Silahkan Download makalahnya untuk materi yang lebih lengkap
SISTEM
TEKNOLOGI INFORMASI
Etika
dan Politik Informasi
PENDAHULUAN
Teknologi ibaratnya seperti pedang bermata dua. Satu sisi
dari pedang dapat digunakan untuk keperluan yang bermanfaat dan satu sisinya
lagidapat mengakibatkan hal yang negatif. Manfaat teknologi di dalam sistem
informasi sudah tidak diragukan lagi karena mempunyai peran membantu organisasi
beroperasi dengan efisien, efektif dan kompetitif. Pada saat yang sama
teknologi memberikan manfaat yang positif, teknologi di dalam sistem informasi
dapat juga menyebabkan permasalahan etika dan politik di organisasi.
Permasalahan etika muncul karena kegiatan yang berhubungan
nya adalah legal atau belum diatur dalam hukum yang ada. Jika permasalahan yang
ada tidak legal, maka permasalahan etika tidak akan muncul karena yang muncul
adalah permasalahan hukum. Permasalahan politik akan muncul di organisasi pada
saat informasi sangat dibutuhkan dan dapat merubah posisi kekuasaan dan kekuatan (power) yang dimiliki oleh individu-individu di dalam
organisasi. Permasalahan politik informasi yang terjadi juga perlu dikelola
dengan baik. Kegagalan mengelola politik informasi membuktikan bahwa organisasi
ntersebut akan gagal menerapkan sistem informasinya.
ETIKA
DI SISTEM INFORMASI
Etik
(ethic) adalah
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perbuatan benar atau salah. Etika adalah perbuatan yang berhubungan
dengan etik. Etis adalah perbuatan
yang beretika baik. Seseorang yang tidak etis
adalah yang melakukan etika perbuatan
melanggar etik.
Mengapa berkepentingan dengan permasalahan etika di
sistem informasi? Jawabannya adalah karena permasalahan-permasalahan etika
sekarang ini banyak muncul di lingkungan sistem informasi.
Permasalahan-permasalahan etika terjadi di lingkungan sistem informasi karena
sebagai berikut ini :
1.
Teknologi informasi mempunyai pengaruh
yang mendalam di dalam kehidupan manusia dan sesuatu yang mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan manusia berhubungan dengan etika.
2.
Manajer menentukan bagaimanateknologi
informasi digunakan di organisasi, sehingga mereka juga bertanggungjawab
terhadap permasalahan etika akibat dari penerapan teknologiinformasi tersebut.
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
ETIKA
Di dalam lingkungan
sistem informasi, permasalahan-permasalahan etika dapat muncul di beberapa
permasalahan yaitu di di persalahan privasi (privacy),
permasalahan kepemilikan intelektual (intelectual
property rights), permasalahan penghentiankerja, permasalahan keamanan (security), permasalahan akurasi sistem (accuracy), dan permasalahan kesehatan .
1.
Permasalahan privasi
Privasi
(privacy) adalah tuntutan seseoran
untuk tidak dicampuri, diawasi atau diganggu oleh orang lain atau organisasi
bahkan oleh negara. Tuntutan dari privasi di beberapa negara dilindungi oleh
beberapa undang-undang.
2.
Permasalahan Kepemilikan Intelektual
Teknologi
informasi dengan dunia digitalnya akan membuat informasi lebih mudah
ditransmisikan, disalin sebagian atau keseluruan dan dapat dengan mudah dirubah
isinya. Jika ini dihubungkan dengan masalah hak kepemilikan intelektual (intelectual property rights), maka
pelanggaran hak ini akan semakin lebih meningkat. Beberapa alasan mengapa
mereka masih menyalin perangkat lunak dapat dijelaskan sebagai berikut ini :
a. Menyalin
perangkat lunak mudah dilakukan dan dapat dilakukan dimanapun.
b. Hasil
menyalin perangkat lunak akan didapatkan hasil yang sama dengan hasil jika
membeli.
c. Harga
perangkat lunak yang asli sangat mahal.
d. Penyalin
perangkat lunak berfikir perusahaan prangkat lunak sudah mendapatkan keuntungan
yang sangat besar dan tidak akan rugi jika dia hanya menyalinnya.
