Bantu Kami Share Info Menarik dan Dapatkan Rp350.00 per Kunjungannya Menarik Mudah dan Asik Kunjungi 8Share.co.id

Makalah Perbedaan Individu Dan Perilaku Kerja

Friday, 20 November 2015

Ini Untuk Makalahnya

Ini Untuk power pointnya



MAKALAH PERILAKU ORGANISASI
“PERBEDAAN INDIVIDU DAN PERILAKU KERJA”

BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perbedaan individu penting dibahas dan dipahami oleh pendidik agar para pendidik bisa memahami perbedaan dari masing-masing peserta didik. Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga sering timbulnya permasalahan akibat perbedaan itu. Permasalahan ini kita akan mengetahui berbagai macam perbedaan individu, diantaranya perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan bahasa, perbedaan kecakapan motorik, perbedaan latar belakang, perbedaan bakat, perbedaan kesiapan belajar, perbedaan tingkat pencapaian, perbedaaan lingkungan keluarga, latar belakang budaya dan etnis, dan faktor pendidikan.
Perkembangan zaman menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dsb. Akibatnya ialah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu, misalnya, pengangguran, syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pendidikan, masalah hubungan sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dsb. Walaupun pada umumnya masing-masing individu berhasil mengatasi dengan sempurna, sebagian lain masih perlu mendapatkan bantuan.
B.       Rumusan masalah
1.         Apa pengertian individu?
2.         Bagaimana karakteristik individu?
3.         Apa saja perbedaan individu?
4.         Apa pengertian perilaku kerja ?
5.         Perilaku kerja menurut gender ?
6.         Apa saja indikator perilaku kerja ?
7.         Apa saja faktor-faktor perilaku
8.         Apa pentingnya perilaku kerja ?
C.       Tujuan
1.         Menjelaskan pengertian individu.
2.         Mengetahui dan memahami karakteristik individu.
3.         Mengetahui perbedaan individu
4.      Mengetahui pengertian perilaku kerja
5.      Mengetahui perilaku kerja menurut gender
6.      Mengetahui apa saja indikator perilaku kerja
7.      Mengetahui faktor-faktor perilaku
8.      Mengetahui pentingnya perilaku kerja












BAB II PEMBAHASAN
A.      PERBEDAAN INDIVIDU
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam faktor yang lain dengan satunya memiliki andil dalam pendidikan. Salah satu tugas yang diemban oleh para pendidik adalah memahami akan berbagai faktor pendukung pendidikan tersebut. Diantara berbagai faktor tersebut adalah bagaimana para pendidik bisa memahami akan situasi dan kondisi, baik lingkungan maupun peserta didik itu sendiri. Peserta didik sebagai obyek dari pendidikan sangat urgen untuk diperhatikan dari berbagai faktor. Faktor tersebut yang harus diperhatikan adalah tahap perkembangan dari peserta didik tersebut. Diantara perkembangan perserta didik tersebut adalah bagaimana dari individu dan karakteriststiknya Dari paparan singkat diatas, maka kami akan mencoba menyajikan dalam tulisan ini apakah itu sebenarnya individu, karakteristik dan permasalahannya. Sebab dalam dunia pendidikan kita perlu untuk mengetahui segala perkembangan peserta didik termasuk dari individu-individu dan karakteristik peserta didik tersebut
1.         Pengertian Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . Sejak ratusan tahun sebelum masehi, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau homo sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk yang dapat dididik atau homo educandum dan seterusnya. Dalam kamus echols & shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawaperubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. . Pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.
2.         Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Kepribadian, prilaku apa yang diperkuat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang (individu) merupakan ha sil diri perpduan antara factor biologis sebagaimana unsure bawaan dan pengaruh lingkungan.
Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oelh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang.

