revisi Tahun 2001,Yayasan Badan Penerbit Andi yogyakarta,Yogyakarta 2001.
3.    Handoko, Rukiah. Pengantar Hukum Pajak:Seri Buku Ajar.Depok:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.
4.    Indonesia,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5.    Indonesia,Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak, No.14 Tahun 2002.

No comments:

Post a Comment