Bantu Kami Share Info Menarik dan Dapatkan Rp350.00 per Kunjungannya Menarik Mudah dan Asik Kunjungi 8Share.co.id

Makalah PERTUMBUHAN & PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA

Thursday, 19 November 2015


 Silahkan Download Makalahnya


PERTUMBUHAN & PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA



Disusun oleh :

MUTIARA CLARASATI               (513 0211 273)
MILAWATI                                     (513 0211 017)




KELAS  UNGGULAN
S1 MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2014

PENDAHULUAN

1.    LatarBelakang
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman, tentu kebutuhan manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu Negara dapat berupa naik dan turunnya tingkat inflasi , bertambah atau berkurangnya pengangguran, tingkat kesempatan kerja, hasil produksi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatu Negara mengalami keadaan ekonomi yang stabil, Hal ini  mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada pada Negara tersebut.
Lalu bagaimanakah dengan Negara kita yaitu Indonesia ? Indonesia dari segi ekonomi merupakan negara yang sedang dalam tahap pengembangan untuk menjadi Negara maju . Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak mudah memang menghadapi berbagai persoalan ekonomi yang terjadi, tentu pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk menstabilkan perekonomian di Indonesia .  Dalam kesempatan ini penulis akan menjelaskan tentang Pertumbuhan & Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia














LANDASANTEORI

Teori dibangun berdasarkan pengalaman empiris, sehingga teori dapat dijadikan sebagai dasar untuk memprediksi dan membuat suatu kebijakan. Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan tentang konsep pertumbuhan ekonomi, secara umum teori tersebut sebagai berikut:
1.    Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis
Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1.1.Werner Sombart (1863-1947)
Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:
1.1.1.      Masa perekonomian tertutup
      Pada masa ini, semua kegiatan manusia hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa pererokoniam ini memiliki ciri-ciri:
1.1.1.1.Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan sendiri
1.1.1.2.Setiap individu sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen
1.1.1.3.Belum ada pertukaran barang dan jasa

1.1.2.      Masa kerajinan dan pertukangan
Pada masa ini, kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif akibat perkembangan peradaban. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga diperlukan pembagian kerja yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian kerja ini menimbulkan pertukaran barang dan jasa. Pertukaran barang dan jasa pada masa ini belum didasari oleh tujuan untuk mencari keuntungan, namun semata-mata untuk saling memenuhi kebutuhan. Masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1.1.2.1.Meningkatnya kebutuhan manusia
1.1.2.2. Adanya pembagian tugas sesuai dengan keahlian
1.1.2.3.Timbulnya pertukaran barang dan jasa
1.1.2.4.Pertukaran belum didasari profit motive

1.1.3.      Masa kapitalis
Pada masa ini muncul kaum pemilik modal (kapitalis). Dalam menjalankan usahanya kaum kapitalis memerlukan para pekerja (kaum buruh). Produksi yang dilakukan oleh kaum kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhanya, tetapi sudah bertujuan mencari laba. Werner Sombart membagi masa kapitalis menjadi empat masa sebagai berikut:

1.1.3.1.Tingkat prakapitalis
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:
1.1.3.1.1.      Kehidupan masyarakat masih statis
1.1.3.1.2.      Bersifat kekeluargaan
1.1.3.1.3.      Bertumpu pada sektor pertanian
1.1.3.1.4.      Bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri
1.1.3.1.5.      Hidup secara berkelompok

1.1.3.2.Tingkat kapitalis
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:
1.1.3.2.1.       Kehidupan masyarakat sudah dinamis
1.1.3.2.2.      Bersifat individual
1.1.3.2.3.      Adanya pembagian pekerjaan
1.1.3.2.4.      Terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan

1.1.3.3.Tingkat kapitalisme raya
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:
1.1.3.3.1.      Usahanya semata-mata mencari keuntungan
1.1.3.3.2.      Munculnya kaum kapitalis yang memiliki alat produksi
1.1.3.3.3.      Produksi dilakukan secara masal dengan alat modern
1.1.3.3.4.      Perdagangan mengarah kepada ke persaingan monopoli
1.1.3.3.5.      Dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan dan buruh

1.1.3.4.Tingkat kapitalisme akhir
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu :
1.1.3.4.1.      Munculnya aliran sosialisme
1.1.3.4.2.      Adanya campur tangan pemerintah dalam ekonomi
1.1.3.4.3.      Mengutamakan kepentingan bersama

1.2.Friedrich List (1789-1846)
Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:
1.2.1.      Masa berburu dan pengembaraan
1.2.2.      Masa beternak dan bertani
1.2.3.      Masa bertani dan kerajinan
1.2.4.      Masa kerajinan, industri, perdagangan