3.         Perbedaan Individu
Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu:
a.         semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya,
b.        di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia – secara biologis dan sosial – tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif.
Beberapa segi perbedaan individual yang perlu mendapat perhatian ialah perbedaan dalam: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, latar belakang lingkungan.
Makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menurut lindgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni:
a.         Perbedaan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
b.         Perbedaan Kecakapan Bahas
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
c.         Perbedaan Kecakapan Motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
d.        Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan.
e.         Perbedaan Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
f.          Perbedaan Kesiapan Belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.
g.         Perbedaan Tingkat Pencapaian
Salah satu bentuk nyata untuk melihat perbedaan anak adalah dengan memeriksa hasil pencapaian dalam tes matematika standar. Tingkat pencapaian anak merupakan suatu fungsi yang menunjukkan nilai belajar anak. Murid dalam posisi puncak di suatu kelompok biasanya mampu belajar matematika dengan cepat, sementara murid dengan posisi terendah di dalam kelas biasanya merupakan pebelajar yang lambat. Pada posisi tengah-tengah, sekitar 50 persen diantaranya memiliki kemampuan yang merata dalam pencapaian matematika.
h.         Perbedaaan Lingkungan Keluarga
Anak-anak berasal dari berbagai lingkungan keluarga. Anak dari keluarga berada dengan pendidikan yang memadai biasanya datang ke sekolah dengan latar belakang berbagai pengalaman lebih cenderung menjadi pebelajar yang cepat. Sebaliknya, anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dan dengan latar belakang orang tua tanpa pendidikan cenderung menjadi pebelajar yang lambat.
Lingkungan keluarga selalu memberikan pengaruh terhadap sikap anak dalam menghargai matematika. Penelitian menujukkan adanya korelasi positif antara sikap anak terhadap matemtika dengan sikap orang tua terhadap mata pelajaran ini.
i.           Latar Belakang Budaya dan Etnis
Anak-anak juga berbeda diapandang dari segi latar belakang budaya dan etnis. Motivasi untuk belajar berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya, layaknya anak-anak tertarik dan menilai pencapaiannya dalam suatu pendidikan.
j.           Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan mempengaruhi prestasi dalam bidang akademik. Anak-anak yang memperoleh hasil yang selalu efektif, penuh arti, sebagai contoh program matemtika yang dianjurkan, cenderung berada di atas rata-rata dan menjadi pebelajar yang cepat. Murid yang memiliki sedikit pengalaman, seringnya mengikuti metode drill tanpa akhir untuk belajar teknik menghitung dan menghapalkan operasi dasar matematika biasanya mengalami kesulitan dalam memahami matemtika dasar tahap lanjut.
4.         Masalah Individu
a.         Masalah kebutuhan individu
Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kebutuhannya, maka dia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungan.
Dengan berpegang kepada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan belajar pada hakikatnya merupakan perwujudan usaha pemenuhan kebutuhan tersebut. Sekolah hendaknya menyadari hal tersebut, baik dalam mengenal kebutuhan-kebutuhan pada diri siswa, maupun dalam memberikan bantuan yang sebaik-baiknya dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti telah dikatakan di atas, kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah-masalah bagi dirinya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Beberapa diantara kebutuhan-kebutuhan yang harus kita perhatikan ialah kebutuhan:
1.    memperoleh kasih sayang
2.    memperoleh harga diri
3.    untuk memperoleh pengharapan yang sama
4.    ingin dikenal
5.    memperoleh prestasi dan posisi
6.    untuk dibutuhkan orang lain
7.    merasa bagian dari kelompok
8.    rasa aman dan perlindungan diri
b.         Masalah Penyesuaian Diri dan Kelainan Tingkah Laku
Kegiatan atau tingkah laku pada hakikatnya merupakan cara pernenuhan kebutuhan. Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik cara-cara yang wajar maupun yang tidak wajar, cara-cara yang disadari maupun yang tidak disadari. Yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, individu harus dapat menyesuaikan antara kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut sebagai proses penyesuaian diri. Individu harus menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan baik lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat.
Proses penyesuaian diri ini banyak sekali menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri individu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut “adjusted” atau penyesuaian yang baik. Dan sebaliknya jika individu gagal dalani proses penyesuaian diri tersebut, disebut “maladjusted” atau salah suai.
c.         Masalah Belajar