3.
Permasalahan Penghentian Kerja
Penerapan
teknologi informasi selain mempunyai efek yang positif seperti misalnya
meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas pekerjaan dan memperkaya
pekerjaan karena dapat menciptakan variatas pekerjaan, juga mempunyai dampak
etika yang negatif. Dampak negatif dari penerapan teknologi informasi, terhadap
pekerja adalah penggatian manusia dengan teknologi informasi untuk alasan
efisiensi.
4.
Permasalahan Keamanan
Permasalahan
keamanan sistem informasi dapat menimbulkan masalah etika. Seringkali
penanganan keamanan sistem informasi sudah baik, tetapi kelalaian atau
kesenjangan seseoran dapat merusak sekuriti yang sudah ada seperti misalnya
sebagai berikut ini :
-
Meninggalkan terminal tanpa dijaga.
-
Menuliskan password di suatu tempat yang dapat di baca oleh orang lain.
-
Memberitahukan password kepada orang lain.
Permasalahan
etika muncul ketika seseorang dengan sengaja merusak keamanan dari sistem
informasi.
5.
Permasalahan Akurasi
Permasalahan
akurasi dapat muncul di program aplikasi yang banyak mengandung kesalahan
program (bug) dan dapat juga terjadi di datanya. Permasalah akurasi di program
aplikasi muncul karena pengetesan program masih belum optimal. Permasalah etika
yang berhubungan dengan dengan akurasi program muncul saat program tidak akurat
karena pengetesan program yang tidak optimal.
6.
Permasalah Kesehatan
Penerapan teknologi informasi di dalam
dunia kerja dapat merusak kesehatan pemakainya. Salah satu penyakit yang dapat
di timbulkannya adalah repetitive stress injury (RSI). Repetitive stress injury (SRI) terjadi karena
urat-urat saraf di paksa untuk bekerja berulang-ulang dengan tekanan yang berat
atau dengan tekanan yang rendah. Yang paling banyak terjadi adalah karena
urat-urat saraf bekerja dengan tekanan yang rendah yaitu dengan penekanan di
keyboard yang berulang-ulang tiap-tiap harinya selama bertahun-tahun.
Bentuk umum dari RSI yang umum terjadi
adalah carpal tunnel syndrome (CTS).
Carpal tunnel shyndrome (CTS) terjadi karena tekanan syaraf yang menimbulkan
sakit lewat struktur tulang pinggang yang di sebut dengan carpal tunnel. Carpal
tunnel syndrome (CTS) dapat dihindari dengan merancang letak komputer
sedemikian rupa yang disebut dengan ergonomic, sehingga tidak menyebabkan sakit
pada pinggang.
Computer vision syndrome (CVS) Gejala
dari penyakit ini adalah pandangan mata yang kabur, mata pedas dan berair,
kepala pusing, mata kering dan iretasi. Gejala ini dapat di atasi atau di
kurangi dengan menggunakan lensa tambahan tertentu di layar monitor.
Technostress juga merupakan masalah
kesehatan yang berhubungan dengan sistem informasi. Gejala dari technostress
adalah betindak kasar dan tidak sabar.
Penyebab ini adalah karena stress penggunaan dari penggunaan yang terus
menerus.
Permasalah etika terhadap kesehatan
penggunaan teknologi informasi ini muncul saat perusahaan sadar bahwa pemakaian
komputer dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan tidak melakukan upaya untuk
mengatasi atau menguranginya. Perusahaan tidak melakukan upaya untuk mengurangi
masalah penurunan kesehatan ini biasanya adalah dengan alasan efeknya ke
kesehatan tidak langsung terlihat dan untuk penghematan biaya.
7. Mengelola
permasalahan etika
Martin (1999) menjelaskan bahwa standar
etika tiap orang berbeda karena latar belakangnya yang berbeda tergantung dari
integritas, kejujuran, kompetensi, kehormatan, keadilan, kepercayaan,
keberanian, dan tanggung jawab yang di bentuk dari masa kecil sampai sekarang.
Berikut ini merupakan langkah-langkah
yang dapat di gunakan untuk menangani isu etika yang muncul di dalam
organisasi. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini .
1.
