MAKALAH PENGARUH PENURUNAN HARGA TERHADAP EKUITAS MEREK PADA PRODUK iPhone
Sumber: Nellypurnamasari
Untuk Makalahnya silahkan di download
Ini Untuk Power point Presentasinya
Berikut contoh pada produk Iphone:
Abstrak
Penelitian ini
dilakukan untuk meneliti apakah terdapat pengaruh antara penurunan harga dengan
ekuitas merek pada produk iphone. Populasi dari penelitian ini seluruh
pengguna iPhone maupun yang bukan pengguna iPhone. Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah convenience sampling, yaitu mencari responden
kuesioner dengan cara meminta calon responden untuk mengisi kuesioner saat
mereka terkoneksi dengan internet. Alat penelitian yang digunakan dalam
analisis data pada penelitian ini adalah regresi linier sederhana. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan uji regresi dan korelasi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa secara simultan penurunan harga mempengaruhi ekuitas merek
iPhone. Hasil penelitian ini memberikan implikasi manajerial bagi para
pengelola merek iPhone.
Kata
Kunci : Penurunan Harga, Ekuitas Merek
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan zaman, bersamaan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju.
Para produsen semakin meningkatkan keandalan teknologi yang dibuat, mulai dari
fitur, layanan hingga pemasaran yang semakin meluas. Ini mencermikan persaingan
yang semakin ketat, sehingga setiap produsen harus benar-benar mengupayakan
yang terbaik untuk produksi mereka dan jangan sampai produksinya tidak dilirik
konsumen. Salah satu perusahaan penghasil teknologi yaitu iPhone yang berasal
dari apple inc, sebuah perusahaan multinasional yang berpusat di Silicn Valley,
Cupertino California dan bergerk dalam bidang perancangan, perkembangan dan
barang-barang yang meliputi elektronik konsumen dan Smartphone terbesar di
dunia yang mencakup seluruh pemasaran global.
Banyaknya
masyarakat di indonesia yang kondisi ekonomi menengah sampai ekonomi atas
membuat apple inc menciptakan produk baru dengan spesifikasi dan
fitur–fitur lebih lengkap yaitu apple iPhone yang kini banyak diminati
oleh masyarakat Indonesia baik dari kalangan masyarakat yang memiliki ekonomi
menengah sampai ekonomi atas karena harga apple iphone yang terbilang
cukup mahal dan tidak adanya diskon yang di berikan kepada pembeli.
Merek
apple iphone merupakan merek ternama yang telah di kenal oleh masyarakat
di Indonesia dengan kualitas produk yang telah di percaya sebagai merek yang
paling di minati masyarakat baik dari segi kualitas produk, design produk, dan
lain-lain sehingga citra merek apple iphone telah di kenal oleh
masyarakat luas dan menjadi merek smartphone yang banyak di pakai oleh
masyarakat indonesia. Namun iPhone jangan mudah puas dulu, karena semakin
banyak pengguna Smartphone canggih lainnya. Konsumen biasanya menyukai produk
yang murah dengan kualitas bagus, seperti Smartphone buatan Korea. Ini dapat
menimbulkan persaingan yang ketat, karena itu bisa saja sewaktu-waktu i-Phone
menurunkan harga dan ini akan berpengaruh terhadap ekuitas mereknya. Konsumen
juga pintar, mereka akan memilih produk yang unggul dengan harga miring. Dalam
penelitian yang akan kami teliti yaitu “PENGARUH
PENURUNAN HARGA TERHADAP EKUITAS MEREK PADA PRODUK iPhone”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penurunan harga terhadap
ekuitas merek produk iPhone. Serta mengetahui apakah terdapat hubungan antara
penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone.
KAJIAN
PUSTAKA
Pengaruh
Penurunan Harga terhadap Ekuitas Merek
Dalam
suatu perusahaan, penentuan harga untuk produknya merupakan hal yang sangat
penting. Dalam memenangkan persaingan, perusahaan terkadang memilih jalan
dengan cara menurunkan harga untuk memenagkan hati konsumen.
Menurut
Kotler (2001:439) Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk
atau jasa, atau jumlah dari nilai tukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
Menurut
William J Stanton yang diterjemahkan oleh Y. Lamarto (1989:308): “Harga adalah
nilai yang disebutkan dalam rupiah dan sen atau medium moneter sebagai alat
ukur”.
Menurut Tjiptono (2002), Harga
merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya)
yang, ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba
perusahaan.
Penetapan
Harga merupakan hal yang sangat penting bagi produsen. Berbagai metode
penetapan harga dapat dilakukan oleh perusahaan salah satunya dengan cara
menurunkan harga produknya.
Menurut
Kotler (2009) , strategi penurunan harga dapat menyebabkan :
1. Jebakan
kualitas rendah. Yakni ketika konsumen mengansumsikan bahwa produk memiliki
kualitas yang rendah.
2. Jebakan
pangsa pasar yang rendah. Yakni ketika harga produk murah maka perusahaan akan
mendapatkan pangsa pasar, namun bukan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang sama
akan beralih ke perusahaan harga murah lainnya pada masa yang akan datang.
3. Jebakan
saku tipis. Pesaing harga tinggi menandingi harga murah tetapi mempunyai
kekuatan bertahan yang lebih lama karena memiliki cadangan kas yang lebih
banyak.
4. Jebakan
perang harga. Perusahaan pesaing merespons dengan menurunkan harga mereka lebih
lanjut, memicu perang harga.
Pada
poin satu menunjukkan adanya Asumsi Harga Kualitas yakni banyaknya konsumen
yang menggunakan harga sebagai indikator. Beberapa merek mengadopsi
eksklusivitas sebagai saran untuk menekankan keunikan dan membenarkan penetapan
harga premium. Menurut Kotler, Kualitas produk adalah kemampuan suatu barang
untuk memberikan hasil / kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang
diinginkan pelanggan. Hal ini akan berpengaruh pada ekuitas merek.
Sergio
Zyman, mantan CMO Coca-Cola, berpendapat bahwa penurunan harga merupakan cara
yang termalas dan tercepat dari seorang manajer dalam keputusan mengenai bauran
pemasaran.
Terlepas dari
pro dan kontra penurunan harga, yang pasti akan ada efek negatif dari strategi
penurunan harga. Efek negatifnya antara lain: konsumen akan menganggap
bahwa mutu produk rendah. Konsumen di Indonesia masih menganggap bahwa harga
lebih rendah, berarti kualitas barang tersebut lebih rendah. Efek negatif
lainnya bahwa harga rendah dapat meningkatkan penjualan dan menaikkan pangsa
pasar, tetapi belum tentu mampu mempertahankan pangsa pasar untuk periode
jangka panjang.
Penurunan
harga yang terus-menerus walaupun bertahap akan menurunkan kekuatan ekuitas
merek. David A. Aaker dari buku Kotler bahkan berpendapat bahwa pembeli yang
membeli karena harga murah biasanya merupakan pembeli yang sering
berpindah-pindah merek (switcher), pembelian yang tingkat kesetiaannya
paling rendah dalam piramida kesetiaan merek.
Sedangkan
dalam buku Kotler, American Marketing
Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau
desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang
atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok panjaul dan mengidentifikasikan
merek dari para pesaing. Maka merek adalah produk atau jasa yang desainnya
mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa
lainnya yang dirancang ntuk memuaskan kebutuhan yang sama.perbedaan ini bisa
fungsional, rasional, atau nyata-berhubungan dengan kinerja produk dari merek.
Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak
nyata-berhubungan dengan apa yang direpresantasikan merek.
Ekuitas
Merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa .
ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan
bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Pemasar dan periset
menggunakan berbagai perspektif untuk mempelajari ekuitas merek. Pendekatan berbasis
pelanggan memandang ekuitas merek dari perspektif konsumen-baik perorangan
maupun organisasi. Prinsip dari ekuitas merek berbasis-pelanggan adalah bahwa
kekuatan merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari,
dipikirkan, dan dirasakan pelanggan tentang merek sepanjang waktu.
Ekuitas
merek berbasis pelanggan (costumer-based brand equity) adalah pengaruh
diferensial yang dimiliki pengetahuan merek atas respons konsumen terhadap
pemasaran merek tersebut. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek berbasis
pelanggan yang positif ketika konsumen bereaksi lebih positif terhadap produk
dengan cara produk itu dipasarkan ketika merek itu teridentifikasi,
dibandingkan ketika merek itu tidak teridentifikasi. Merek mempunyai ekuitas
merek berbasis pelanggan yang negatif jika konsumen tidak terlalu menyukai
aktivitas pemasaran untuk merek itu dalam keadaan yang sama.
Terdapat
berbagai Model Ekuitas Merek antara lain :
Nilai Aset Merek (Brand Asset
Valuator-BAV). Menurut model ini, terdapat lima
komponen kunci ekuitas merek, yakni :
a. Diferensiasi
(Differentiation) : mengukur tingkat
sejauh mana merek dianggap berbeda dari merek lain.
b. Energi
(Energy) : mengukur arti momentum
merek.
c. Relevansi
(Relevance) : mengukur cakupan daya
tarik merek
d. Harga Diri (Esteem)
: mengukur seberapa baik merek dihargai dan dihormati
e. Pengetahuan
(Knowledge) : mengukur kadar
keakraban dan keintiman konsumen dengan merek.
Model AAKER. Mantan profesor
pemasaran dari UC Barkeley David Aaker memamndang ekuitas merek sebagai
kesadaran merek ( brand awarenes ), loyalitas merek dan asosiasi merek yang
bersama-sama menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau
jasa. Menurut Aaker manjemen merek dimulai dengan mengembangkan identitas
merek-sekumpulan asosiasi merek yang unik yang mewaliki tujuan dan janji merek kepada pelanggan , sebuah citra merek
yang aspirasional . Identisas merek biasanya terdiri dari 8 hingga 12 elemen
yang mewakili konsep seperti lingkup produk, atribut produk, kualitas/nilai,
kegunaan, pengguna, negara asal, atribut organisasional, kepribadian merek dan
simbol. Aaker berpendapat bahwa identitas harus menunjukan diferensiasi pada
beberapa dimensi, menyiratkan kesamaan pada yang lain, reonansi dengan pelanggan,
menggerakan [program penggerakan merek, merefleksikan budaya dan strategi
bisnis, serta kredibel. Kredibilitas bisa dibangun dari bukti-bukti, aset atau
program berjalan atau inisatif strategis, atau investasi pada aset atau program
baru atau pada program revitalisasi.
MODEL RESONANSI MEREK.
Model Resonansi merek juga memamadang pembangunan merek sebagai sederet langkah
yang menapak naik, dari bawah ke atas: 1. Memastikan teridentifikasinya merek
oleh pelanggan dan memastikan asosiasi merek dalam pikiran pelanggan dengan
satu kelas produk atau kebutuhan pelanggan tertentu; 2. Memastikan tertanamnya
arti merek secara total dalam pikiran pelanggan dengan mengaitkan sejumlah
asosiasi merek yang nyata dan tidak nyata secara srtategis. 3. Mendapatkan
respon pelanggan yang tepat dengan
hubungannnya dalam penilaian dan perasaan terkait dengan merek, dan 4.
mengubah respon merek untuk menciptakan hubungan loyalitas yang intens dan
aktif antara pelanggan dan merek.
Model
ini memiliki elemen-elemen ekuitas merek antara lain :
1. Keutamaan Merek adalah
seberapa sering dan seberapa mudah pelanggan memikirkan merek dalam berbagai
situasi pembelian atau konsumsi.
2. Kinerja Merek adalah
seberapa baik produk atau jasa memenuhi kebutuhan fungsional pelanggan
3. Pencitraan Merek menggambarkan
sifat ekstrinsik produk atau jasa, termasuk cara dimana merek berusaha memenuhi
kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan.
4. Penilaian Merek berfokus
pada pendapat dan evaluasi pribadi pelanggan sendiri.
5. Perasaan Merek adalah
respons dan reaksi emosional pelanggan terhadap merek.
6. Resonansi Merek mengacu
pada sifat hubungan yang dimiliki pelanggan dengan merek dan sejauh mana mereka
merasa “sinkron” terhadap merek.
Dalam
kenyataannya, banyak produk-produk yang menggunakan Strategi Penurunan Harga
untuk mencapai tujuan perusahaannya. Namun terkadang justru tidak menghasilkan
dampak yang positif bagi penjualan perusahaan. Untuk mendapatkan gambaran yang
cukup mengenai strategi penurunan harga akan dituliskan beberapa kasus yang
cukup relevan dengan bahasan ini, kasus pertama adalah Marlboro pernah
melakukan strategi penurunan harga (penurunan harga), dimana hal ini dilakukan
karena Marlboro digempur rokok kemasan privat label di Amerika Serikat. Rokok
jenis ini cenderung memasang harga lebih murah yang secara perlahan-lahan
menggerogoti pangsa pasar Marlboro. Keadaan ini berlangsung terus menerus
selama beberapa waktu, sehingga para eksekutif Marlboro setelah
mempertimbangkan berbagai hal memutuskan untuk melakukan penurunan harga dan
mengkomunikasikan dengan baik langkahnya.
Sebagai rokok yang telah memiliki brand image
sangat kuat Marlboro tentu tidak khawatir akan berpindahnya konsumen ke private
label, namun lebih pada agar citra mereknya tidak berpindah ke merek lain.
Tentu kita sadari apabila kita mengkonsumsi suatu produk yang bukan merupakan
produk terbaik di kelasnya, anggap saja mungkin karena harganya yang lebih
murah, dan kita merasa cukup puas sehingga hari berikutnya kembali kita memutuskan
mengkonsumsi produk yang sama, apabila hal ini berlangsung berulang-ulang maka
preference kita terhadap produk ini semakin besar dan akhirnya memutuskan untuk
tidak lagi menggunakan produk yang kita anggap terbaik tadi, untuk apa
mengeluarkan uang lebih untuk suatu produk apabila ada produk lain yang dapat
memberikan kepuasan yang sama namun dengan harga yang lebih murah. Dan ternyata
keputusan penurunan harga Marlboro ini sukses, respon konsumen terhadap
Marlboro kembali meningkat.
Marlboro dianggap memberi nilai tinggi buat
mereka, termasuk bagi para pelanggan loyal. Kasus yang hampir sama adalah saat
Pantene juga melakukan strategi penurunan harga yang cukup signifikan. Shampo
yang menyasar segmen luas dari sachet sampai kemasan botol ini, memasuki pasar
tanah air dengan harga jauh di atas pemimpin pasar Sunsilk dan Clear, dan
dengan kualitas yang jauh di atas keduanya pula, hal ini menandakan Pantene
menerapkan strategi Skimming Pricing untuk merebut pasar dan positioning untuk
kelas premium. Setelah beberapa waktu memakai strategi ini diketahui bahwa
pangsa pasar pantene tergolong kecil, sehingga setelah melalui analisis
mendalam P&G menurunkan harga yang cukup signifikan, dan hasilnya konon
saat itu Pantene benar-benar laris di pasaran.
Kasus yang berbeda dari dua kasus di atas
adalah Mercedes-Benz dahulu pernah memproduksi mobil yang harganya
“terjangkau”. Mercedes-Benz mengeluarkan produk dengan harga ini untuk mencoba
memperbesar pangsa pasarnya terutama untuk merebut konsumen merek mobil lain
yang harganya dibawah Mercedes-Benz. Ternyata pelanggan loyalnya keberatan,
mereka menolak Mercedes-Benz menjadi mobil pasaran, apalagi digunakan oleh
orang-orang yang belum memenuhi syarat untuk memiliki Mercedes-Benz.
Dengan
adanya hasil yang bebeda ini peneliti mencoba mengetahui bagaimana hubungan dan
pengaruh penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone.
Model
Penelitian
Penurunan Harga
|
Ekuitas Merek iPhone
|
Gambar
1
Model
Penelitian
Model Penelitian : Y= a
+ bX + e
Dengan keterangan :
Y : Ekuitas Merek
a : Konstanta
b : Koefisien Penurunan
Harga
X : Penurunan Harga
Hipotesis dalam
penelitian ini :
Regresi
H0 : Tidak
ada pengaruh antara penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone
H1 : Ada
pengaruh antara penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone
Korelasi
H0 : Tidak ada hubungan antara penurunan harga dengan
ekuitas merek produk iPhone
H1 : Ada antara penurunan harga terhadap ekuitas merek
produk iPhone
METODE
PENELITIAN
Pengukuran variabel Penurunan Harga menggunakan sumber
Kotler jilid 2 tahun 2009 sedangkan variabel Ekuitas Merek menggukan Kotler
jilid 1 tahun 2009.
Definisi Operasionalisasi Variabel
Variabel
|
Indikator
|
Skala
|
Nomor Pertanyaan
|
Penurunan Harga
|
1. Penurunan
penjualan (Kotler, 2009)
2.
Penurunan Kualitas (Kotler, 2009)
3.
Peningkatan Pangsa Pasar (Kotler, 2009)
4.
Loyalitas (Kotler, 2009)
5. Preferensi
(Kotler, 2009)
|
Likert 1-5
|
1-5
|
Ekuitas Merek
|
1.
Kinerja Produk (Kotler,2009)
2.
Kualitas Produk (Kotler,2009)
3.
Pengetahuan tentang Produk (Kotler,2009)
4.
Keunggulan (Kotler,2009)
5.
Keutamaan Merek (Kotler,2009)
|
Likert 1-5
|
6-10
|
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pengguna iPhone maupun yang bukan pengguna iPhone. Penelitian ini
menggunakan penelitian sampel. Jumlah sampel yang digunakan adalah 96 sampel
yang merupakan responden dari kuesioner yang telah disebar secara online.
Jumlah sampel diperoleh dari rumus :
Keterangan :
n : jumlah responden
E = tingkat ketetapan yang digunakan dengan mengemukakan besarnya error
maksimum20%
Dari penelitian diatas dapat diketahui sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 96 responden.
Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah convenience sampling, yaitu mencari responden kuesioner
dengan cara meminta calon responden untuk mengisi kuesioner saat mereka
terkoneksi dengan internet. Teknik convenience sampling merupakan sebuah teknik
pengambilan sampel nonprobabilitas yang berupaya memperoleh sampel berdasarkan
kemudahan elemen untuk dijangkau (Malhotra 2004:321).
Teknik
Analaisis Data
Alat
penelitian yang digunakan dalam analisis data pada penelitian ini adalah regresi
linier sederhana. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA yaitu untuk
mengetahui pengaruh simultan dari variabel independen terhadap variabel dependen. Sementara uji t
dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R-square
digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi
variabel independen dalam menjelaskan variasi dari variabel dependen.
HASIL
ANALISIS
Uji
Validitas dan Reabilitas
Dalam
penelitian ini kuesioner disebarkan kepada para responden yang selanjutnya
memberikan hasil kuesioner yang dapat diolah sebanyak 96 sampel. Data kemudian
diuji terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan tingkat
signifikansi 1% menggunakan program IBM SPSS Statistic versi 22.
Case Processing Summary
|
|||||
N
|
%
|
||||
Cases
|
Valid
|
96
|
100,0
|
||
Excludeda
|
0
|
,0
|
|||
Total
|
96
|
100,0
|
|||
a. Listwise deletion based
on all variables in the procedure.
|
|||||
Reliability Statistics
|
|||||
Cronbach's Alpha
|
N of Items
|
||||
,731
|
10
|
||||
Item-Total Statistics
|
||||
Scale Mean if Item Deleted
|
Scale Variance if Item Deleted
|
Corrected Item-Total Correlation
|
Cronbach's Alpha if Item Deleted
|
|
Pertanyaan 1
|
28,6250
|
27,289
|
,528
|
,690
|
Pertanyaan 2
|
28,5000
|
26,716
|
,634
|
,677
|
Pertanyaan 3
|
29,2292
|
27,736
|
,433
|
,703
|
Pertanyaan 4
|
28,6250
|
26,405
|
,561
|
,683
|
Pertanyaan 5
|
29,2604
|
25,668
|
,545
|
,683
|
Pertanyaan 6
|
29,2500
|
30,084
|
,148
|
,751
|
Pertanyaan 7
|
29,5312
|
29,704
|
,226
|
,735
|
Pertanyaan 8
|
28,8125
|
30,364
|
,187
|
,739
|
Pertanyaan 9
|
29,0937
|
29,391
|
,259
|
,730
|
Pertanyaan 10
|
29,5104
|
26,316
|
,494
|
,692
|
Uji
validitas pada setiap butir pernyataan dilakukan dengan membandingkan antara corrected item-total correlation dengan
r-tabel. Jika corrected item-total
correlation> 0,2 maka dapat dinyatakan butir pernyataan tersebut valid
(Malhotra,2004:268). Dari 10 butir yang diuji validitasnya, nilai corrected item-total correlation 8
pernyataan dinyatakan valid dan 2 pernyataan dinyatakan tidak valid.
Uji
reliabilitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai alpha Cronbach yang diperoleh dari setiap butir pernyataan
tersebut. Menurut Maholtra (2004:267) suatu data dikatakan reliabel apabila
nilai alpha Cronmach > 0.6. Dari semua variabel yang diuji, memiliki nilai
alpha Cronbach 0,731 sehingga dinyatakan reliabel.
Uji
Regresi
Variables
Entered/Removeda
|
|||
Model
|
Variables
Entered
|
Variables
Removed
|
Method
|
1
|
penurunanhargab
|
.
|
Enter
|
a. Dependent Variable: ekuitas
|
|||
b. All requested variables entered.
|
Model
Summary
|
||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted
R Square
|
Std.
Error of the Estimate
|
1
|
,421a
|
,177
|
,168
|
,69911
|
a. Predictors: (Constant), penurunanharga
|
ANOVAa
|
||||||
Model
|
Sum of
Squares
|
df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
9,886
|
1
|
9,886
|
20,227
|
,000b
|
Residual
|
45,943
|
94
|
,489
|
|||
Total
|
55,830
|
95
|
||||
a. Dependent Variable: ekuitas
|
||||||
b. Predictors: (Constant), penurunanharga
|
Coefficientsa
|
||||||
Model
|
Unstandardized
Coefficients
|
Standardized
Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std.
Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
1,802
|
,367
|
4,906
|
,000
|
|
penurunanharga
|
,535
|
,119
|
,421
|
4,497
|
,000
|
|
a. Dependent Variable: ekuitas
|
Dari
hasil penghitungan menggunakan SPSS diperoleh perhitungan statistik Uji Regresi
dengan signifikansi sebesar 0,000 yang berarti signifikan pada alpha 1% dengan
nilai t penurunan harga sebesar 4,497. Koefisien variabel penurunan harga
sebesar 0,535 dan nilai konstan sebesar 1,802.
Jadi,
terdapat pengaruh dari penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone
dengan koefisien penurunan harga sebesar 0,535 dibanding ekuitas merek dengan
nilai konstanta sebesar 1,802.
Uji
Korelasi
Uji
korelasi digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara dua variabel atau
lebih. Korelasi merupakan teknik analisis yang
termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang
mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak
teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat
populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi
Rank Spearman. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui
tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel
dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel
yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut
independen.
Correlations
|
|||
ekuitas
|
penurunanharga
|
||
Ekuitas
|
Pearson Correlation
|
1
|
,421**
|
Sig. (2-tailed)
|
,000
|
||
N
|
96
|
96
|
|
penurunanharga
|
Pearson Correlation
|
,421**
|
1
|
Sig. (2-tailed)
|
,000
|
||
N
|
96
|
96
|
|
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
|
Berdasarkan tabel di atas yang
diperoleh dari hasil penghitungan korelasi melalui SPSS diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,000 yang berarti signifikan pada alpha 1% yang menunjukkan
adanya hubungan secara signifikan antara variabel penurunan harga dengan
ekuitas merek iPhone. Besarnya korelasi adalah 0,421 artinya besar korelasi
antara variable penurunan harga dan ekuitas merek ialah sebesar 0,421 atau
lebih dari kurang. Tanda dua bintang (**) artinya korelasi signifikan pada
angka signifikansi sebesar 0,01 dan mempunyai kemungkinan dua arah (2-tailed).
(Catatan: Jika tidak ada tanda dua bintang, maka secara otomatis
signifikansinya sebesar 0,05).
PEMBAHASAN
Hasil
penelitian dengan uji korelasi menghasilkan penghitungan statistika yang
menunjukkan adanya hubungan antara penurunan harga terhadap ekuitas merek
dengan derajat korelasi sebesar 0,421 yang berarti menunjukkan adanya hubungan
positif yang lebih dari kurang antar kedua variabel tersebut. Sedangkan dengan
pengujian secara regresi dihasilkan perhitungan statistik yang menunjukkan
adanya pengaruh penurunan harga terhadap ekuitas merek produk iPhone. Hal ini
ditunjukkan dengan signifikansi perhitungan statistik regresi sebesar 0,000
yang berarti signifikan pada alpha 1%.
Dalam
penentuan modelnya, dapat disimpulkan menjadi :
Y
= 1,802 + 0,535X
Dengan
:
Y
= Ekuitas Merek
X
= Penurunan Harga
PENUTUP
Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa secara stimultan variabel penurunan harga
berpengaruh secara signifikan terhadap ekuitas merek iPhone. Hal ini berarti
jika terdapat penurunan harga yang mungkin terjadi pada produk iPhone akan
berpengaruh pada Ekuitas merek produk iPhone. Dalam penelitian ini juga
disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara penurunan harga dengan ekuitas
merek iPhone.Hubungan ini ditunjukkan dari hasil uji korelasi yang menghasilkan
derajat korelasi positif.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Menarik Analisis Strategi Penjualan pada Hero dan
carefour.htm
Fandy
Tjiptono, 2008, Manajemen Strategi ,
BPFE, Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto,
2013. Metodologi Penelitian Bisnis.
Edisi Keenam, Yogyakarta: BPFE
Indriantoro, Nur dan
Supumo, Bambang. 2013. Metodologi
Penelitian Bisnis. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE
Kotler, Philip dan
Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen
Pemasaran. Jilid 1. Edisi Ketiga Belas, Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip dan
Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen
Pemasaran. Jilid 2. Edisi Ketiga Belas, Jakarta: Erlangga
Malhotra K. Naresh,
2004, Riset Pemasaran, Pendekatan Terapan,
PT. Indeks Kelompok Gramedia
William J.
Stanton, 2001, Prinsip Pemasaran,
Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
No comments:
Post a Comment