Dalam proses belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun bagi pengajar. Beberapa masalah belajar, misalnya bagamana menciptakan kondisi yang baik agar perbuatan belajar berhasil, memilih rencana belajar bagi siswa, menyesuaikan proses belajar dengan keunikan siswa, penilaian hasil belajar, diagnosis kesulitan belajar, dan sebagainya. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, menggunakan buku-buku pelajaran, belajar berkelompok, mempersiapkan ujian, memilih mata kuliah yang cocok, dsb.
B.       PERILAKU KERJA
1.         Definisi
Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja.
a.         Perilaku Kerja menurut Bond and Meyer (1987 : 40 )
Perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan perilaku-perilaku dimana hal tersebut sangat penting di setiap pekerjaan dan situasi kerja.
b.        Perilaku Kerja menurut Robbins (2002 : 35 dan 39 )
Perilaku kerja yaitu dimana orang-orang dalam lingkungan kerja dapat mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja. (Robbins menekankan pada sikap yang diambil oleh pekerja untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan di lingungan tempat kerja mereka).
c.         Definisi yang lain menyebutkan bahwa perilaku kerja merupakan kemampuan kerja dan perilaku-perilaku darai para pekerja dimana mereka menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di tempat mereka bekerja.
2.         Pentingnya perilaku kerja
Kerberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Oleh karena itu diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang konsisten dan positif. Menurut Sinamo (2002), ada delapan paradigma di tingkat perilaku kerja yang sanggup menjadi basis keberasilan baik di tingkat pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu :
a.         Bekerja tulus,
b.        Bekerja tuntas,
c.         Bekerja benar,
d.        Bekerja keras,
e.         Bekerja serius,
f.         Bekerja kreatif,
g.        Bekerja unggul, dan
h.        Bekerja sempurna.
3.         Perilaku kerja menurut gender
Menurut Gray (2002: 401), mengemukakan bahwa antara pria dan wanita harus mengetahui bahwa perbedaan gender bisa mempengaruhi perilaku kerja mereka. Tanpa disadari oleh kaum pria dan wanita, banyak ucapan atau perilaku yang dianggap wajar oleh masing-masing gender dapat menyinggung perasaan dan harga diri lawan jenis. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan konflik yang ujung-ujungnya juga dapat mempengaruhi perilaku kerja serta mengganggu suasana kerja yang nyaman. Gray (2002: 403) untuk menciptakan perilaku kerja yang baik harus memperhatikan :
a.         Komunikasi pria dan wanita,
b.        Perasaan di tempat bekerja,
c.         Menetapkan batasan dalam tiap perilaku kerja,
d.        Mengingatkan berbagai perbedaan yang ada
Kesimpulan: Perilaku kerja antara pria dan wanita tidak sama. Dalam memahami perilaku kerja menurut gender dibutuhkan komunikasi dan pemahaman yang penuh, sehingga tidak mengakibatkan konflik dalam bekerja.
4.         Indikator perilaku kerja
a.         Indikator menurut kamus Oxford (2000: 690)
Indikator menurut kamus Oxford is a sign that shows you what something is like or how situation is changing. Yang artinya yaitu suatu petunjuk atau tanda yang menunjukkan bagaimanakah dengan suatu keadaan atau bagaimana suatu situasi berubah-ubah. Di dalam perilaku kerja juga terdapat indikatornya, dimana indikator tersebut juga merupakan hal-hal yang dapat mengukur sampai sejauh mana perilaku kerja dapat berperan di tempat kerja.
b.        Indikator perilaku kerja menurut Anthony & Jansen (1984: 41)
Menurut Anthony & Jansen ada indikator yang benar-benar mempengaruhi perilaku kerja, yaitu :
1.    Getting along (keramahtamahan) : Menurut kamus idiomatic NTC’s (1993: 291) yaitu (for people or other creatures) to be amiable with one another. Yang artinya ramah terhadap satu dengan yang lainnya. Contohnya yaitu seperti hubungan dengan antar para pekerja dan atasan. Hal ini berarti bahwa suatu hubungan yang ramah dapat mempengaruhi perilaku kerja antar pekerja dan atasan. (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene : 42).
2.    Doing the job(melakukan pekerjaan, contoh : kualitas pekerjaan)
Melakukan suatu pekerjaan harus dilakukan dengan baik agar dapat mengukur suatu kualitas pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene : 42).
3.    Being dependable (dapat diandalkan, dalam hal ini contohnya ketepatan waktu)
Menurut Oxford Dictionary “being dependable” is that can be relied on to do what you want or need. Yang artinya seorang pekerja harus bisa diandalkan. Contohnya seperti ketepatan waktu untuk mask kerja atau menghadiri rapat (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
c.         Indikator kerja menurut Griffiths
Empat indikator kerja menurut Griffiths (1973: 41 dan 42), yaitu :
1.    Social relationships—response to supervision
Seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak di jalan yang benar dan mengingatkan apabila ada kesalahan. (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
2.    Task competence (kemampuan untuk melakukan pekerjaan)
Ada tanggung jawab dan kesadaran dari para pekerja dalam melaksanakan seluruh tugasnya karena mereka memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