Pertama-tama yang harus di lakukan
adalah menyadari permasalahan etika yang akan muncul dari tindakan yang akan di
ambil. Karena standar etik manusia ada
di dalam hati, maka cara paling tepat untuk menyadarinya adalah dengan
merasakannya.
2.
Jika permasalah etika sudah di sadari,
maka perlu di analisi dan di pecahkan. Beberapa pendekatan yang dapat di
gunakan untuk menganalisis dan memecahkan permasalahan etika, yaitu sebagai
berikut :
a.
Pendekatan emas ( the golden rule ) yang
berbunyi “lakukan kepada orang-orang lain seperti apa yang kamu ingin mereka
melakukannya kepadamu”.
b.
Pendekatan immanuel kant’s categorical
imperative yang berbunyi “jika suatu tindakan tidak benar untuk di lakukan oleh
setiap orang, maka itu tidak benar dilakukan untuk oleh setiap orang”.
c.
Pendekatan descartes’ rule of change
yang berbunyi “ jika suatu tidakan tidak dapat dilakukan berulang-ulang, maka
itu tidak benar untuk dilakukan pada
suatu saat tertentu”.
Ajaran ini juga
termasuk dalah slippery slope rule yaitu yang mengatakan bahwa sekali kita
terjatuh terpeleset di jalur yang licin, kemungkinan tidak akan dapat
menghentikan terpelesetnya.
d.
Pendekatan Utilitarian principle yang
berbunyi “ ambilah tindakan yang memberikan nilai lebih tinggi atau yang lebih
besar”.
e.
Pendekatan risk aversion principle yang
berbunyi “ambilah tindakan yang menghasilkan bahaya yang terkecil atau potensi
biaya terendah”.
f.
Pendekatan “no free lunch rule” yang berbunyi “ asumsikan bahwa semua obyek
tampak dan tidak tampak dimiliki oleh orang lain kecuali jika ada pernyataan
sebaiknya yang spesifik”.
3.
Pilih alternatif dengan kinerja terbaik.
Pemilihan pendekatan untuk mengatasi permasalahan etika akan mempunyai efek,
sehingga perlu dipilih pendekatan dengan efek yang paling minimum atau
mempunyai kinerja terbaik.
8. Politik
informasi
Davenport, enccles dan prusak ( 1992 )
melakukan studi yang melibatkan 25
perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini gagal atau dalam proses kegagalan
dalam menerapkan sistem informasinya.
Alasannya adalah perusahan-perusahaan tersebut tidak mengelola politik
informasi dengan benar.
Markus (1981 ) menyatakan bahwa sistem
informasi mempengaruhi distribusi kekuasaan di organisasi karena alasan- alasan
sebagai berikut:
1.
Pemegang akses informasi untuk alokasi
sumber-sumber daya keputusan.
2.
Sistem informasi di gunakan untuk
alokasi sumber-sumber daya, sistem yang dapat mempengaruhi perilaku
individu-individu.
3.
Sistem informasi digunakan untuk sistem
pengendalian yang dapat mencegah atau membatasi kegiatan-kegiatan.
4.
Sistem informasi menyebabkan kekuasaan
dan kekuatan (power) karena memberikan kesan kemampuan untuk dapat merubah
hasil. Persepsi atau kesan dari memiliki kekuatan akan menimbulkan kekuatan.
9. Menolak
perubahan
Markus (1981) juga mengatakan bahwa suatu
sistem informasi yang merubah distribusi kekuasaan dan kekuatan didalam
organisasi akan ditolak oleh mereka yang akan kehilangan kekuasaan atau
kekuatannya. Penolakan akibat perubahan kekuasaan atau kekuatan ini disebut
dengan resistance to change atau counterimplementation (menolak
implementasi). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kekuasaan dan kekuatan
merupakan hal yang penting dan sistem informasi mempunyai peranan terhadap
pergeseran kekuasaan dan kekuatan tersebut. Oleh karena itu mereka yang merasa
kekuasaan dan kekuatannya akan tergeser oleh penerapan sistem informasi akan
melakukan penolakan.
Penolakan dari perubahan akan lebih besar
lagi jika sistem informasi digunakan untuk melakukan proses rekayasa ulang (business reengineering. Caldwell (1994)
melakukan survei dan melaporkan bahwa penolakan terhadap perubahan (resistance
to change) menduduki rangking tertinggi dari halangan yang dihadapi oleh proses
rekayasa ulang bisnis.
