Silahkan Download Makalahnya
FILSAFAT ILMU
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: H. Andi
Dermawan, MA
Nama : Devi Chairiza Hadi
NIM :
Jurusan : Manajemen Dakwah
Kelas : A
Jenis : KLR.L
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
Sejarah Peradaban Islam: Ciri,
Sumber dan Kegunaan
• Peradaban itu lahir dengan didasari oleh spirit sumber ajaran Islam, yaitu
al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan ciri ini, maka segala hasil peradaban
ummat manusia yang lahirnya didorong oleh spirit sumber ajaran Islam, meskipun
dia dimunculkan oleh orang non Islam dan berada di luar wilayah Islam, tetap
disebut sebgai peradaban Islam.
•
Peradaban itu dimunculkan oleh
kalangan ummat Islam. Dengan ciri ini, maka peradaban Islam hanya dibatas
pada semua hasil kreasi ummat Islam dan hanya yang berada di dalam wilayah
Islam. Krasi dari ummat non Islam tidak masuk dalam kategori peradaban
Islam meskipun ia muncul di wilayah Islam.
• Peradaban
Islam muncul untuk didedikasikan bagi kepentingan dan kemaslahatan ummat
Islam. Dengan ciri ini, maka semua hasil kreasi manusia yang memang
didikasikan bagi kemaslahatan ummat Islam, maka ia adalah peradaban Islam,
meskipun ia dihasilkan oleh orang non Islam dan berada di luar wilayah Islam
Sumber
Sejarah Islam
1.
Al-Qur’anul-Karim
Sumber ini tidak akan lapuk dan punah serta tidak akan hancur. Akan tetapi
sebaliknya, akan kekal abadi, sesuai dengan firman Allah dalam Surat
al-Hijr(15), ayat 9:
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya.
2. Al-Hadits
Yaitu segala laku perbuatan, perkataan serta taqrir (ketetapan) Nabi
Muhammad s.a.w
3. Ar-Riwayat
Yaitu segala laku perbuatan, perkataan yang dikeluarkan oleh para sahabat.
4. Syair/lirik yang bersifat
keislaman dan Peninggalan-peninggalan Kuna
Di antaranya ialah masjid, makam, manuskrip, monumen, mata uang, relief,
hikayat, babad, tambo dan lain sebagainya
Kegunaan Sejarah peradaban Islam
- Mengetahui
peristiwa- peristiwa umat Islam pada masa lampau.
- Mengambil ibrah
dari peristiwa pada masa lampau
- Dapat
dipergunakan untuk bahan pertimbangan dalam melangkah menjalani kehidupan.
A. Pengertian serta Perbedaan antara Sejarah
Kebudayaan Islam dengan Sejarah Peradaban Islam
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam dan Sejarah Peradaban Islam
Kebudayaan berasal dari bahasa Arab Al-Tsaqafah dan bahaasa Inggris Culture. Kebudayaan mempunyaai banyak pengertian diantaranya, kebudayaan merupakan bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu suatu masyarakat. Menurut Selo Soemarjan, kebudayaan merupakan semua karya, rasa , dan cipta masyarakat. Dan kebudayaan ini merupakan sesuatu yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, rencana, bahkan keinginan atau apa yang kita rindukan. Kebudayaan terrefleksi dalam seni, sastra, religi dan moral.
Peradaban berasal dari bahasa Arab Al-Hadharah dan bahasa Inggris Civilization. Peradaban merupakan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknoligis dan juga merupakan cara hidup yang sudah maju, yang mana dapat berupa apa yang telah dicita-citakan, dan peradaban ini merupakan terrefleksi dalam politik, ekonomi dan juga teknologi.
Oleh karena itu kebudayaan merupakan strategi-strategi yang dimiliki manusia untuk mewujudkan suatu rencana-rencana dalam kehidupan lebih maju yang disebut dengan peradaban.
2. Perbedaan antara Sejarah Kebudayaan Islam dan Sejarah Peradaban Islam
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan perbedaan diantara keduanya :
a. - Peradaban ( hadharah, civilization ) berakar pada ide tentang kota, kemajuan material ( ilmu dan teknologi ), aspek kehalusan, penataan sosial dan aspek kemajuan lain.
- Kebudayaan ( tsaqofah, culture ) berakar pada ide mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat.
b. - Peradaban ide utamanya adalah kemajuan, perkembangan ( progress dan development ).
- Kebudayaan ide utamanya adalah berupa cita-cita dan rencana-rencana.
c. - Sebuah peradaban siklus dalam waktu
- Kebudayaan lepas dari kontradiksi ruang dan waktu.
