Mengapa perbedaan individu merupakan hal yang
penting?
Perbedaan individu diutamakan dalam
ilmu manajemen dan perilaku orgaisasi karena sebuah alasan penting. Perbedaan
individu memiliki dampak langsung terhadap perilaku. Setiap orang merupakn
pribadi yang unik berkat latar belakan mereka, karaktaristik individual,
kebutuhan dan cara mereka memandang dunia dan individu lain. Orang yang
memandang berbagai hal secara berbeda akan berperilaku secara berbeda. Orang yang
memiliki sikap berbeda akan memiliki respons yang berbeda terhadap perintah dan
pada hal – hal yang lain, semua aktifitas organisasi selalu dipengaruhi oleh
perbedaan individu.
Suatu cara yang bermanfaat untuk
memikirkan berapa pentingya perbedaan individu dalam mempengaruhi perilaku
kerja adalah penggunaan kerangka kerja (attraction
– selection – attrition). Menurut asa, daya tarik organisasi atau
attraction terhadap calon tenaga kerja , pemilihan tenaga kerja (selection) yang dilakukan oleh
organisasi, dan pengurangan tenaga kerja (attrition)
dalam organisasi menentukan jenis orang yang akan bertahan dalam organisasi.
Orang – orang inilah yang pada akhirnya akan menentukan perilaku organisasi.
Setiap individu berbeda dengan
individu lain dalam banyak hal. Seorang manajer perlu memikirkan perbedaan
semacam ini dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan. Perbedaan antar
orang memerlukan penyesuaian oleh individu dan orang yang akan bekerja
dengannya. Manajer yang mengabaikan perbedaan senacam ini sering terlibat dalam
praktik yang menghalangi pencapaian tujuan pribadi dan organisasi.
Dasar
untuk memahami perilaku kerja
Faktor demografis seperti usia,
ras, dan gender mempengaruhi perbedaan individu. Di samping itu genetik
mempengaruhi perbedaan individu seperti tabiat. Rangkaian lain muncul dari hal
lain seperti latar belakang lingkungan seseorang. Sebagai contoh anak kulit
hitam di chicago lebih mungkin untuk merespon, berperilaku, dan bahkan
berbicara secara berbeda dengan anak kulit hitam yang lahir dan dibesarkan di
Athens, Georgia.
Untuk memahami perbedaan individual
, keturunan dan lingkungan pribadi perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan.
Bahkan ketika faktor – faktor itu dipahami, masih sulit untuk secara akurat
memprediksi perilaku.
Gambar perbedaan individu di tempat kerja
Persepsi Kemampuan dan Sikap
produktifitas, kreat
ifitas, kinerja.
Keterangan:
Praktik manajemen yang abik menysyaratkan
dikenalinya perbedaan perilaku individu dan jika mungkin dijadikan pertimbangan
dalam mengelola perilaku organisasi. Untuk memahami perbedaan individu sorang
manajer harus:
1. Mengamati
dan mengenali perbedaan tersebut
2. Mempelajari
hubungan antar variabel yang mempengaruhi perilaku individu
Perilaku
kerja adalah semua hal yang dilakukan sesorang dalam
lingkungan pekerjaan. Akan tetapi, demikian juga berkhayal dilingkungan sedang
berada di lapangan golf, bersosialisasi dengan teman di pendingin air, dan
mensabotase peralatan baru. Beberapa perilaku ini berkontribusi pada
produktivitas lainnya tidak produktif bahkan kontraproduktif.
Perbedaan
individu mempengaruhi perilaku kerja
Variabel individual diklasifikasikan sebagai faktor
keturunan dan keragaman, kepribadian, kemampuan, dan ketrampilan, persepsi, dan
sikap. Semua variabel itu mempengaruhi perilaku kerja utama seperti
produktivitas karyawan, kreativitas, dan kinerja.
Faktor
keturunan. Keturunan memberikan penjelasan genetik mengenai
beberapa aspek keragaman manusia. Yang termasuk dalam penjelasan mengenai
hereditas adalah perdebatan mengenai gender, ras, dan latar belakang etnis.
Berhubungan dengan konsep keturunan, keanekaragaman berkenaan dengan atribut
yang menjadikan orang berbeda dengan orang lain. Enam dimensi yang utama
mencakup usia, etnis, gender, atribut, fisik, ras, dan orientasi seksual.
Kemampuan
dan ketrampilan. Kemampuan dan ketrampilan memainkan
peran penting dalam perilaku dan kinerja organisasi. Kemampuan adalah bakat
seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Ketrampilan adalah bakat
yang dipelajari yang seorang miliki untuk melakukan suatu tugas. Kemampuan
berikut telah diidentifikasikan sebagai faktor – faktor yang penting untuk
membantu membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan berkinerja rendah:
kemampuan mental, intelegensi emosi, dan tacit knowledge. Kemampuan mental
dapat dibagi menjadi beberapa subkategori, termasuk kelancaran dan pemahaman
verbal, penalaran induktif dan deduktif, memori asosiatif, dan orintasi
spasial. Intelegensi emosi merujuk pada kemampuan sesorang untuk menyadari
perasaan, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengekspresikan empati, dan
merancang hubungan dengan orang lain. Tacit knowledge merujuk pada pengetahuan
praktis yang diperoleh karyawan melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
Menurut robert j. Stenberg manajer dan pemimpin yang pintar secara praktis akan
cenderung untuk:
·
Mengembangkan kekuatan mereka dan
mengatasi kekurangan mereka.
·
Menyadari bahwa mereka tidak pandai
dalam semua hal.
·
Mengatasi ekspektasi negatif yang
diberikan oleh orang lain di sekitar mereka.
·
Belajr dari pengalaman positif dan
negatif mereka.
·
Memiliki sikap percaya diri.
Sikap.
Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan
persepsi, kepribadian, perasaan, dan motivasi. Definisi sikap ini memiliki
implikasi tertentu bagi manajer. Pertama, sikap adalah suatu yang dipelajari.
Kedua, sikap menentukan pandangan awal terhadap berbagai aspek di dunia.
Ketiga, sikap membangun dasar emosional hubungan interpersonal seseorang dan
identifikasi dengan orang lain. Keempat, sikap diorganisasikan dan dekat dengan
inti kepribadian. Ada teori berpendapat bahwa kognisi, afeksi, dan perilaku
menentukan sikap, dan bahwa sikap pun pada akhirnya menentukan kognisi, afeksi,
dan perilaku. Kognisi, hal ini pada dasarnya adalah apa yang diketahui individu
mengenadiri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Afeksi, komponen emosional
dari suatu sikap, seringkali dipellajari dari orang tua, guru, dan anggota
kelompok kerja. Disonansi kognitif, suatu keadaan mental dari kecemasan yang
muncul ketika terdapat konflik antar berbagai kognitif individu stelah suatu
keputusan dibuat.tiga komponen dari sikap: kognisi, afeksi, dan perilaku.
Stimulus gaya manajer
faktor lingkungan teknologi
kerja kebisingan
rekan kerja
sistem penghargaan
rencana kompensasi
Kognisi keyakinan dan nilai
Afeksi
perasaan dan emosi
Perilaku perilaku dengan tujuan
Mengubah
sikap.
Manajer seringkali bertugas
mengubah sikap karyawan mereka agar dapat bekerja lebih keras dan mencapai
kinerja pekerjaan yang lebih tinggi. Mengubah sikap bergantung pada tiga faktor
·
Komunikator. Karyawan lebih mungkin
mengubah siakap mereka jika mereka mempercayai manajer, menyukai manajer, dan
mempersepsikan manajer memiliki kelebihan.
·
Pesan. Meskipun manajer dipercaya,
disukai, dan dilihat memiliki kelebihan, pesannyapun harus jelas, dapat dipahami,
dan meyakinkan.
·
Situasi. Kemampuan manajer untuk merubah
sikap karyawan sebagian bergantung pada situasi di mana usaha tersebut
dilakukan.
Sikap
dan kepuasan kerja
Kepuasan
kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaan
mereka. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kepuasan kerja:
§ Imbalan
– jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara pembayaran
tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan.
§ Pekerjaan
itu sendiri – sejauh mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan kesempatan
untuk belajar , dan memberikan tanggung jawab.
§ Peluang
promosi – ketersediaan peluang untuk maju.
§ Supervisi
– kompetensi teknis dan ketrampilan interpersonal dari atasan langsung.
§ Rekan
kerja – sejauh mana rekan kerja bersahabat , kompeten, dan memberikan dukungan.
§ Kondisi
pekerjaan – sejauh mana lingkungan kerja fisik memberikan kenyamanan dan
mendukung produktivitas.
§ Keamanan
pekerjaan – keyakinan bahwa posisi seseorang relatif dan ada peluang untuk
dapat terus bekerja dalam organisasi.
Kepuasan
dan Kinerja Perusahaan
Salah satu persoalan yang paling
banyak diperdebatkan dan kontroversial
dalam studi kepuasan kerja adalah hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja
pekerjaan (efektivitas). Tiga pandangan umum mengenai ini telah diketemukan:
1. Kepuasan
kerja berpengaruh pada kinerja pekerjaan.
2.
Kinerja pekerjaan berpengaruh pada
kepuasan kerja.
3. Hubungan
kepuasan kerja – kinerja diperantarai oleh variabel lain seperti penghargaan.
1.
kepuasan
kerja penyebab kinerja
pekerjaan
penyebab
2.
kinerja
pekerjaan kepuasan kerja
pekerja yang
lebih produktif akan puas
3.
kinerja
pekerjaan penghargaan kepuasankerja
Kepribadian.
Hubungan antara perilaku dan kepribadian mungkin merupakan salah satu hal terkompleks
yang harus dipahami manajer. Walau
banyak aspek dari pembentukan, perkembangan, dan ekspresi kepribadian belum
dipahami dengan sempurna, beberapa prinsipnya pada umumnya sudah diterima
sebagai hal yang benar. Misalkan, pernyataan bahwa kepribadian:
a. Tampak
diorganisasikan kedalam pola – pola yang, pada beberapa tingkatan, dapat
siamati dan dapat diukur.
b. Memiliki
aspek dangkal, seperti sikap ketika sesorang menjadi pemimpin tim, dan lebih
mendalam, seperti sentimen mengenai otoritas atau etika kerja yang lebih kuat.
c. Melibatkan
karkteristik umum ataupun unik.setiap orang berbeda dengan orang lain dalam
beberapa hal , tetapi juga memiliki kesamaan dengan orang lain dalam hal yang
lain.
Kepribadian
sendiri tidak secara tiba – tiba terbentuk atau muncul secara acak. Kepribadian
merupakan hasil dari sejumlah kekuatan yang secara bersama membantu membentuk
pribadi unik.
Beberapa
kekuatan utama yang mempengaruhi kepribadian
budaya
hubungan
keluarga
Kepribadian merupakan produk bawaan (nature), sekaligus juga lingkungan atau
nurture. Nature merujuk pada
keturunan. Pengaruh lain merupakan bagian dari sisi nature dan kepribadian. Lingkungan
atau nurture merujuk pada pola pengalaman kehidupan yang dimiliki. Hubungan keluarga
merupakan bagian penting dari nature.
Budaya secara signifikan membentuk diri setiap
orang. Kita seringkali tidak memahami dampak dari budaya dalam pembentukan
kepribadian kita. Hal tersebut terjadi secara bertahap, dan pada umumnya tidak
ada alternatif selain menerima budaya tersebut.
Kelas sosial juga sangat penting dalam mmbentuk
kepribadian . Berbagai lingkungana kota seringkali dihuni oleh berbagai kelas
sosial, masing – maing dengan adat istiadatnya sendiri. Kelas sosial
mempengaruhi persepsi diri sesorang,
persepsinya terhadap orang lain,
persepsinya terhadap pekerjaan,
otoritas, dan uang. Dalam kaitannya dengan permasalahan organisasi seperti
penyesuaian, kualitas kehidupan kerja, dan ketidakpuasan, manajer yang berusaha memahami karyawan harus
memberikan perhatian kepada faktor kelas sosial ini.
KEPRIBADIAN
DAN PERILAKU DALAM ORGANISASI
Minat dan fokus terhadap
kepribadian sebagai kunci memahami perilaku organisasi memicu penelitian dalam
bidang berikut :
Ø Dimensi
kepribadian “Big Five”,
Ø Locus
of Control (pusat pengendalian),
Ø Self-Efficacy
(kemampuan untuk meraih hasil yang diinginkan), dan
Ø Kreativitas.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing dimensi :
1.
Dimensi
Kepribadian Big Five
Dimensi ini yakni mencakup :
§
Extroversion
(keterbukaan terhadap lingkungan sosial dan fisik)
yang merujuk pada kecenderungan orang untuk bersosialisasi, asertif, suka
berteman dan berbicara, dan aktif. Orang yang memiliki tingkat extrovesion
tinggi cenderung senang berbicara dan berinteraksi dengan rekan kerja, dan
mereka mencari pekerjaan yang memiliki interaksi sosial yang tinggi.
§
Emotional
Stability (stabilitas emosional) merupakan
kecenderungan seseorang mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa
aman secara psikologis, tenang, dan santai. Di lain pihak, kecemasan, depresi,
kemarahan, dan rasa malu merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang
rendah lebih mungkin untuk mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
§
Agreeableness
(kesetujuan) merupakan kecenderungan untuk memiliki
rasa hormat, pemaaf, toleran, mudah percaya, dan berhati lunak. Hal ini dapat
menjadikan seseorang sebagai anggota tim yang efektif dan dapat memperoleh
prestasi pada pekerjaan di mana mengembangkan dan mempertahankan hubungan
interpersonal yang baik merupakan hal yang penting.
§
Conscientiousness
(pengaturan diri) merupakan kecenderungan untuk dapat
diandalkan, terorganisir, menyeluruh, dan bertanggungjawab. Individu yang
memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi juga cenderung tekun, bekerja
keras, dan senang mencapai dan menyelesaikan berbagai hal. Karyawan yang rendah
dalam hal conscientiousness cenderung jorok, ceroboh, tidak efisien, dan bahkan
malas.
§
Openness
to experience (keterbukaan terhadap pengalaman),
hal ini mencerminkan sejauh mana seseorang individu berpikir luas, kreatif,
ingin tahu, dan pintar. Dimensi ini merefleksikan sejauh mana seorang individu
memiliki minat yang luas dan bersedia mengambil risiko. Orang yang memiliki
tingkat openness to experience yang tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan
di mana perubahan terjadi secara terus menerus dan inovasi merupakan hal yang
penting.
Dimensi
|
Dihubungkan
dengan perilaku kerja berikut
|
Implikasi
Manajerial
|
Extroversion
tinggi
Emotional
stability tinggi
Agreeableness
tinggi
Conscientiousness
tinggi
Openness
to experience
|
Kinerja
pekerjaan dari manajer dan tenaga penjual; keperluan akan pelatihan.
Kepuasan
kerja secara umum; motivasi
Penilaian
kinerja oleh anggota tim; keterampilan interpersonal
Kinerja pekerjaan di
sebagian besar pekerjaan ; motivasi ; kepuasan kerja ; kehadiran ; dan
perilaku kontraproduktif yang lebih sedikit
Kemudahan dilatih
|
Gunakan
pengukuran kepribadian dalam mengidentifikasikan individu yang memiliki
tingkat extroversion tinggi untuk pekerjaan yang memerlukan banyak interaksi
sosial.
Manajer
dapat meningkatkan kepuasan kerja dan memotivasi karyawan sampai titik
tertentu saja; karyawan yang memiliki tingkat stabilitas emosional rendah
akan lebih sulit untuk dipengaruhi.
Manajer
seharusnya berusaha untuk memasukkan individu yang memiliki tingkat
agreeableness tinggi ke dalam tim, karena mereka membantu tim tersebut
berfungsi dengan lebih lancar dengan menggunakan keterampilan interpersonal
mereka untuk mempertahankan saluran komunikasi tetap terbuka dan untuk menyelesaikan
masalah intrakelompok.
Pengukuran
kepribadian seharusnya digunakan untuk memilih individu dengan tingkat
conscientiousness yang tinggi. Seleksi seharusnya mencakup pengambillan
pegawai baru dan karyawan yang telah ada yang melamar untuk promosi internal.
Pengukuran
kepribadian seharusnya digunakan untuk mengidentifikasikan karyawan yang
membutuhkan pelatihan.
|
2.
Locus
Of Control (pusat pengendalian) menentukan tingkatan sampai
dimana individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi
pada mereka .
3.
Self-
Efficacy
Yakni dimensi yang berhubungan
dengan keyakinan pribadi mengenai kompetensi dan kemampuan diri. Hal tersebut
merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu
tugas secara berhasil. Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi sangat
yakin dalam kemampuan kinerja mereka. Konsep self-efficacy memasukkan tiga
dimensi : besarnya, kekuatan, dan generalitas. Besarnya merujuk pada tingkat
kesulitan tugas yang diyakini dapat ditangani oleh individu. Kekuatan merujuk
pada apakah keyakinan berkenaan dengan besarnya self-efficacy kuat atau lemah.
Generalitas menunjukkan seberapa luas situasi dimana keyakinan terhadap
kemampuan tersebut berlaku.
Perasaan self-efficacy memiliki
sejumlah implikasi manajerial dan organisasional :
§
Keputusan
seleksi – Organisasi seharusnya memilih individu yang
memiliki perasaan self-efficacy yang tinggi. Individu tersebut dapat dimotivasi
untuk terlibat dalam perilaku yang akan membantu mereka berkinerja dengan baik.
Self-efficacy dapat diukur selama proses penerimaan pegawai/promosi.
§
Program
pelatihan – Organisasi seharusnya mempertimbangkan tingkat
self-efficacy karyawan ketika memilih kandidat untuk program pelatihan. Jika
anggaran pelatihan terbatas maka lebih banyak pengembalian (misalkan kinerja)
dari investasi pelatihan yang dapat direalisasi dengan mengirimkan hanya
karyawan yang memiliki self-efficacy tinggi. Individu jenis ini akan cenderung
belajar lebih banyak dari pelatihan, dan pada akhirnya akan lebih mungkin untuk
menggunakan pelatihan tersebut untuk meningkatkan kinerja pekerjaan.
§
Penetapan
tujuan dan kinerja – Organisasi dapat mendorong tujuan
kinerja yang lebih tinggi dari karyawan yang memiliki tingkat self-efficacy
yang tinggi. Hal ini akan menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi dari
karyawan, yang penting bagi banyak organisasi pada era hiperkompetisi.
4.
Kreativitas
Merupakan ciri kepribadian yang
melibatkan kemampuan untuk meloloskan diri dari pemikiran kaku dan menghasilkan
ide yang baru dan berguna. Kreativitas menghasilkan inovasi, dan inovasi
merupakan sumber kehidupan dari sejumlah perusahaan. Kreativitas merupakan ciri
kepribadian yang dapat didorong dan dikembangkan dalam organisasi. Caranya
dengan memberikan orang kesempatan dan kebebasan untuk berpikir dengan cara
yang tidak konvensional.
Diskusi
:
Apakah
manajer wanita dan pria berbeda ?
Manajer pria dan
wanita jelas berbeda dalam keberhasilan mereka dalam rangking manajerial. Walau
wanita telah membuat terobosan dengan memasuki manajemen sejak tahun 1970,
dengan proporsi keseluruhan manajer wanita meningkat dari 16 persen menjadi 40
persen, proporsi wanita memegang posisi manajemen puncak masih kurang dari 3
persen. Hal ini dapat dikarenakan manajer pria lebih tua dan lebih berpengalaman
daripada rata-rata manajer wanita. Lagi pula karir manajemen hampir selalu
dimulai dari bawah. Jika tidak terdapat perbedaan antara manajer pria dan
wanita, tentu kita tinggal menunggu waktu sampai proporsi wanita menjadi sama
pada semua tingkat manajerial.
Tiga
sudut pandang yang berbeda telah muncul :
1.
Tidak
terdapat perbedaan . Wanita yang mencari karir yang
nontradisional menolak stereotip dan memiliki kebutuhan, nilai, dan gaya
kepemimpinan yang serupa dengan pria yang mengejar karir manajerial.
2.
Perbedaan
stereotip. Manajer wanita dan pria berbeda dalam cara yang
dinyatakan stereotip, sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi yang memperkuat
maskulinitas pada pria dan femininitas pada wanita.
3.
Perbedaan
nonstereotip. Manajer wanita dan pria berbeda dalam
cara yang berlawanan dengan stereotip karena manajer wanita harus sangat liar
biasa untuk mengkompensasi pengalaman sosialisasi awal yang berbeda dengan
pria.
Pemimpin
pria dinilai lebih efektif dalam studi laboraturium, tapi pemimpin pria dan wanita
dianggap sama efektifnya dalam dunia nyata.
Kesimpulan
Perilaku
kerja adalah semua hal yang dilakukan sesorang dalam
lingkungan pekerjaan. Akan tetapi, demikian juga berkhayal dilingkungan sedang
berada di lapangan golf, bersosialisasi dengan teman di pendingin air, dan
mensabotase peralatan baru. Beberapa perilaku ini berkontribusi pada
produktivitas lainnya tidak produktif bahkan kontraproduktif.
Perbedaan
individu mempengaruhi perilaku kerja
1. Faktor
keturunan
2. Kemampuan
dan keterampilan
3. Sikap
4. Kepribadian
Minat dan fokus terhadap kepribadian sebagai kunci
memahami perilaku organisasi memicu penelitian dalam bidang berikut :
Ø Dimensi
kepribadian “Big Five”,
Ø Locus
of Control (pusat pengendalian),
Ø Self-Efficacy
(kemampuan untuk meraih hasil yang diinginkan), dan
Ø Kreativitas.
No comments:
Post a Comment