IDENTIFIKASI PENOLAK
Untuk dapat
mengatasi penolakan atas perubahan (resistance
to change) ini, maka orang-orang yang menolak penetapan
sistem informasi yang perlu diidentifikasi. Ciri-ciri orang-orang yang menolak
perubahan adalah sebagai berikut ini.
1.
Mereka yang selalu menunda-nunda proyek
sistem informasi dengan melakukan penolakan demi penolakan untuk membuat proyek
tidak jadi dilakukan.
2.
Mereka yang menyetujui proyek sistem
informasi dengan membuat sistem informasi menjadi lebih luas dan lebih rumit
dengan harapan akan gagal dengan sendirinya jika diterapkan.
3.
Mereka yang memegang dan tidak mau
melepaskan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mrmbangun dan menerapkan
sistem informasi, sehingga proyek sistem informasi tidak dapat dilakukan.
MENGATASI
PENOLAKAN PERUBAHAN
Penerapan sistem informasi yang baru yang
menyebabkan perubahan di organisasi. Suatu sistem memajemen perubahan (change management system) perlu
diterapkan untuk mengatasi penolakan karena perubahan. Martin (1999)
mengingatkan bahwa untuk menerapkan sistem manajemen perubahan ini, dua hal
dasar yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut ini.
1.
Ketika mengenalkan perubahan di dalam
suatu organisasi, kita tidak dapat mengasumsikan bahwa manusia akan berubah sendiri karena mereka
diberitahu berubah.
2.
Jika mereka berubah, kita tidak dapat
mengasumsikan bahwa manusia akan berubah sesuai dengan yang diterapkan.
Seringkali mereka berubah dengan cara dan hasil yang tidak diharapkan.
Teori-teori Penolakan Perubahan
Terdapat tiga teori untuk mengetahui penyebab adanya
penolakan perubahan dan cara mengatasinya terhadap penerapan sistem informsasi
yang baru.
1.
Teori orientasi sistem ( system oriented
theory )
Teori ini menjelaskan
bahwa yang menyebabkan penolakan perubahan adalah karena sistemnya bukan
manusianya. Manusia menolak karena sistem yang akan diterapkan tidak sesuai
dengan yang diharapkan, sistem banyak mengandung kesalahan, sistem masih tampak
asing bagi mereka. Jika benar yang menjadi penyebab penolakan adalah sistemnya,
maka kualitas dari sistem harus diperbaiki dengan cara:
a. Pemakai
sistem dilibatkan dalam pengembangan sistem untuk meningkatkan kualitas dari sistem,
b. Pengetesan
sistem harus tuntas dan dilakukan untuk menemukan semua kesalahan,
c. Sosialisasi
pengenalan sistem harus dilakukan sebelum diterapkan,
d. Pelatihan
penggunaan sistem harus dilakukan supaya memahami sistem lebih lanjut.
2. Teori orientasi manusia ( people oriented
theory )
Teori ini menjelaskan
bahwa yang menyebabkan penolakan adalah sikap manusianya bukan sistemnya.
Diasumsikan sistem sudah baik dan berkualitas tetapi masih tetap ditolak oleh
pemakainya. Jika penolakan ini terjadi, untuk mengatasinya maka sikap
(attitude) manusia perlu dirubah. Teori orientasi manusia konsisten dengan
student (1978) yang menjelaskan sikap terhadap perubahan (attitude toward
change ) dan cara mengatasinya sebgai berikut ini:
a.
Manusia tidak akan menolak penolakan
sebesar mereka menolak untuk dirubah. Ini mempunyai arti bahwa sebenarnya
manusia di dalam organisasi mau saja menerima terjadinya perubahan asal mereka
memahaminya tanpa dipaksa untuk dirubah. Manusia akan cenderung mendukung
perubahabn tanpa apa yang mereka dapat membantu. Keterlibatan dalam perubahan
akan membuat mereka nyaman terhadap perubahan itu dan merasa mempunyai
tanggung-jawab terhadap keberhasilan perubahan itu.
b.
Perubahan terhadap perasaan dan sikap
tidak dapat dilakukan sesaat. Oleh karena itu mereka yang melakukan perubahan
mendasar perlu cukup waktu merubah penolakan awal dan memberikan kesempatan
seperti, misal memcoba dulu sistem yang baru supaya lebih mengenal
perubahannya. Cara ini akan meningkatkan penerimaan dari perubahan.
c.
Penerimaan terhadap perubahan akan
dilakukan jika mereka merasa mendapatkan manfaat dari perubahannya. Oleh karena
itu, sosialisasi dan pelatihan sistem yang menunjukkan manfaat dari sistem
perlu dilakukan.
d.
Penerimaan terhadap perubahan juga akan
meningkat dengan keseriusan pihak yang melakukan perubahan. Keseriusan ini
dapat ditunjukkan dengan sosialisasi, pelatihan dan pengujian yang serius dari
sistem.
e.
Faktor ketegangan menyebabkan penolakan
dari perubahan. Ketegangan (stress) muncul karena ketidakpastian yang akan
terjadi dengan sistem yang baru. Besarnya ketegangan tergantung dari dampak
dari perubahan tersebut. Jika dampak
dari perubahan hanya melibatkan prosedur-prosedur atau praktek-praktek
bisnis, tingkat ketegangan yang dialami oleh manusia didalam organisasi tidak begitu
besar. Akan tetapi perubahan yang menyangkut peran dan jabatan seseorang akan
menyebabkan tingkat ketegangan yang besar dengan akibat tingkat penolakan yang
besar. Sosialisasi, penjelasan, pendidikan dan keterlibatan pemakai sistem akan
mengurangi ketegangan ini.
3. Teori
interaksi (interaction theory)
Teori interaksi
menunjukkan bahwa yang menyebabkan penolakan bukan sistemnya dan bukan
manusianya tetapi lebih ke interaksi diantaranya. Penolakan ini disebabkan
walaupun sistemnya berkualitas tetapi sulit untuk digunakan disebabkan karena
penghubungan ( interface ) yang tidak berteman.
Berikut ini merupakan
cara untuk mengatasi penolakan ini:
a. Meningkatkan
penghubungan (interface) antara pemakai dengan sistem
b. Mendorong
partisipasi pemaki sistem didalam pengembangan dan penerapan sistem supaya
lebih memahami di dalam berhubungan dengan sistem.
4. Model-model
Adopsi Perubahan
Jika teori tentang
perubahan hanya menjelaskan tentang apa yang menyebabkan terjadinya penolakan
dari perubahan-perubahan dan cara mengatasinya, tetapi tidak memberikan cara
lebih terinci bagaimana mengatasi perubahan. Model-model yang akan dibahas
adalah Lewin/Schein model dan innovation
adoption model.
Model dari Lewin/Schein ( Luwin, 1947 dan Schein,1987
) terdiri dari tiga tahapan, yaitu mencaikan
kekakuan ( unfreezing ), mengarahkan
( moving ) dan membekukan kembali ( refreezing ).
Tahapan pertama dari model ini
adalah memcairkan kebekuan ( unfreezing ) dari pendapat yang
lama. Tahap ini terdiri dari dua aspek. Yang pertama membuat kebutuhan bahwa perubahan
itu dibutuhkan baik oleh individu maupun oleh organisasi, sehingga menimbulkan
motivasi untuk mau berubah.
Kedua
adalah menciptakan suasana atau atmosfir yang aman. Hal ini diperlukan karena
perubahan sering dipandang sebagai sesuatu yang beresiko apalagi yang
menyangkut peran dan jabatan seseorang. Mereka yang terkena perubahan harus
diyakinkan bahwa mereka tidak akan dirugikan dengan perubahan tersebut.