B. Hubungan Kitab Suci Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan Kebudayaan
Sebagai umat Islam, kita meyakini Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber ajaran agama Islam, yang telah kita ketahui definisinya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya bernilai ibadah, dan Al-Hadits adalah sabda ( qoul ), perbuatan ( fi’li ), ketetapan ( taqrir ) dan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam proses sejarah, ulama dalam berbagai generasii dengan berbagai usaha untuk memahami maksud-maksud yang ada pada kitab-kitab tersebut. Dalam memahami Al-Qur’an, sebagian ulama cenderung pada pendekatan kualitas keutamaan structural, mereka mengajukan metode Tafsir bi Al-Ma’tsur ( bi Al-Riwayat ) dengan prosedur penafsiran sebagai berikut :
1. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an.
2. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi.
3. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan qoul sahabat.
Begitu juga dengan Al-Hadits, ulama meverifikasi dengan melakukan dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan kuantitatif, dengan menghitung jumlah Rowi hadits pada setiap periode yang melahirkan hadits ahad dan mutawattir.
2. Pendekatan kualitatif, yang melahirkan hadits-hadits, yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Dari penjelasan diatas, kita bias mengetahui hubungan masing-masing dengan kebudayaan. Adapun hubungan Al-Qur’an dengan kebudayan terdapat pada prosedur penafsiran Al-Qur’an bi al-ma’tsur karena merupakan produk pemikiran ulama’ dalam rangka memahami kandungan makna Al-Qur’an. Dan juga bisa disebut peradaban karena prosedur tersebut sudah maju ( terutama dari segi semangat memahami dan menjalani kitab suci ). Sedangkan hubungan Al-Hadits dengan kebudayaan terdapat pada ilmu verifikasi hadits ( ulum al hadits) karena merupakan gagasan ulama’ dan bisa dikatakan peradaban karena verifikasi dilakukan oleh ulama’. Akan tetapi sebagian umat Islam merasa keberatan apabila ilmu Al-Qur’an dan verifikasi hadits disebut sebagai kebudayaan atau peradaban.
C. Isi dan Ruang Lingkup dari Sejarah Peradaban Islam
Karena Islam lahir di Arab, maka is dari sejarah peradaban Islam membahas tentang riwayat Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu Tuhan.
1. Sebelum Nabi dilahirakn yakni apa saja yang berkembang menjelang Rasulullah lahir yang dipengaruhi oleh budaya bangsa-bangsa disekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut melalui beberapa jalur :
a. Hubungan dagang dengan bangsa lain, seperti bangsa Syiria,Persia, Mesir dan Romawi yang telah mendapat pengaruh Hellenisme ( kebudayaan Yunani dulu yang mempengaruhi perkembangan fikir ).
b. Melalui kerajaan protektorat, seperti kerajaan Hirah dibawah perlindungan Persia dan kerajaan Ghassa dibawah perlindungan Romawi.
c. Masuknya misi Yahudi dan Kristen, tapi meski agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke Arab, bangsa Arab kebanyakan masi menganut agama asli mereka yakni menyembah berhala.
2. Riwayat Rasulullah dilahirkan sampai beliau wafat, yakni sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad dari kelahirannya dalam keadaan yatim menjadi yatim piatu sampai beliau mendapat wahyu dari Tuhan dan berdakwah menyebarkannya hingga beliau wafat.
3. Kemajuan Islam yang diteruskan oleh para sahabat seperti masa khulafaurrasyidin, bani Umayyah, dan bani Abbasiyah.
4. Masa disentrigasi yakni adanya dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari kekuasaan bani Abbasiyah.
5. Masa kemunduran yakni masa dimana adanya persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, koflik keagaman dan lain-lain.
6. Penyebaran Islam di belahan dunia barat dan lainnya, seperti Islam di Spanyol dan pengaruhnya di Eropa, di Asia dan lainnya.
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam dan Sejarah Peradaban Islam
Kebudayaan berasal dari bahasa Arab Al-Tsaqafah dan bahaasa Inggris Culture. Kebudayaan mempunyaai banyak pengertian diantaranya, kebudayaan merupakan bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu suatu masyarakat. Menurut Selo Soemarjan, kebudayaan merupakan semua karya, rasa , dan cipta masyarakat. Dan kebudayaan ini merupakan sesuatu yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, rencana, bahkan keinginan atau apa yang kita rindukan. Kebudayaan terrefleksi dalam seni, sastra, religi dan moral.
Peradaban berasal dari bahasa Arab Al-Hadharah dan bahasa Inggris Civilization. Peradaban merupakan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknoligis dan juga merupakan cara hidup yang sudah maju, yang mana dapat berupa apa yang telah dicita-citakan, dan peradaban ini merupakan terrefleksi dalam politik, ekonomi dan juga teknologi.
Oleh karena itu kebudayaan merupakan strategi-strategi yang dimiliki manusia untuk mewujudkan suatu rencana-rencana dalam kehidupan lebih maju yang disebut dengan peradaban.