1.3.Karl Butcher (1847-1930)
Menurut Karl Bucher, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut:
1.3.1.      Masa rumah tangga tertutup
1.3.2.      Rumah tangga kota
1.3.3.      Rumah tangga bangsa
1.3.4.      Rumah tangga dunia
1.4. Walt Whiteman Rostow (1916-1979)
W.W.Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya yang bejudul The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi 5 (lima) sebagai berikut:
1.4.1. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Merupakan masyarakat yang mempunyai struktur pekembangan dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas. Belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Terdapat suatu batas tingkat output per kapita yang dapat dicapai
1.4.2. Masyarakat pra kondisi untuk periode lepas landas (the preconditions for take off)
Merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi dimana masyarakat sedang berada dalam proses transisi. Sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern ke dalam fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang pertanian maupun di bidang industri.
1.4.3. Periode Lepas Landas (The take off)
Merupakan interval waktu yang diperlukan untuk emndobrak penghalang-penghaang pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas. Tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi dapat meningkat. Investasi efektif serta tabungan yang bersifat produktif meningkat atau lebih dari jumlah pendapatan nasional. Industri-industri baru berkembang dengan cepat dan industri yang sudah ada mengalami ekspansi dengan cepat.
1.4.4.Gerak Menuju Kedewasaan (Maturity)
Merupakan perkembangan terus menerus daimana perekonoian tumbuh secaa teratur serta lapangan usaha bertambah luas dengan penerapan teknologi modern. Investasi efektif serta tabungan meningkat dari 10 % hingga 20 % dari pendapatan nasional dan investasi ini berlangsung secara cepat. Output dapat melampaui pertamabahn jumlah penduduk. Barang-barang yang dulunya diimpor, kini sudah dapat dihasilkan sendiri. Tingkat perekonomian menunjukkkan kapasitas bergerak melampau kekuatan industri pad masa take off dengan penerapan teknologi modern
1.4.5. Tingkat Konsumsi Tinggi (high mass consumption)
Sektor-sektor industri emrupakan sektor yang memimpin (leading sector) bergerak ke arah produksi barang-barang konsumsi tahan lama dan jasa-jasa. Pendapatn riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian besar masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan bahan pangan dasar, sandang, dan pangan. Kesempatan kerja penuh sehingga pendapata nasional tinggi. Pendapatan nasional yang tinggi dapat memenuhi tingkat konsumsi tinggi
2.    Teori Klasik dan Neo Klasik
2.1.Teori Klasik
2.1.1.      Adam Smith
Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
2.1.2.      David Ricardo
Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (statonary state). Teori David Ricardo ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political and Taxation.

2.2.Teori Neoklasik
2.2.1.      Robert Solow
Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.
2.2.2.      Harrord Domar
Teori ini beranggapan bahwa modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal tersebut. Teori ini juga membahas tentang pendapatan nasional dan kesempatan kerja

PEMBAHASAN

1.    Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
1.1.Cara mengukur pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan, misalnya untuk ukuran nasional, Gross National Product (GNP), tahun yang sedang berjalan dengan tahun sebelumnya
*TAMBAHIN RUMUS GNP :]
1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:
1.2.1. Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
1.2.2. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
1.2.3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
1.2.4. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
1.2.5. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
2. Perubahan Struktur Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
2.1. Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
2.2. Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
2.3. Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
2.4. Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan
2.5. Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
2.6. Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
2.7. Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
2.8. Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
Struktur perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB.
Dalam kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah :
Pertama, kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian.
Kedua, perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni industri pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil dari sektor pertanian.
Ketiga, berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya, seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan. Di samping itu, pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus ditingkatkan, misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih intensif, transformasi dan revitalisasi sektor informal menjadi sektor formal yang lebih menekankan skill dan pengetahuan.
3.    Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
Ekonomi Indonesia berbasis pasar yang pemerintahnya memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
3.1.Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
3.1.1.      Inflasi yang sangat tinggi
Disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 miliar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 miliar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank.
Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 miliar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
3.1.2.      Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah:
3.1.2.1.Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
3.1.2.2.Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
3.1.2.3.Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
3.1.3.      Kas negara kosong.
3.1.4.      Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
3.1.5.      Tanah pertanian rusak
3.1.6.      Tenaga kerja dijadikan romusha
3.1.7.      Tanah pertanian ditanami tanaman keras
3.1.8.      Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
3.1.8.1.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
3.1.8.2.Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500000 ton, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3.1.8.3.Konferensi ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
3.1.8.4.Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
3.1.8.5.Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
3.1.8.6.Pada tanggal 19 Januari 1947 dibentuk Planing Board (badan perancang ekonomi yang bertugas untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2 sampai tiga tahun). Kemudian IJ Kasimo sebagai menteri Persediaan Makanan Rakyat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang isinya
3.1.8.7.Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
3.1.8.8.Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
3.1.8.9.Penanaman kembali tanah kosong
3.1.8.10.        Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15 tahun.

3.2.Demokrasi Terpimpin
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
3.2.1.      Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
3.2.2.      Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
3.2.2.1.Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
3.2.2.2.Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional
3.2.2.3.Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
3.2.2.4.Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
3.2.2.5.Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
3.2.2.6.Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
3.2.2.7.Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
3.2.2.8.Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
3.2.2.9.Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3.3.Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
3.4.Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
3.4.1.      Untuk memajukan pengusaha pribumi.
3.4.2.      Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
3.4.3.      Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
3.4.4.      Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
3.4.5.      Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
3.4.6.      Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
3.4.7.      Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

3.5.Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
3.5.1.      Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak. Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
3.5.2.      Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
3.5.2.1.Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
3.5.2.2.Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
3.5.2.3.Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
3.5.3.      Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
3.5.3.1.Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
3.5.3.2.Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
3.5.3.3.Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
3.6.Orde Baru
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.
Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.
3.7.Pasca Suharto
Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.
Pada 2010 Ekonomi Indonesia sangat stabil dan tumbuh pesat. PDB bisa dipastikan melebihin Rp 6300 Trilyun [8] meningkat lebih dari 100 kali lipat dibanding PDB tahun 1980. Setelah India dan China, Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang tumbuh paling cepat di antara 20 negara anggota Industri ekonomi terbesar didunia G20.
Ini adalah tabel PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dari tahun ke tahun[9] oleh IMF dalam juta rupiah.
Tahun
PDB dalam %
Pertumbuhan/tahun
(bunga majemuk)
1980
60,143.191

1985
112,969.792
13.5
1990
233,013.290
15.5
1995
502,249.558
16.6
2000
1,389,769.700
22.6
2005
2,678,664.096
14.0
2010
6,422,918.230
19.1

Catatan: Data di atas disajikan dalam rupiah, oleh karena itu pertumbuhan yang tampaknya pesat itu sangat dipengaruhi oleh pelemahan rupiah terhadap mata uang yang lebih stabil, misalnya US Dollar. Pertumbuhan sesungguhnya, misalnya daya beli masyarakat akan jauh lebih kecil, bahkan mungkin negatif.
3.8.Kajian Pengeluaran Publik
Sejak krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.
Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.
Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar [1] tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar [2] telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar [3] ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.
Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar [4] dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.
Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen [5] dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.
Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.
Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen [6] dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen [7] dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001[8] - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB [9]. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB [10]. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006 [11], menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.
4.    Contoh Kasus
Terus Turun, Kadin Gelar Rapat
EKONOMI · 11 Sep 2014 11:44
Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus menurun dari tahun ke tahun membuat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tergerak untuk membenahinya. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) guna menginventarisasi permasalahan ekonomi nasional.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Asosiasi, Noke Kiroyan mengungkapkan, Rakernas yang diikuti oleh para koordinator asosiasi tersebut bertujuan untuk mengetahui persoalan-persoalan perekonomian yang sedang dihadapi.
Langkah lanjutan yang dilakukan kemudian mencari solusi sehingga pengusaha juga ikut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Noke mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun bukan meningkat malah justru turun. Di 2011, pertumbuhan ekonomi nasional 6,5 persen. Pada 2012, turun menjadi 6,2 persen. Pada 2013 kembali turun ke level 5,8 persen. Di 2014 diperkirakan berada pada kisaran 5,1 persen sampai 5,5 persen.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia juga terus mengalami defisit Di 2012 mencapai US$ 1,66 miliar. Pada 2013 tercatat US$ 4,06 miliar. Pada Januari sampai Juni 2014, total defisit neraca perdagangan di level US$ 1,15 miliar.
"Pembenahan secara terstruktur harus dilakukan untuk meningkatkan kembali kinerja perekonomian nasional, tidak hanya pada kisaran satu digit tetapi diharapkan dapat meraih dua digit," kata Noke di Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Dia melanjutkan, Rakernas diikuti oleh para koordinator asosiasi karena memang mereka menyuarakan kepentingan pelaku usaha. Diharapkan, dengan Rakernas ini iklim usaha menjadi lebih kondusif sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kami mengharapkan agar asosiasi bisnis yang ada dilibatkan secara proaktif dalam sinergi kerja yang produktif oleh pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai," pungkas dia. (Amd/Gdn)

















KESIMPULAN




DAFTAR PUSTAKA












































2 comments