Tahapan kedua dari model ini mengarahkan ( moving ) ke tujuan perubahan yang akan tercapai. Tahap ini
terdiri dari dua aspek. Aspek pertama adalah yang menyediakan informasi yang
perlu tentang arah dari perubahan yang akan dituju. Informasi ini diperlukan untuk
merubah sikap dan perilaku penolakan. Kedua adalah menyediakan dan
mengasimilasikan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk menjalankan
perubahan-perubahan. Misalkan perubahan terhadap sistem informasi yang baru
dibutuhkan pengetahuan tentang sistem yang baru ini dan keahlian untuk
menggunakannya
Tahap ketiga dari model ini adalah membekukan kembali ( refreezing ) sikap yang sudah dirubah. Tahap ini melibatkan
juga beberapa aspek. Yang pertama adalah
mengintegrasikan hasil perubahan ke kegiatan rutim yang akan dilakukan
bukannya dianggap sebagai sesuatu yang baru dan khusus. Aspek yang kedua adalah
memasukkannya ke dalam sistem sosial yang ada supaya perubahan yang terjadi
dapat diterima secara luas.
Model adopsi perubahan kedua adalah innovation
adoption model. Suatu inovasi ( innovation ) adalah suatu ide yang
baru bagi individu atau organisasi . Adopsi
( adoption ) adalah keputusan untuk menggunakan inovasi tersebut
secara konyinyu. Beberapa penerapan hal yang baru di organisasi tidak dapat
diperintahkan untuk digunakan. Misalnya penerapan e-mail diorganisasi tidak
dapat diperintah dan dipaksakan. Penerapan e-mail ini alan lebih efektif jika
mereka mengadaptasikannya ke dalam kegiatan mereka sehari-hari. Dengan demikian
diadopsikan berarti digunakan sebagai sesuatu kebutuhan yang mendasar.
Rogers
(1962 ) mengusulkan lima tahapan dalam mengadopsi inovasi. Kelima tahapan
adopsi inovasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran ( awareness ). Pada tahapan ini
individu-individu dikenalkan kepada inovasi yang ada supaya mereka sadar bahwa
ada inovasi yang baru itu berguna
2. Minat ( interest ). Tahap berikutnya adalah membuat
mereka tertarik dan berminat dengan inovasi baru dengan mencari informasi
tambahan yang diperlukan.
3. Evaluasi ( evaluation ). Pada tahap ini individu-individu akan menilai inovasi
tersebut dan mengevaluasi apakah inovasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk
mereka
4. Percobaan (trial). Jika dianggap bermanfaat,
individu-individu akan mulai mencoba inovasi tersebut. Kemudahan digunakan dan
kemanfaatan inovasi merupakan hal yang penting ditahap ini untuk membawa mereka
ke tahap berikutnya.
5. Adopsi (adoption). Pada tahap ini individu-individu
memutuskan untuk mengadopsi inovasi tersebut ke kegiatan mereka secara
kontinyu.
Rogers
menambahkan bahwa untuk kesuksesan adopsi dari inovasi tergantung dari beberapa
faktor. Faktor-faktor ini adalah sebagai berikut ini:
1.
Persepsi dari keuntungan relatip
Kebutuhan relatip dari inovasi adalah
kelebihan keuntungan dibandingkan dengan
yang diberikan oleh sistem yang lama. Persepsi lebih penting dari kenyataanya
karena kenyataan belum terjadi sebelum mereka harus dibuat percaya untuk
menerima inovasi. Persepsi lebih ke apa yang individual percaya terhadap
sesuatu.
2.
Kompabilitas
Kompabilitas merupakan tingkat seberapa
besar inovasi tersebut konsisten dengan nilai, opini, kelakuan atau pengalaman
yang dimiliki oleh individu-individu yang akan mengadopsi inovasi. Semakin
kompatibel inovasi tersebut akan semakin mudah diadopsikan
3.
Kerumitan
Kerumitan adalah tingkat kesulitan
inovasi dipahami. Semakin mudah dipahami akan semakin mudah inovasi tersebut
diadopsikan.
4.
Komunikabilitas
Komunikabilitas adalah tingkat
komunikasi hasil dari inovasi yang dapat disebarkan ke calon pengadopsi inovasi
yang lainnya. Semakin tinggi tingkat komunikabilitasnya dari hasil inovasi,
semakin mudah dan cepat diadopsikan.
5.
Juara
Martin
(
1999 ) menambahkan sebuah faktor yaitu juara ( champion ). Seorang juara ( champion ) adalah orang yang mau
berkorban waktu dan tenaganya umtuk menerima inovasi dan menyebarkannya.
No comments:
Post a Comment