2. Perbedaan antara Sejarah Kebudayaan Islam dan Sejarah Peradaban Islam
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan perbedaan diantara keduanya :
a. - Peradaban ( hadharah, civilization ) berakar pada ide tentang kota, kemajuan material ( ilmu dan teknologi ), aspek kehalusan, penataan sosial dan aspek kemajuan lain.
- Kebudayaan ( tsaqofah, culture ) berakar pada ide mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat.
b. - Peradaban ide utamanya adalah kemajuan, perkembangan ( progress dan development ).
- Kebudayaan ide utamanya adalah berupa cita-cita dan rencana-rencana.
c. - Sebuah peradaban siklus dalam waktu
- Kebudayaan lepas dari kontradiksi ruang dan waktu.
B. Hubungan Kitab Suci Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan Kebudayaan
Sebagai umat Islam, kita meyakini Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber ajaran agama Islam, yang telah kita ketahui definisinya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya bernilai ibadah, dan Al-Hadits adalah sabda ( qoul ), perbuatan ( fi’li ), ketetapan ( taqrir ) dan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam proses sejarah, ulama dalam berbagai generasii dengan berbagai usaha untuk memahami maksud-maksud yang ada pada kitab-kitab tersebut. Dalam memahami Al-Qur’an, sebagian ulama cenderung pada pendekatan kualitas keutamaan structural, mereka mengajukan metode Tafsir bi Al-Ma’tsur ( bi Al-Riwayat ) dengan prosedur penafsiran sebagai berikut :
1. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an.
2. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi.
3. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan qoul sahabat.
Begitu juga dengan Al-Hadits, ulama meverifikasi dengan melakukan dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan kuantitatif, dengan menghitung jumlah Rowi hadits pada setiap periode yang melahirkan hadits ahad dan mutawattir.
2. Pendekatan kualitatif, yang melahirkan hadits-hadits, yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Dari penjelasan diatas, kita bias mengetahui hubungan masing-masing dengan kebudayaan. Adapun hubungan Al-Qur’an dengan kebudayan terdapat pada prosedur penafsiran Al-Qur’an bi al-ma’tsur karena merupakan produk pemikiran ulama’ dalam rangka memahami kandungan makna Al-Qur’an. Dan juga bisa disebut peradaban karena prosedur tersebut sudah maju ( terutama dari segi semangat memahami dan menjalani kitab suci ). Sedangkan hubungan Al-Hadits dengan kebudayaan terdapat pada ilmu verifikasi hadits ( ulum al hadits) karena merupakan gagasan ulama’ dan bisa dikatakan peradaban karena verifikasi dilakukan oleh ulama’. Akan tetapi sebagian umat Islam merasa keberatan apabila ilmu Al-Qur’an dan verifikasi hadits disebut sebagai kebudayaan atau peradaban.
C. Isi dan Ruang Lingkup dari Sejarah Peradaban Islam
Karena Islam lahir di Arab, maka is dari sejarah peradaban Islam membahas tentang riwayat Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu Tuhan.
1. Sebelum Nabi dilahirakn yakni apa saja yang berkembang menjelang Rasulullah lahir yang dipengaruhi oleh budaya bangsa-bangsa disekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut melalui beberapa jalur :
a. Hubungan dagang dengan bangsa lain, seperti bangsa Syiria,Persia, Mesir dan Romawi yang telah mendapat pengaruh Hellenisme ( kebudayaan Yunani dulu yang mempengaruhi perkembangan fikir ).
b. Melalui kerajaan protektorat, seperti kerajaan Hirah dibawah perlindungan Persia dan kerajaan Ghassa dibawah perlindungan Romawi.
c. Masuknya misi Yahudi dan Kristen, tapi meski agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke Arab, bangsa Arab kebanyakan masi menganut agama asli mereka yakni menyembah berhala.
2. Riwayat Rasulullah dilahirkan sampai beliau wafat, yakni sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad dari kelahirannya dalam keadaan yatim menjadi yatim piatu sampai beliau mendapat wahyu dari Tuhan dan berdakwah menyebarkannya hingga beliau wafat.
3. Kemajuan Islam yang diteruskan oleh para sahabat seperti masa khulafaurrasyidin, bani Umayyah, dan bani Abbasiyah.
4. Masa disentrigasi yakni adanya dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari kekuasaan bani Abbasiyah.
5. Masa kemunduran yakni masa dimana adanya persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, koflik keagaman dan lain-lain.
6. Penyebaran Islam di belahan dunia barat dan lainnya, seperti Islam di Spanyol dan pengaruhnya di Eropa, di Asia dan lainnya.
C. Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama
Konsep mengenai kebudayaan yang dikemukakan seperti tersebut diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendata dan mengkaji serta memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan; yaitu: sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.
Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut.