3.    Work motivation (motivasi kerja)
Adanya kemauan untuk bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
4.    Initiative—confidence (inisiatif—percaya diri)
Menurut kamus Oxford (2000, 699) initiative is the ability to decide and act on your won without waiting for somebody to tell your what to do. Sedangkan menurut kamus Oxford (2000, 272) confidence is a belief in your own ability to do things and be succesfull. Keduanya dapat diartikan yaaitu dalam perilaku kerja yang baik harus memupuk rasa percaya diri yang penuh serta mengambil inisiatif bahwa semua pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan jobdesc yang ada.
d.        Indikator perilaku kerja menurut Bryson et al (1997: 41 dan 42)
Empat indikator yang mempengaruhi perilaku kerja menurut Bryson et al, yaitu:
1.    Cooperatives—social skills (kemampuan berhubungan sosial) : Menurut Oxford (2000, 270) cooperativeness is involving doing something together or working together with others towards a shared aim. Yang memiliki arti yaitu mengandalkan kemampuan sosial untuk bekerjasama dengan antar para pekerja untuk mencapai suatu tujuan bersama.
2.    Work quality (kualitas pekerjaan) : Para pekerja harus menunjukkan kualitas kerja yang baik agar dapat diakuai dan dihargai (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
3.    Work habits (kebiasaan kerja) : Kebiasaan kerja dihubungkan dengan perilaku yang positif dan negatif di tempat kerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
4.    Personal presentation (pengendalian diri, contoh : tidak menjadi mudah marah dan agresif dan tidak berperilaku aneh)
Di tempat kerja harus dapat mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang profesional dalam bekerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
5.    Indikator perilaku kerja menurut Tsang & Chiu (2000: 41 dan 42)
Tiga indikator penting yang mempengaruhi perilaku kerja, yaitu :
a.         Social behavior (hubungan sosial). Dapat menunjukkan perilaku sosial yang sesuai dengan aturan dan norma yang ada di tempat kerja (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
b.        Vocational skill (keahlian atau jemampuan berdasarkan kejuruan). Menurut Oxford (2000: 1506) vocational skills is connected with the skills, knowledge. That you need to have in order to do a particular job. Yang artinya hal tersebut berhubungan dengan kemampuan atau pengetahuan. Dan hal tersebut dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan.
Contohnya yaitu kemampuan kejuruan memasak dibutuhkan oleh seorang koko sehingga keahlian memasaknya yang sesuai dengan kejuruan yang diambil diperlukan di tempat ia bekerja.
c.         General behavior (perilaku umum). Perilaku umum yang ditunjukkan akan dapat diketahui untuk mendeteksi perilaku kerja para karyawan (Harry W.C. Michon, Hans Kroon, Jaap Weeghel & Aart H. Schene :42).
6.         Faktor-faktor perilaku kerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja di tempat kerja, yaitu :
1.        Lingkungan kerja
Di dalam suatu lingkungan kerja harus benar-benar memberikan rasa aman bagi para pekerja. Para pekerja atau karyawan menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan kerja, baik dari strategi kenyamanan pe\ribadi maupun kemudahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Lingkungan fisik yang aman, nyaman, bersih dan memiliki tingkat gangguan minimum sangat disukai oleh para pekerja (Robbins, 2002 : 36).
2.        Konflik
Konflik dapat konstruktif atau destruktif terhadap fungsi dari suatu kelompok atau unit. Tapi sebagian besar konflik cenderung merusak perilaku kerja yang baik karena konflik akan menghambat pencapaian tujuan dari suatu pekerjaan (Robbins, 2002: 199).
3.        Komunikasi
Dalat memahami perilaku kerja, komunikasi merupakan salah satu faktor terpenting yang berperan sebagai penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti (Robbins, 2002: 146).






BAB III PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . Sejak ratusan tahun sebelum masehi, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Perbedaan individu, diantaranya perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan bahasa, perbedaan kecakapan motorik, perbedaan latar belakang, perbedaan bakat, perbedaan kesiapan belajar, perbedaan tingkat pencapaian, perbedaaan lingkungan keluarga, latar belakang budaya dan etnis, dan faktor pendidikan.
B.       SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih ada kekurangan dan tentunya masih jauh dari harapan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, serta arahan dan bimbingan dari semua pihak. Semoga makalah ini akan bermanfaat bagi para pembaca, baik bagi siswa, orang tua, guru dan masyarakat. Jika yang membaca adalah seorang siswa, hendaknya ia mengetahui dan mempelajari tugas-tugas perkembangan dengan baik serta dapat menerapkannya. Jika orang tua, hendaknya ia dapat mengontrol tugas-tugas perkembangan anak yang belum diselesaikan dan membimbing, mengarahkan serta mengantarkan ke arah yang positif. Orang tua dan guru membantu menyelesaikan tugas perkembangan sehingga mencapai tingkat sempurna.



DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment