“KEMISKINAN”
Oleh:
Mei Duwidiana
|
201310180311032
|
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
2014/2015
Kata
Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang bertema “Kemiskinan”. Kemudian shalawat beserta
salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah teori
Ekonomi Pembangunan di program studi IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada
Universitas Muhammadiyah Malang. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sudarti M.Si, selaku dosen pembimbing
mata kuliah Ekonomi Pembangunan dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
10
Desember 2014
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar..............................................................................................
1
Daftar Isi........................................................................................................
2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang.............................................................................
3
1.2 Permasalahan...............................................................................
4
1.3 Tujuan
Penulisan..........................................................................
4
Bab II Pembahasan
........... 2.1 Identifikasi Masalah....................................................................
5
........... 2.2
Definisi Masalah..........................................................................
5
........... 2.3
Penyebab Kemiskinan..................................................................
7
........... 2.4
Identifikasi Peksos Terhadap Kemiskinan...................................
8
........... 2.5
Identifikasi Potensi & Masalah Sumber......................................
10
........... 2.6
Pemecahan Masalah.....................................................................
10
Bab III
Penutup
3.1
Kesimpulan..................................................................................
12
3.2 Saran............................................................................................
12
Daftar Pustaka...............................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia
dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999. Setelah
dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari
40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan
tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan
UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998,
meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa
(24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999).
Sementara itu,
menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah penduduk miskin mencapai 40
juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008 menyatakan bahwa penduduk miskin
sebanyak 35 juta jiwa (15,4%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60
juta jiwa dari total penduduk atau sekitar 25 persen. Dengan asumsi pendapatan
perbulan hanya RP 150 ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin
memiliki pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika standar ini digunakan
maka jumlah keluarga miskin di Indonesia lebih fantastik lagi. Kemiskinan
sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga.
Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan
kesenjangan dan pengangguran. Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan
sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi yang
tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara jumlah penduduk miskin
tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi
sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah
kemiskinan dan merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara jumlah penduduk
miskin tiap tahunnya meningkat. Ketidakberhasilan itu kiranya bersumber dari
cara pemahaman dan penanggulangan kemiskinan yang selalu diartikan sebagai
sebuah kondisi ekonomi semata-mata.
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orang
miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan politik.
Penanggulangan kemiskinan tidak hanya dengan pemberdayaan ekonomi, akan tetapi
juga dengan pemberdayaan politik bagi lapisan miskin merupakan sesuatu yang tidak
dapat terelakkan kalau pemerataan ekonomi dan terwujudnya kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki.
1.2 Permasalahan
Makalah ini akan membahas tentang
masalah-masalah :
1.
Kemiskinan Di Indonesia
2.
Definisi Kemiskinan
3.
Penyebab Terjadinya Kemiskinan
4.
Identifikasi Pelayanan Pekerjaan
Sosial yang berhubungan dengan kemiskinan
5.
Identifikasi Potensi dan Sistem
Sumber di Indonesia
6.
Pemecahan Kemiskinan Melalui
Pendekatan-Pendekatan Pemecahan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai
masalah-masalah kemiskinan dan memberi informasi tentang kemiskinan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi
masalahnya
sebagai berikut:
a. Tingkat
Kemiskinan Di Indonesia cukup tinggi yakni 25% dari jumlah penduduk Indonesia
b. Pemecahan
masalah Kemiskinan bukan hanya melalui pendekatan ekonomi saja
2.2
Definisi Masalah
Kemiskinan memiliki defenisi berbeda
bergantung pada cara pandang dan indikatornya. Secara tradisional kemiskinan
sering dipandang sebagai ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
yang paling mendasar. Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra
multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi
kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara
ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok
orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial,
melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka
kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya
yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis
kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode
pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar
2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu
atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari
adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik,
kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan
dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada
tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini,
yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam
masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan
keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara
sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang
mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.
Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan
oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi
seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat.
Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri,
seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan
budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan
bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan
yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dsb. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan
orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang
dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini
seringkali diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini,
kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si misikin untuk bekerja
(malas), melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam
menydiakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih tepat jika
digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan
kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia. Sebagaimana akan dikemukakan pada
pembahasan berikutnya, konsepsi kemiskinan ini juga sangat dekat dengan
perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep keberfungsian sosial
dan senantiasa melihat manusia dalam konteks lingkungan dan situasi sosialnya.
(Edi Suharto, 2004).
Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Sosial (2004), kemiskinan adalah
ketidakmampuan induvidu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
secara layak dan mencapai kesejahteraan sosial. Sedangkan menurut pengertian
lain, Kemiskinan (poverty) adalah suatu kondisi yang ditandai oleh berbagai
keterbatasan yang mengakibatkan rendahnya kualitas kehidupan seseorang/keluarga
seperti rendahnya penghasilan, keterbatasan kepemilikan rumah tinggal yang
layak huni, pendidikan dan keterampilan yang rendah, serta hubunyan sosial dan
akses informasi yang terbatas (Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, 2003:145).
Dengan mengacu
pendapat di atas, maka di peroleh pengertian bahwa, kemiskinan merupakan
kondisi individu, keluarga ataupun kelompok masyarakat yang mengalami hambatan
dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar yang lain, sehingga
kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan sosialnya rendah.
2.3
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan
yang hanya disebakan oleh faktor tunggal. Menurut Suharto, (2009:17-18), secara
konsep, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Faktor individual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.
1. Faktor individual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.
2. Faktor sosial.
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
3. Faktor kultural.
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Sikap-sikap “negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghirmati etos kerja, misalnya sering ditemukan pada orang-orang miskin.
4. Faktor struktural.
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompo orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sisten ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya. Stimulus ekonomi, pajak dan ilklim investasi lebih menhuntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan
2.4
Identifikasi Peksos Terhadap Kemiskinan
Secara
konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan
persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan
individual-struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan
yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:
1.
Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan
sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah
garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta
tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
2.
Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar
(misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar
atau tidak buta hurup,).
3.
Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan
bebas dari kemesikinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik
ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang
sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai
perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status
“rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi
dan tidak mendapat pertolongan sosial.
Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan
pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas.
Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan
harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka
seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan “status” atau
“profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku terasing, jompo
terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah beberapa contoh
PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di Indonesia.
Belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong pada
kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa
proporsi jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut membentuk piramida
kemiskinan.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi
penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan
orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya.
Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah,
maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang
miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip
ini dikenal dengan pendekatan “person-in-environment dan
person-in-situation”.
Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan
sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana
si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer
group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan
(institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk
PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan
menjadi:
1.
Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh
panti-panti sosial.
2.
Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial.
Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya,
strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan
self-determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah
dan kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan
dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya. Penanganan
kemiskinan dapat dikategorikan kedalam beberapa strategi:
1.
Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi
korban bencana alam.
2.
Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulan untuk
usaha-usaha ekonomis produktif.
3.
Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan
keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak
dan remaja.
4.
Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline
Moser disebut sebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-program
yang dianggap dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu
aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada
aspek-aspek lainnya. Misalnya, pemberian kredit, program KUBE atau Kelompok
Usaha Bersama.
2.5
Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber
Potensi adalah manusia, alam, dan institusi social yang belum
dikembangkan namun dapat digunakan untuk usaha dalam menangani kemiskinan di
Indonesia.
Banyak potensi yang dimiliki Indonesia, baik potensi alam ataupun
potensi manusia dalam menangani masalah kemiskinan. Kekayaan alam misalnya saja
dapat membuat lapangan kerja baru, merekrut tenaga kerja, dan akhirnya dapat
mengurangi tingkat kemiskinan. Potensi-potensi manusia juga bisa diberdayakan, Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri,
pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
Sumber-sumber
penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin
tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun
masyarakat. Dukungan lingkungan, institusi, dan keluarga agar keluar dari
kemiskinan sangat berpengaruh.
2.6
Pemecahan Masalah
A. Melalui
pendekatan agama
Kegiatan untuk
membantu keluarga yang miskin telah dilakukan oleh masyarakat yang secara
ekonomi mampu, baik secara pribadi maupun kelompok. Mengenai kegiatan pemberian
bantuan secara atau bersifat pribadi biasanya merek alakukan pada ssaat
tertentu dan bagi yang beragama islam dalam bentuk sedekah ataupun pada saat
menjelang hari raya idul firti berupa zakat fitrah, ataupun zakat mal, sesuai
ketentuan agama islam. Sementara kegiatan pemberian bantuan kepada keluarga
miskin dilaksanakan oleh umat yng beragama katholik ataupun Kristen disebut
tabungan cinta kasih (Tacika)yang biasanya diberikan pada saat menjelang hari
natal dan hari paskah.
B. Melalui
pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan jurnalistik
dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan
masalah sosial melalui tulisan-tulisan di media cetak. Melalui pendekatan ini
masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan pada masyarakat baik dalam arti
masalah sosial itu sendiri maupun sebab-akibat serta cara-cara menghadapinya.
Artikel-artikel di media baca, maupun media internet mengenai kemiskinan yang
terjadi di Indonesia dapat membuat masyarakat lebih peka. Juga bisa sebagai
media pengajak masyarakat dan organisasi untuk berpartisipasi memutus rantai
kemiskinan di Indonesia.
C. Melalui Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni drama,
musik, tari, lukis, sastra dsb) untuk membangun simpati kemanusiaan sehubungan
dengan sistuasi sosial yang bermasalah. Dalam adat Jawa biasanya dalam membantu
orang-orang miskin, orang-orang kaya mengundang mereka dalam acara kesenian
yang biasanya dimainkan oleh orang-orang miskin tersebut. Pengundangan ini
bukan hanya sebagai pentas kesenian namun tujuan untuk membantu mereka mendapat
penghasilan.Melalui Pentas drama theater yang menggambarkan situasi sosial
masyarakat miskin.
D. Melalui
Pendekatan Interdisipliner
Pemecahan
melalui aspek ekonomi ;
Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong pengembangan umkm secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan.
Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap lapangan kerja sehingga
mengurangi masalah pengangguran. Karena pengangguran merupakan masalah terbesar
di Indonesia.
Pemecahan
aspek social ;
digalakkannya pembangunan didaerah sehingga ineraksi social bisa lebih
meningkat dengan adanya pembangunan dan teknologi yang mendukung.
Pemecahan
aspek struktural ; menghapuskan
korupsi, sebab korupsi adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga masyarakat tidak bisa menikmati hak nya.
Pemecahan
aspek psikolgi ; menanamkan rasa
percaya diri dan mengembangkan kreatifitas didalam lingkungan social, dan
memberikan pelayanan social kepada masyarakat.
Pemecahan
aspek pendidikan ; memberikan
informasi-informasi bahwa pendidikan sangat penting didalam kehidupan social,
apalagi sudah diterapkannya wajib belajar 9tahun dengan bebas biaya.
Pemecahan
aspek teologi ; menggalakkan
program zakat, didalam ajaran islam zakat diperkenalkan sebagai media untuk
menumbuhkan pemerataan kesejahteraan diantara masyarakat dan mengurangi
kesenjangan kaya dan miskin.
Pemecahan
aspek kebudayaan ; mengikuti
berbagai pelatihan kursus sebagai pengembangan diri agar mempunyai kemampuan
dan keahlian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kemiskinan
merupakan permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia dan merupakan masalah
yang kompleks, sehingga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak dalam
penanganannya. Masalah ini dari dahulu sampai sekarang tetap menjadi isu
sentral di Indonesia.
Pekerjaan sosial
merupakan profesi utama dalam bidang kesejahteraan sosial juga mempunyai
tanggung jawab dalam penanganan permasalahan kemiskinan tersebut. Dalam
penanganan masalah kemiskinan profesi pekerjaan sosial berfokus pada
peningkatan keberfungsian sosial si miskin. Sebagaimana halnya profesi
kedokteran berkaitan dengan konsepsi kesehatan, psikolog dengan konsepsi
perilaku adekwat, guru dengan konsepsi pendidikan, dan pengacara dengan
konsepsi keadilan, maka keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang penting
bagi pekerjaan social.
Pemecahan masalah Kemiskinan Di
Indonesia juga dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Diantaranya melalui
pendekatan Agama, Kesenian, Jurnalistik, dan Interdisipliner.
3.2 Saran
Agar pemerintah lebih
memperhatikan kemiskinan yang semakin bertambah jumlah. Dengan menggunakan
pemecahan masalah menggunakan beberapa pendekatan yang sederhana seperti
diatas. Dengan harapan dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Edi Suharto,2004, kemiskinan dan
Perlindungan Sosial di Indonesia dalam edisi Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.
Roebyantho,Haryati
dkk, 2004. Faktor-Faktor Penghambat
Perkembangan Potensi Sosial Masyarakat
Lokal di Daerah Miskin. Perpustakaan Nasional
Katalog Dalam terbitan, Jakarta.
Suharto,
Edi. Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Refika Aditama, Bandung.
Warto,
2011. Kearifan Lokal Masyarakat dalam
Upaya Penanganan Kemiskinan. B2P3KSPRESS,
Yogyakarta
No comments:
Post a Comment