Bila agama telah menjadi bagian dari kebudayaan maka agama juga menjadi bagian dari nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh para warga masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut. Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya yang lain, maka nilai-nilai etika dan moral dari agama yang dipeluk oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis mulut saja atau hanya penting untuk upacara-upacara saja.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.
Konsep mengenai kebudayaan yang dikemukakan seperti tersebut diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendata dan mengkaji serta memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan; yaitu: sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.
Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut.
Bila agama telah menjadi bagian dari kebudayaan maka agama juga menjadi bagian dari nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh para warga masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut. Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya yang lain, maka nilai-nilai etika dan moral dari agama yang dipeluk oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis mulut saja atau hanya penting untuk upacara-upacara saja.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.
a. Peninggalan dalam Bentuk Bangunan
Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain ialah masjid, istana/keraton, dan makam (nisan) :[7]
1) Masjid
Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid tersebar di berbagai daerah. Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya. Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat. Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas. Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Dengan demikian, masjid denganbentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Budha. Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya kul-kul dengan irama tertentu.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut :
(1) Masjid Banten (bangun beratap tumpang)
(2) Masjid Demak (dibangun para wali)
(3) Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya serupa meru)
(4) Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon (beratap tumpang)
(5) Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)
(6) Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah (dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng)
(7) Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman Sultan Iskandar Muda)
2) Makam dan Nisan
Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut.
(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)
(2) Makam Walisongo
(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)
(4) Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut :
(1) Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
(2) Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M);
(3) Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin;
(4) Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan
(5) Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.
b. Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul). Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab. Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir. Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.[8]
Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain ialah masjid, istana/keraton, dan makam (nisan) :[7]
1) Masjid
Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid tersebar di berbagai daerah. Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya. Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat. Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas. Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Dengan demikian, masjid denganbentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Budha. Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya kul-kul dengan irama tertentu.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut :
(1) Masjid Banten (bangun beratap tumpang)
(2) Masjid Demak (dibangun para wali)
(3) Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya serupa meru)
(4) Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon (beratap tumpang)
(5) Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)
(6) Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah (dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng)
(7) Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman Sultan Iskandar Muda)
2) Makam dan Nisan
Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut.
(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)
(2) Makam Walisongo
(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)
(4) Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut :
(1) Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
(2) Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M);
(3) Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin;
(4) Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan
(5) Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.
b. Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul). Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab. Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir. Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.[8]
A. Pendahuluan
Manusia merupakan satu-satunya makhluk Allah yang diberikan karunia dengan akal, maka dengan memiliki kekhususan tersebut manusiapun diberikan kemampuan dalam menganalisis suatu hal dalam kehidupannya. Maka dari itu pada kaitannya manusia tidak mungkin terlepas dari yang namanya sejarah, karena dengan sejarah tersebut manusia dapat belajar dan menganalisis kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu. Sejarah merupakan cerminan dari kehidupan masa lalu kita dan dapat dijadikan sebagai bahan instropeksi diri. Begitu pula dengan sejarah peradaban Islam yang merupakan alat untuk mempelajari kejadian yang terjadi di masa lalu ataupun sebagai acuan untuk lebih dapat memajukan Islam daripada sebelumnya.
Peradaban Islam merupakan kajian yang sangat luas. Seperti yang dijelaskan dalam makalah ini, bahwa peradaban Islam sangat erat kaitannya dengan kebudayaan tetapi tetap merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan ruang lingkup sejarah peradaban Islam, akan dijelaskan lebih terperinci dalam makalah ini.
1. Pengertian Sejarah Peradaban Islam
a. Pengertian Sejarah
Secara etimologis berasal dari kata arab “syajarah” yang mempunyai arti “pohon kehidupan” dan yang kita kenal didalam bahasa ilmiyah yakni History[1].
b. Karakteristik sejarah
Karakteristik sejarah dengan disiplinnya dapat dilihat berdasarkan 3 orientasi
Pertama : sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadian kejadian, peristiwa peristiwa dan keadaan manusia dalam masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan masa kini.
Kedua : sejarah merupakan pengetahuan tentang hokum hokum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang di peroleh melalui penyelidikan dan analisis atau peristiwa peristiwa masa lampau.
Ketiga : sejarah ssebagai falsafah yang di dasarkan kepada pengetahuan tentang perubahan perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan ilmu tentang proses suatu masyarakat.
c. Kegunaan sejarah
Sejarah mempunyai arti penting dalam kehidupan begitu juga sejarah mempunyai beberapa kegunaan, diantara kegunaan sejarah antara lain :
- Untuk keleatarian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu bagi kelangsungan hidup.
- Sejarah berguna sebagi pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih khusus demi kelangsungan hidup.
- Sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
Dengan begitu pentingnya sejarah dalam kehidupan ini di dalam ALQur’an sendiri terdapat beberapa kisah para nabi dan tokoh masa lampau diantaranya:
2. Makna Peradaban Islam
Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku Tarikh al-Tamaddun al-Islami (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang dengan menggunakan akar madinah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata hadharah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima ummat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban menggunakan istilah tahdhib[2].
Kata peradaban seringkali dikaitkan dengan kebudayaan bahkan, banyak penulis barat yang mengidentikan “kebudayaan” dan “peradaban” islam. Seringkali peradaban islam dihubungkan dengan peradaban Arab meskipun sebenarnya antara Arab dan Islam tetap bisa dibedakan. Adapun yang membedakan antara kebudayaan tersebut adalah dengan adanya peningkatan peradaban pada masa jahiliyah yang berasal dari kebodohan. Hal ini pada akhirnya berubah ketika islam datang yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW di Arab. Sehingga pada masanya kemudian islam berkembang menjadi suatu peradaban yang menyatu dengan bangsa Arab bahkan berkembang pesat kebagian belahan dunia yang lainnya, islam tidak hanya sekedar agama yang sempurna melainkan sumber peradaban islam itu sendiri.
Landasan peradaban islam dalah kebudayaan islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudaan islam adalah agama[3]. Dalam islam tidak seperti masyarakat penganut agama yang lainnya, agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Jika kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama islam adalah wahyu dari peradaban.
Peradaban merupakan kebudayaan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimana kebudayaan tersebut tidak hanya berpengaruh di daerah asalnya tapi juga mempengaruhi daerah-daeerah lain yang menjadikan kebudayaan tersebut berkembang.
3. Sejarah peradaban Islam
Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya, dan peradaban islam mempunyai berbgai macam pengetian lain diantaranya
- Sejarah peradaban islam merupakan kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan islam mulai dari periode nabi Muhammad Saw sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang.
- Sejarah peradaban islam merupakan hasil hasil yang dicapai oleh ummat islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.
- Sejarah perdaban islam merupakan kemajuan politik atau kekuasaan islam yang berperan melindungi pandangan hidup islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup bermasyarakat.
4. Islam sebagai Peradaban
Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi, Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawa’) ditolak dengan halus, nabi hanya berkomentar pendek “sa uhajim al-ruum min uqri baiti” (Akan saya perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi ini bukan genderang perang, ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban yang kelak akan mengalahkan Romawi.
Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ketangan Alexander the Great. Selanjutnya, Muslim memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M kerajaan Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300 tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru pada abad ke sebelas kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim. Demitri Gutas dengan jelas mengakui:
“…..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan disusun sesuai dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad, Islam, yang berkembang seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga Spanyol dan Pyrennes.”
Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam, Mesir untuk pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat dipersatukan secara politis, administratif dan ekonomis dengan Persia dan India dalam jangka waktu yang cukup lama. Perbedaan ekonomi dan kultural yang memisahkan dua dunia yang berperadaban, Timur dan Barat, sebelum Islam datang yang dibatasi oleh dua sungai besar dengan mudahnya lenyap begitu saja.
Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima faktor: pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran Jerman di Barat.
Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam. Pernyataan Nabi yang diplomatis itu nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti bahwa Islam sebagai din yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsa-bangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran pandangan hidupnya.
Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat Nabi sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan ia adalah budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”. Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu putera Kaisar yang bernama Qabaz merebut kekuasaan dengan membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun kemudian hanya berkuasa empat bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak poranda. Akhirnya, rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak berdaya ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh.
Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar rumah untuk menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya menyerbarkan Islam yang memang merupakan peradaban yang memiliki konsep ketuhanan, kemanusiaan dan kehidupan yang jelas dan teratur. Di Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam masuk dan diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat. Namun karena kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh. Ini bukti bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat Islam justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat berbeda dari peradaban Barat yang eksploitatif[5].
5. Peran dan Fungsi Manusia Sebagai Pembuat Peradaban
Dalam perspektif islam manusia sebagai pelaku sekaligus pembuat peradaban memiliki kedudukan dan peran inti, kedudukan dan posisi manusia di kisahkan dalam Al Qur’an diantaranya:
- Manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna dan paling utama Allah. Sebagai konsekwensi logis manusia memilki kebebasan yang bertanggung jawab, dalam arti yang seluas luasnya dan pada dimensi yang beragam yang pasa gilirannya merupakan amanat yang harus di pikul.
- Guna mengemban tugasnya sebagai mahluk yang di mulyakan Allah, tidak sepeti ciptaan Allah yang lain. Semuanya mempunyai tekanan yang sama yaitu agar manusia menggunakan akalnya hanya untuk hal hal yang positif sesuai dengan fitrah dan panggilan hati nuraninya, dan amatlah tercella bagi orang yang teperdaya oleh hawa nafsu terlepas dari kemanusiaannya dan fitrahnya.dan dalam hal ini
B. Ruang Lingkup Sejarah Peradaban Islam
Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu umran harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar maka akan lahir umran besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu sistem kemasyarakat dan akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang kemudian melahirkan Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umran bagi Ibn Khaldun di antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan / arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik, sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan.
Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Meskipun dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan Tuhan (tauhid), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).
Karena islam lahir di Arab, maka isi dari ruang lingkup dari sejarah peradaban islam membahas tentang riwayan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu tuhan sejak beliau belum dilahirkan sampai beliau wafat, perjuang-perjuangan nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama islam, kemajuan islam yang diteruskan oleh para sahabatnya masa disintregrasi, masa kemunduran, penyebaran islam dibelahan dunia barat hubungan perkembangan islam di negara kita ini serta pusat-pusat peradaban islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
1.
Filsafat Ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya.
2.
Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia.[1]
Pengertian
Filsafat Ilmu menurut para ahli:
a.
Michael V. Berry
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika,
intern, dan teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.
b.
May Brodbeck
Filsafat Ilmu adalah suatu analisis netral yang secara
etis dan falsafi, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
c.
Lewis White Beck
Filsafat Ilmu (Philosophy of science) adalah ilmu yang
mengkaji dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
d.
A. Cornelius Benyamin
Filsafat Ilmu adalah studi sistematis mengenai sifat
dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya,
kedudukannya didalam skema umum disiplin intelektual.
e.
Robert Ackerman
Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjaun krisis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran-ukuran
yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu
demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah senyatanya.
f.
Peter caw
Filsafat ilmu adalah suatu bagian filsafat yang
mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat umumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia.
g.
Alfred Cyril Ewing
Filsafat ilmu merupakan salah satu bagian filsafat
yang membahas tentang logika, dimana didalamnya
membahas tentang cara yang dikhususkan metode-metode dari ilmu-ilmu yang
berlainan.
h.
The Liang Gie
Menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan segenap
peikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan
manusia.
i.
Jujun S. Suriasumantri
Menjelaskan bahwa filsafat ilmu adalah suatu
pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala
alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.
j.
Beerling
Menjelaskan bahwa filsafat ilmu adalah penyelidikan
tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh
pengetahuan tersebut.[2]
B.
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Menurut para
ahli:
1.
Peter Angeles
Filsafat
ilmu terbagi dalam empat bidang kajian, yaitu:
a.
Telaah mengenai berbagai konsep, pra anggapan
dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat
b.
Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran ilmu,
berikut struktur perlambangnya
c.
Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai
ilmu
d.
Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah
bagi hal-hla yang berkaitan dengan penerapan dan pemahaman manusia terhadap
realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoretis,
sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan
2.
A. Cornellius Benjamin
Merumuskan
filsafat ilmu ke dalam tiga bidang kajian:
a.
Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah dan
struktur logis dari perlambangan ilmiah
b.
Penjelasan mengenai konsep dasar, pra anggapan
dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional atau
pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya
c.
Telaah mengenai saling kait diantara berbagai
ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta, seperti idealisme,
materialisme, monisme, atau pluralisme[3]
3.
Edward Madden
Merumuskan
filsafat ilmu ke dalam bidang kajian, yaitu:
a.
Probabilitas
b.
Induksi
c.
Hipotesis
4.
Ernest Nagel
Merumuskan ruang lingkup filsafat ilmu kedalam tiga
bidang kajian, yaitu:
a.
Pola logis yang ditunjukan oleh penjelasan dalam
ilmu;logical pattern exhibited by exolanations in the sciences
b.
Pembentukan konsep ilmiah;contruction of
scientific concepts
c.
Pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah;validation
of scientific conclusions
5.
Marx Wartofsky
Filsafat
Ilmu meliputi:
a.
Perenungan mengenai konsep dasar, struktur
formal, dan metodologi ilmu
b.
Persoalan-persoalan ontologi dan epistemologi
yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan
analitis dari logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.[4]
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, ruang lingkup filsafat ilmu
pada dasarnya mencakup dua pokok bahasan, yaitu membahas sifat-sifat
pengetahuan ilmiah (epistemologi) dan menelaah cara-cara mengusahakan
pengetahuan ilmiah (metodologi).
Sehingga filsafat ilmu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
1.
Filsafat Ilmu Umum
mencakup kajian tentang persoalan kesatuan
keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu
2.
Filsafat Ilmu Khusus
yaitu kajian filsafat ilmu yang membahas
kategori-kategori serta metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu teretentu
atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam,
kelompok ilmu kemasyarakatan, dan kelompok ilmu teknik.[5]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ontologi(Metafisik)
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani:
On = being, dan
logos = logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being
(Teori Tentang Keberadaan Sebagai Keberadaan).[6]
Menurut Noeng Muhadjir dalam bukunya filsafat Ilmu, ontologi
membahas tentang yang ada, yang terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi
membahas tentang yang ada, yang universal, menampilkan pemikiran semesta
universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan,
atau dalam rumusan Lorens Bagus, menjelaskan yang ada yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.[7]
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Pengantar
Ilmu Dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”.[8]
Sementara itu, A. Dardiri, dalam bukunya mengatakan, ontologi adalah
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan
(objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam
kerangka tradisional ontologi di anggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya, ontologi dianggap sebagai
teori mengenai apa yang ada.[9]
Sidi Gazalba dalam
bukunya mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari
kenyataan. Karena itu ontologi disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama, ontologi memikirkan Tuhan.[10]
Amsal Bakhtiar dalam
bukunya Filsafat Agama I
mengatakan, ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi
adalah teori atau ilmu
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata.
Dari beberapa rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani
yaitu On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu.
Jadi, ontologi adalah
ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani
(konkret) maupun rohani (abstrak).[11]
B. EPISTEMOLOGI
Epistemology
atau teori pengetahan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengetahuan, pengandai-pengandaian, dan dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[12]
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme
diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata,
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan
yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya
menjadi “Theory of Knowledge”.[13]
Istilah
epistemologi di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of
Knowledge”. Epistemologi berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dapat
dirumuskan bahwa epistemologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang
asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Terdapat
beberapa istilah yang mengandung maksud sama seperti epistemologi, yaitu:
1.
Gnosiologi
2.
Logika Material
3.
Criteriologi
Sedangkan menurut J.A.N Mulder, epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan.[14]
Definisi epistimologi seperti yang dikutip oleh the Liang Gie dari The Enciclopedia Of Philosophy sebagai berikut:
“Epistimologi sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar
dan ruang lingkup pengetahuan, pranganggapan-praanggapan dan
dasar-dasarnya serta realibitas umum dari tuntutan akan
pengetahuan.”
Dari beberapa kutipan diatas terlihat bahwa epistimologi
bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi:
a.
Filsafat yaitu sebagai cabang
filsafat yang berusaha mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
b.
Metode bertujuan mengantar manusia
memperoleh pengetahuan.
c.
System bertujuan memperoleh realitas
kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh Putwadarminta
beberapa arti kebenaran yaitu: (1) keadaan benar (cocok dengan
hal/keadaan sesungguhnya); (2) sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada betul
demikian hal); (3) kejujuran, ketusulan hati; (4) selalu izin perkenanan; dan
jalan kebenaran.
Hal kebenaran merupakan tema sentral dalam filsafat
ilmu karena setiap orang pada umumnya ingin mencapai kebenaran. Kebenaran
memberikan keyakinan untuk melakukan sesuatu, meyakinkan lagi untuk melakukan
sesuatu itu pada waktu berikutnya.
Menurut
Kattsoff bahwa ontologi dan epistimologi merupakan hakikat kefilsafatan,
artinya keduanya membicarakan mengenai kenyataan yang terdalam dan bagaimana
mencari makna dan kebenaran. Sedangkan aksiologi berbicara mengenai masalah
nilai-nilai atau etika dalam kaitanya dengan mencari kebahagiaan dan kedamaian
bagi umat manusia.
Tahapan kebenaran, kebenaran dapat diperoleh melalui
pendekatan ilmiah dan non ilmiah. Pendekatan ilmiah menuntut adanya cara-cara
atau langkah-langkah tertentu atau urutan tertentu. Sedangkan pendekatan non
ilmiah tidak menuntut dilakukannya metode-metode tertentu.[15]
C.
AKSIOLOGI
Aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos
yang berarti teori. Jadi, aksiologi adalah “ teori tentang nilai”.[16]
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat dalam buku Jujun S.
Suriasumantri bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaaan dari pengetahuan yang di peroleh.[17]
Menurut Bramel,
aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, Moral Conduct, yaitu tindakan moral,
bidang ini melahikan disiplin khusus yakni etika. Kedua, Esthetic Expression,
yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik yang akan melahirkan filsafat
sosio-politik.[18]
Aksiology artinya teori nilai,
penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam
pemikiran filsafat
Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran Plato mengenai idea
tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan Summum Bonum (kebaikan tertinggi).[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Komentar Pribadi
Menurut pendapat
saya filsafat ilmu adalah pemikiran terhadap persoalan-persoalan mengenai
hal-hal yang menyangkut landasan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia
yang menjelaskan mengenai ciri-ciri ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh
pengetahuan itu.
Sedangkan ruang
ligkup filsafat ilmu terbagi menjadi 3, yaitu:
1.
Ontologi
2.
Epistemologi
3.
Aksiologi
Ontologi
Ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
wujud dan hakikat yang ada.
Epistemologi
Epistemologi merupakan ilmu yang mengkaji secara
mendalam dan radikal tentang kebenaran pengetahuan.
Aksiologi
Aksiologi
adalah teori tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan
yang diperoleh.
B.
Kesimpulan
Filsafat adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya.
Ada beberapa pendapat para
ahli yang menyebutkan tentang ruang lingkup filsafat ilmu, namun dapat
dirumuskan bahwa filsafat ilmu terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu membahas
sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistemologi) dan menelaah cara-cara
mengusahakan pengetahuan ilmiah (metodologi).
Sehingga filsafat ilmu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
1.
Filsafat Ilmu Umum
mencakup kajian tentang persoalan kesatuan
keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu
2.
Filsafat Ilmu Khusus
yaitu kajian filsafat ilmu yang membahas
kategori-kategori serta metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu teretentu
atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam,
kelompok ilmu kemasyarakatan, dan kelompok ilmu teknik.
Ontologi
Ontologi
adalah teori atau ilmu
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata.
Epistemologi
Epistemologi
berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dapat dirumuskan bahwa
epistemologi merupakan salah satu cabang
filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula
pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Aksiologi
Aksiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status
metafisik dari nilai.
Maksutnya adalah ilmu itu harus bisa menganalisis, menggali,
mengkaji, dan bahkan melukiskannya sesuatu secara netral, etis dan filosofis,
sehingga ilmu itu dapat dimanfaatkan secara benar dan relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Sarjiyo. (2007). Ilmu Filsafat.
Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto, A. (2011). Filsafat
Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Surajiyo. (2007). Filsafat
Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
Bumi
Aksara.
Feibleman, James K. (1976) Ontologi
dalam Dagobert D. Runes Dictionary
Philosophy. Totowa New
Jersey: Little Adam & Co.
Muhadjir, Noeng. (2001). Filsafat Ilmu,
Positivisme, Post Positivisme, and Post
Modernisme. Yogyakarta: Rakesarin.
Suriasumantri, Jujun S. (1985). Tentang
Hakikat Ilmu dalam Ilmu dan Perspektif .
Jakarta: Gramedia.
Dardiri, A. (1986). Humaniora,
Filsafat, dan Logika. Jakarta: Rajawali.
Gazalba, Sidi. (1973). Sistematika
Filsafat Pengantar Kepada Teori Pengetahuan.
Jakarta: Bulan Bintang.
Bakhtiar, Amsal. (1997). Filsafat
Agama I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Hamlyn, DW. (1967). History of
Epistemology dalam Paul Edwards The Encyclopedia
of Philosophy.
Sudarsono. (1993). Ilmu Filsafat. Jakarta:
PT. Rineka.
Suyomukti, Nurani. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Salam, Burhanudin. (1997). Logika
Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Jakarta:
Reneka Cipta.
Jalaluddin., Idi Abdullah. (1997). Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Muntasyir Rizal., Munir Misnal.
(2002). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
[1] Drs.
Sarjiyo, Ilmu Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 64
[2]
Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.
48
[3]
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 50
[4]
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 50
[5]
Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.
55
[6]
James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes Dictionary Philosophy
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co, 1976), hlm. 219
[7]
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme, and Post
Modernisme (Yogyakarta: Rakesarin, ed.II, cet.I, 2001), hlm. 57
[8]
Jujun S. Suriasumantri, Tentang Hakikat Ilmu dalam Ilmu dan Perspektif
(Jakarta: Gramedia, cet. VI, 1985), hlm. 5
[9] A.
Dardiri, Humaniora, Filsafat, dan Logika (Jakarta: Rajawali, ed.I,
cet.I, 1986), hlm. 17
[10]
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat Pengantar Kepada Teori Pengetahuan
(Jakarta: Bulan Bintang, buku II, cet.I, 1973), hlm. 106
[11]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet.I,
1997), hlm. 169
[12]
DW. Hamlyn, History of Epistemology dalam Paul Edwards The Encyclopedia of
Philosophy, Vol.3, 1967), hlm. 9
[13]
Drs. Sarjiyo, Ilmu Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
[14]
Drs. Sudarsono, S.H, Ilmu Filsafat (Jakarta: PT. Rineka, anggota IKAPI,
Oktober, 1993)
[15]
Nurani Suyomukti, Pengantar Filsafat Umum
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media), hlm. 168
[16]
Burhanudin Salam, Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Reneka Cipta,
cet.I, 1997), hlm. 168
[17]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat, hlm. 234
[18]
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media
Pratama, cet.I, 1997), hlm. 106
[19]
Drs. Rizal Muntasyir M. Hum & Drs. Misnal Munir M. Hum, Filsafat Ilmu
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, cet.II, 2002), hlm. 26
No comments:
Post a Comment